Nahi Munkar ala Nabi (2)

Nahi Munkar ala Nabi (2)

Dr Agung Danarto, MAg Dok SM

Agung Danarto

“Sungguh dia telah bertaubat dengan sebuah pertaubatan yang seandainya pertaubatan itu dibagikan kepada satu ummat pasti cukup”. (Shahih Muslim, kitab al-hudud, 5: 119)

Pada masa jahiliyah, perzinaan merajalela hingga nyaris tidak ada yang menolak perbuatan keji tersebut. Ketika kemudian Al-Qur’an menyatakan, “Dan janganlah kamu mendekati zina….” (Qs Al-Isra’ [17]: 32), semua sahabat langsung menjauhi segala bentuk perbuatan zina hingga akhirnya saat ini kita hanya menemukan sedikit hadits yang menyatakan bahwa ada sahabat Rasulullah yang berzina.

Tindakan mencuri dan merampok oleh masyarakat Arab masa jahiliyah dianggap sebagai bentuk keberanian. Akan tetapi ketika ayat Al-Qur’an menyatakan “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya …..” (Qs Al-Maidah [5]: 38) para sahabat langsung mengubah pandangan dan jalan hidup mereka hingga akhirnya kita hanya menemukan sedikit hadits yang menyatakan bahwa ada sahabat yang mencuri.

Demikian juga halnya dengan kebiasaan membunuh. Orang Arab sebelum datangnya Islam biasa membunuh. Akan tetapi ketika Al-Qur’an menyatakan “Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu (alasan) yang benar…” (Qs. Al-Isra’ [17]: 33 dan Qs Al-An’am [6]: 151) maka tiba tiba saja mereka menghentikan tabiat buruk itu hingga akhirnya kita hanya menemukan ada dua sahabat yang melakukan pembunuhan. Itupun salah satunya disebabkan oleh provokasi orang Yahudi, dan satu lainnya lagi membunuh disebabkan ketidaksengajaan.

Puncak “nahi munkar” yang dilakukan oleh Nabi adalah ketika peristiwa pembebasan Kota Makkah (fath al-Makkah). Nabi memberikan pengampunan umum kepada seluruh penduduk Kota Mekkah yang sebelumnya sangat membenci dan memusuhi, melakukan keonaran dan kemaksiatan, menghambat dan memusuhi dakwah Islam, mencaci dan memaki Nabi, bahkan memerangi dan ingin membunuh Nabi.

‘Barang siapa masuk rumah Abu Sufyan maka dia aman’, begitu sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah sebagaimana dinukilkan oleh Imam Muslim dalam kitab hadits shahihnya. Maka orang-orang Makkah berbondong-bondong mendatangi rumah Abu Sufyan menyambut seruan Nabi Muhammad saw tersebut.

Visi besar nabi ingin membentuk peradaban maju, adil dan makmur, nampaknya telah mendorong Nabi untuk mengedepankan sifat kasih sayangnya daripada keinginannya untuk membalas dan memberikan hukuman. Islam yang rahmatan lil ‘Alamin memang menuntut pemeluknya lebih mengedepankan sifat kasih sayang dan lemah lembut daripada sifat keras yang cenderung mencari kesalahan orang lain.

Al-Qur’an surat Al-Fath ayat 29, Muhammadun rasulullahi walladzina ma’ahu asyiddaa’u ‘ala alkuffaar ruhamaau bainahum. (Muhammad adalah Rasulullah. Dan orang-orang yang bersamanya bersikap keras kepada kaum kuffar dan berkasih sayang diantara mereka.

Kuffar harus dipahami sebagai kelompok orang yang menolak kebenaran dan selalu memusuhi dakwah nabi, dan itulah hakekat dari kekafiran. Sedangkan bainahum adalah orang-orang yang hidup bersama nabi tinggal di satu negeri baik Muslim ataupun non Muslim yang tidak memusuhi Nabi. Sehingga berkasih sayang bukan hanya dengan sesama Muslim saja, tetapi juga dengan non Muslim yang tidak memusuhi Islam. Piagam Madinah yang menjadi dasar negara Madinah yang berpenduduk plural dan banyak hadits yang menginformasikan sikap lemah lembut Nabi kepada non Muslim yang tidak memusuhi Nabi.

Sumber: Majalah SM Edisi 14 Tahun 2019

Exit mobile version