YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Dalam kurun waktu kurang dari 100 hari (1 Januari – 5 April 2020), LP3ES menemukan 37 pernyataan blunder pemerintah terkait virus korona. Parahnya, pernyataan blunder tersebut tidak keluar dari pejabat tingkat bawah, justru keluar dari kepala negara yaitu presiden beserta jajarannya di tingkat kementerian.
Pertengahan Februari, melalui akun twitternya, Menko Polhukam Mahfud MD menyebutkan bahwa Menko Perekonomian Airlangga Hartanto mengatakan Covid-19 tidak akan masuk ke Indonesia karena perizinannya sulit. Tidak lama kemudian disusul pernyataan Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang menyebutkan bahwa virus korona menyingkir dari Indonesia karena doa qunut. Pada saat itu belum ditemukan pasien korona di Indonesia.
Ketika negara lain mulai memberlakukan lockdown untuk mencegah penyebaran virus korona, Presiden dan sejumlah menterinya justru akan menggalakkan sektor pariwisata. “Pemerintah pada awalnya cenderung meremehkan. Sikap pemerintah yang cenderung meremehkan tersebut berakibat pada keterlambatan kita mengantisipasi wabah pandemi korona yang hingga saat ini terus mengalami peningkatan,” ujar Zainuddin Malik selaku Anggota Komisi X DPR RI.
Aidul Fitriciada, Ketua Umum Mahutama menyampaikan, secara konseptual ada ketegangan normatif dalam bentuk negara kesatuan. Terjadinya tumpeng tindih kebijakan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Sebagaimana yang terjadi antara Pemprov DKI Jakarta dengan pemerintah pusat yang sempat viral beberapa waktu lalu. Selain itu ketegangan juga terjadi antara Pemprov Jawa Timur dengan pemerintah Kota Surabaya terkait keteledoran dalam penanganan covid-19. “Ketidaksingkronan antara pemirintah pusat dan daerah inilah yang menyebabkan lemahnya respon dalam nemerangi korona,” ungkapnya.
Sebagai perbandingan Aidul memberikan gambaran, Malaysia yang memiliki bentuk negara federal, yang mana kewenangan pemerintah pusat sangat terbatas jika dibandingkan dengan kewenagan pemerintah daerah. Mereka mampu mengatasi penyebaran Covid-19 dengan cukup efektif. “Malaysia diprediksikan keluar dari wabah pandemi ini pada bulan Juli. Melihat kenyataan di negara kita, rasanya kita pesimis,” paparnya.
Jangan ada lagi anomali relasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam menanggulangi wabah korona. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, karena daerah itu daerahnya pusat, dan pusat itu pusatnya daerah. (diko)