Menjaga Kepercayaan

Pernikahan

Foto Dok Ilustrasi

Oleh M Husnaini

Kita boleh kehilangan segalanya, namun jangan kehilangan kepercayaan. Kepercayaan itu tidak hanya mahal, tetapi juga tidak ada yang menjual. Kendati pandai setinggi langit, namun jika tanpa kepercayaan, kita susah berbuat dan mendapat ap-apa. Pendapatan dan penghasilan kita sesungguhnya diperoleh dari berbagai aktivitas yang bersinggungan dengan orang lain.

Kita menjadi pimpinan, misalnya, karena dipercaya oleh masyarakat di sekitar kita. Orang mau berbisnis hingga hidup bersama kita juga karena ada kepercayaan. Hampir tidak ditemukan aktivitas di dunia ini yang tidak mensyaratkan adanya kepercayaan. Jika demikian, kepercayaan mutlak dibutuhkan dalam setiap hubungan dan pergaulan keseharian kita.

Menurut pakar, kepercayaan mendasari orang untuk mau atau tidak mau melakukan sesuatu atas permintaan kita. Kepercayaan menjadi dasar dari keyakinan seseorang untuk berani mengambil keputusan dan kemudian berani melakukan tindakan. Sebaliknya, tanpa kepercayaan, siapa saja pasti ragu dalam mengambil keputusan, dan apalagi melakukan tindakan.

Kepercayaan lahir dari kejujuran. Karena itu, kejujuran diyakini sebagai harta paling berharga dalam pergaulan hidup ini. Faktor utama sukses dakwah Rasulullah ialah karena beliau sangat jujur dan dapat dipercaya sampai-sampai digelari Al-Amin. Gelar Al-Amin menjadi modal penting Rasulullah menjalankan misi kenabian dan usaha perdagangan.

Tidak pernah sekalipun Rasulullah berbohong. Dapat dipahami, dalam sebuah hadis dikatakan bahwa akhlak paling Rasulullah benci ialah berbohong. “Sungguh orang yang paling kubenci dan yang paling jauh dariku di hari kiamat”, kata Rasulullah seperti dicatat Imam Tirmidzi, “adalah orang-orang yang banyak omong kosong, bermulut besar, lagi sok tahu.”

Pengalaman membuktikan, sukses besar seseorang dalam menjalankan bisnis apa saja, tidak terlepas dari kepercayaan orang lain kepadanya. Uang bukan modal utama dan segala-galanya dalam berbisnis. Modal utama adalah kepercayaan. Dengan kepercayaan, seseorang bahkan mampu memulai dan menjalankan bisnis tanpa modal uang sedikit pun.

Rasulullah, misalnya. Sebagai pedagang, beliau sebenarnya bukan pemilik modal. Namun, karena dikenal sebagai pemuda yang jujur dan teguh memegang janji, orang lalu merasa nyaman berbisnis, bahkan menitipkan uang. Nilai-nilai kejujuran itu harus menjadi teladan bagi setiap Muslim yang ingin meraup sukses dalam aktivitas di bidang apa saja.

Dan, jika dibilang menanamkan kepercayaan itu tidak mudah, menjaga kepercayaan lebih susah lagi. Menanam kepercayaan perlu pembuktian, menjaga kepercayaan butuh kewaspadaan. Kata bijak bestari: Sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya. Pepatah itu mirip sekali dengan kalimat yang berbunyi: Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.

Ringkasnya, menjaga kepercayaan perlu kewaspadaan ekstra untuk tidak sampai berbuat salah. Sekali berbuat salah, sulit bagi kita memperoleh kepercayaan. Emha Ainun Nadjib bilang: Kalau kamu berbuat baik seribu kali, jangan berharap ada orang memujimu. Tetapi kalau kamu berbuat salah sekali saja, kamu harus siap akan ada seribu orang yang mengutukmu.

Sayang, masalah kepercayaan belakangan banyak diragukan. Di banyak bidang menyangkut pemerintahan, kemasyarakatan, hingga pekerjaan, masih saja ditemukan kebohongan dan keculasan. Betapa repot bangsa ini mengurus korupsi. Selain menghilangkan wibawa dan reputasi pejabat bersangkutan, korupsi jelas meruntuhkan kepercayaan publik.

M Husnaini, Kandidat Doktor di International Islamic University Malaysia (IIUM)

Exit mobile version