Ramadhan Bersama Kiai Dahlan: Pelajaran Kelima

KH Ahmad Dahlan

KH Ahmad Dahlan Ilustrasi SM

Oleh: M Husnaini

“Setelah manusia mendengarkan pelajaran-pelajaran fatwa yang bermacam-macam, membaca beberapa tumpuk buku, dan sesudah memperbincangkan, memikir-mikir, menimbang-nimbang, membanding-banding ke sana kemari, barulah mereka itu dapat memperoleh keputusan, memperoleh barang yang benar yang sesungguh-sungguhnya. Dengan akal pikirannya sendiri dapat mengetahui dan menetapkan inilah perbuatan yang benar.”

“Sekarang, kebiasaan manusia tidak berani memegang teguh pendirian dan perbuatan yang benar karena khawatir kalau menetapi kebenaran akan terpisah dari apa-apa yang sudah menjadi kesenangannya, khawatir akan terpisah dari teman-temannya. Pendek kata, banyak kekhawatiran itu yang akhirnya tidak berani mengerjakan barang yang benar, kemudian hidupnya seperti makhluk yang tak berakal, hidup asal hidup, tidak menepati kebenaran.”

Pelajaran kelima ini adalah wejangan terpanjang dari 7 Falsafah Ajaran KH Ahmad Dahlan yang dicatat KRH Hadjid (2013). Beberapa penulis yang mengulasnya cuma mencantumkan paragraf pertama. Ada pula yang meringkas dua paragraf itu menjadi wejangan satu paragraf saja. Saya lebih memilih menulisnya secara lengkap, dua paragraf, agar tidak ada yang tertinggal, karena wejangan dalam kedua paragraf itu sama-sama penting.

Bagi saya, setiap ungkapan Pendiri Persyarikatan Muhammadiyah itu sungguh mencerahkan, dan karena itu wajar jika dia dikenal sebagai Sang Pencerah. Sebab, selain muncul dari hasil bacaan yang luas, semua nasihat, wejangan, petuah, atau wasiat yang disampaikan KH Ahmad Dahlan pasti lahir dari pengalaman dan pengamalan hidupnya.

KH Ahmad Dahlan adalah “man of action” atau manusia amal. Berbeda dengan kebanyakan kita yang barangkali “Mr Plan” alias tukang rancang. Manusia amal selalu ampuh. Ucapannya sering menjadi kenyataan. Tindakannya kerap menginspirasi orang. KH Ahmad Dahlan juga memiliki hati yang bersih. Muhammadiyah menjadi sedemikian besar dan kuat sesungguhnya juga karena berkah dari pendirinya yang berpikir maju, berjiwa besar, dan berhati tulus.

“KH Ahmad Dahlan adalah manusia amal …yang dadanya penuh dengan cita-cita yang luhur,” kata Presiden Pertama RI Soekarno. Solichin Salam (1963) menulis dalam bukunya, “Ahmad Dahlan adalah manusia pejuang yang tabah dan ulet, tidak kenal menyerah dan putus asa dalam mengejar cita-cita.”

KH Ahmad Dahlan sering mengutip ungkapan ulama besar Abu Hamid Al-Ghazali yang kira-kira berbunyi, “Manusia itu semuanya mati (perasaannya), kecuali para ulama, yaitu orang-orang yang berilmu. Dan para ulama dalam kebingungan, kecuali mereka yang beramal. Dan mereka yang beramal juga dalam kekhawatiran, kecuali mereka yang ikhlas atau bersih.”

Bagi KH Ahmad Dahlan, pengetahuan belum berarti apabila tidak melahirkan amal nyata. Sudah terkenal sekali kisah KH Ahmad Dahlan mengulang-ulang pelajaran surah Al-Maun/107 hingga muridnya merasa bosan. Menurut KRH Hadjid (2013), muridnya yang paling muda, surah Al-Ashr/103 bahkan diulang-ulang hingga lebih dari tujuh bulan. Terlihat jelas bahwa KH Ahmad Dahlan tidak mau apa yang diajarkan hanya berhenti pada hafalan dan pemahaman, namun tidak diamalkan.

Manusia, dalam pandangan KH Ahmad Dahlan, berbeda dari binatang. Binatang boleh berbuat apa saja, bahkan melanggar peraturan, karena binatang tidak punya pikiran, tidak tahu benar dan salah. Tetapi manusia adalah makhluk berakal, punya pikiran, sehingga paham mana benar dan mana salah. Karena itu, manusia harus menepati kebenaran. Jangan justru meniru binatang.

Tetapi, sekali lagi, tidak mudah menepati kebenaran. Kata KH Ahmad Dahlan, “Manusia tidak menuruti, tidak memedulikan sesuatu yang sudah terang benar bagi dirinya. Artinya, dirinya sendiri, pikirannya sendiri, sudah dapat mengatakan itu benar, tetapi dia tidak mau menuruti kebenaran itu, karena takut mendapat kesukaran, takut berat dan bermacam-macam yang dikhawatirkan, karena nafsu dan hatinya sudah telanjur rusak, berpenyakit akhlak (budi pekerti), hanyut dan tertarik oleh kebiasaan buruk.”

Terkadang manusia tidak mengikuti kebenaran karena kebodohan, tetapi tidak sedikit yang sudah tahu kebenaran tetapi tidak mampu mengikutinya karena sebab ini dan itu. Doa yang diajarkan Nabi, dan sering dikutip KH Ahmad Dahlan, terjemahannya berbunyi, “Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami bahwa yang benar adalah benar dan berikanlah kekuatan kepada kami untuk mengikutinya. Dan tunjukkanlah kepada kami bahwa yang salah adalah salah dan berikanlah kekuatan kepada kami untuk menjauhinya.”

Hidup di dunia tidak lama, dan semua kita pasti mati. KH Ahmad Dahlan berpesan supaya setiap kita segera menyelesaikan urusan dengan Tuhan dan sesama manusia sebelum datang kematian. Katanya, “Maut adalah bahaya besar, tetapi lupa pada kematian adalah bahaya yang jauh lebih besar” (Mulkhan, 2010).

Begitulah KH Ahmad Dahlan berdakwah mencerahkan umat, sehingga menurut Solichin Salam (1963), alam Kauman yang dulu diliputi suasana keberagamaan yang tradisional, konservatif, dan statis berhasil diubah menjadi masyarakat Islam yang dinamis dan revolusioner. Dalam buku “KH Ahmad Dahlan Reformer Islam Indonesia”, Solichin Salam melukiskan, “Bagaikan suara halilintar di siang hari dalam teriknya sinar matahari layaknya, pecahnya api revolusi di Kauman Yogyakarta adalah di luar dugaan. Mesiu itu meledak justru di tempat hidupnya feodalisme, tradisionalisme, dan konservatisme yang subur.”

M Husnaini, Kandidat Doktor di International Islamic University Malaysia (IIUM) dan Anggota Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Malaysia

Exit mobile version