Rafi Tajdidul Haq
Iktikaf merupakan momentum seorang muslim meningkatkan lagi kedekatan dirinya dengan Sang Khalik. Di penghujung Ramadan, umat muslim semakin ramai menghidupkan masjid dengan iktikaf dan ibadah lainnya. Itu dilakukan dalam rangka meraih kemuliaan diri di hadapan Sang Maha Pencipta alam semesta, Rab tempat makhluknya kembali menghadap.
Iktikaf menurut A.Hasan (2006 : 305) dalam Terjemah Bulughul Maram yang ditulis oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan bahwa iktikaf yaitu duduk di masjid dengan niat ibadah, sebentar atau satu masa yang panjang. Sementara itu, di KBBI Iktikaf didefinisikan dengan diam beberapa waktu di dalam masjid sebagai suatu ibadah dengan syarat-syarat tertentu sambil menjauhkan pikiran dari keduniaan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Sejumlah ulama berpendapat bahwa iktikaf pada dasarknya dilakukan di masjid. Misalnya menurut pendapat para ulama pengikut Imam Syafi’i iktikaf yaitu berdiam diri di masjid dengan menggunakan amalan -amalan tertentu dengan niat karena Allah.
Berdasarkan sejumlah pendapat di atas dapat ditarik benang merah bahwa iktikaf merupakan bentuk ibadah yang dilakukan di dalam masjid dengan syarat-syarat tertentu. Pendapat itu didasarkan pada firman Allah Swt. Berikut :
وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ…”…”
Artinya: “ … Janganlah kamu campuri mereka , sedang kamu beri’tikaf didalam mesjid.” (QS. Al Baqoroh : 187)
Juga hadis Rasulullah berikut:
“Dan dari padanya (dari Aisyah R.A) ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah Saw. Hulurkan kepalanya kepada saya sedang ia di masjid, lalu saya sisir dia, dan adalah ia, apabila beriktikaf tidak masuk ke rumah melainkan karena satu keperluan” (H.R Mutafaqun Alaihi). Hadis tersebut bisa dilihat di dalam kitab Bulughul Maram nomor hadis 719.
Rumah Nabi bersebelahan dengan masjid Nabawi, sehingga istri Nabi, Siti Aisyah hanya tinggal menyodorkan ke dalam apa yang Nabi perlu ketika beriktikaf di dalam masjid. Sementara itu di hadis nomor 720 Kitab Bulughul Maram ditulis hadis Nabi Saw :
“Dan dari padanya (dari Aisyah R.A). Ia berkata: menurut sunnah orang yang iktikaf itu tidak (boleh) melawat orang sakit dan tidak (boleh) menyentuh perempuan, dan tidak (boleh) bersentuhan dengannya, dan tidak (boleh) keluar karena suatu keperluan melainkan yang tak dapat tiada, dan tidak ada iktikaf melainkan dengan shaum, dan tidak ada iktikaf melainkan di masjid jami’” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, tetapi (menurut penyelidikan) yang rajih ialah ke-mauquf-an akhirnya )
Yang dimaksud ke-mauquf-an akhirnya yaitu menyangkut iktikaf mesti dengan shaum dan berada di masjid. Hadis mauquf menurut A. Hasan, berarti hadis tersebut suatu perkataan yang dikatakan hadis, apabila kita periksa sanadnya hanya sampai pada sahabat, tidak sampai pada Nabi Saw. Jadi, berkaitan dengan bunyi hadis “dan tidak ada iktikaf melainkan di masjid jami” di atas, itu hanya sampai pada para sahabat saja sanadnya.
Pertanyaanya sekarang adalah bagaimana mungkin iktikaf bisa dilakukan di dalam masjid? Sedangkan kondisi saat ini berada dalam situasi pandemi covid-19 yang tidak memungkinkan untuk melakukan aktivitas berkerumun termasuk iktikaf. Ini sehubungan dengan diterapkannya sejumlah peraturan semisal Pembatasan Sosial Berskala Besar atau disingkat PSBB dan himbauan agar selalu physical distanciang, menjaga jarak fisik antarorang dengan orang lain.
Apabila iktikaf mutlak mesti dilakukan di dalam masjid, maka bagaimana cara umat muslim agar tetap beriktikaf dan bisa mendapatkan pahala iktikaf? Bolehkah iktikaf from home? Tentunya hal ini yang perlu disampaikan oleh lembaga terkait semisal Majelis Ulama Indonesia MUI. Sementara itu, fatwa-fatwa yang telah beredar yaitu salah satunya tentang pelarangan shalat jum’at di masjid yang berada di zona merah covid-19 . Bukan hanya pelarangan, bahkan hukumnya haram, karena berpegang pada maqashid syari’ah yaitu hifdin nafs atau menjaga jiwa yang lebih diutamakan.
Jika mengacu pada dalil qur’an dan sunnah jelas bahwa iktikaf harus dilakukan di dalam masjid. itu merupakan hukum iktikaf saat situasi dan kondisi normal di luar gangguan semisal wabah hari ini. Di saat pandemi covid-19 ini, umat muslim tentu membutuhkan penjelasan yang utuh tentang hukum iktikaf from home. Apakah boleh beriktikaf di rumah lantaran kondisi darurat? Ataukah sebaliknya, mesti tetap dilakukan di dalam masjid?
Itulah yang ingin kita dapatkan dari ‘alim ulama dan lembaga-lembaga keagamaan semisal MUI, Muhammadiyah dan NU pada umumnya. Tentunya harapan kita yaitu bisa tetap meraih ridha Allah Swt. Melalui ibadah iktikaf. Wallahu ‘alam
Rafi Tajdidul Haq, Ketua Bidang Riset Pengembangan Keilmuan IMM Cabang Bandung