Oleh: M Husnaini
“Pelajaran terbagi atas dua bagian: belajar ilmu (pengetahuan atau teori) dan belajar amal (mengerjakan atau mempraktikkan). Semua pelajaran harus dengan cara sedikit demi sedikit, setingkat demi setingkat. Demikian juga dalam belajar amal, harus dengan cara bertingkat. Kalau setingkat saja belum dapat mengerjakan, tidak perlu ditambah.”
Aduhai indah dan luar biasa sekiranya kita semua berhasil mengamalkan wejangan di atas. Inilah pelajaran terakhir dari 7 Falsafah Ajaran KH Ahmad Dahlan yang ditulis KRH Hadjid (2013). Kalimat tersebut sungguh membuktikan betapa KH Ahmad Dahlan memang man of action alias manusia amal dan senantiasa mendorong praktik keberagamaan yang juga berujung amal.
Kebanyakan kita kerap mendalami ajaran Islam hanya untuk koleksi pengetahuan. Kadang malah untuk bahan perdebatan, dan yang lebih parah justru dipakai untuk menghakimi kelemahan dan kekurangan orang lain yang berbeda paham.
Sudah lama dikatakan bahwa tantangan utama Muslim adalah hidup Islami. Dunia Islam, bahkan negara-negara yang mengklaim diri sebagai Negara Islam sekalipun, terbukti tidak mampu menampilkan praktik-praktik kehidupan Islami.
Kehidupan individual kita juga setali tiga uang. Lebih dari seabad lalu, KH Ahmad Dahlan sudah merisaukan para mubalig, sebagai duta-duta Islam, yang gaya hidup mereka justru rusak dan merusakkan. Keindahan dan kehebatan Islam yang terus mereka sampaikan hanya basah di lisan, namun kering dalam perbuatan.
Banyak orang sukses mengalahkan lawan atau musuh, tetapi kalah berhadapan dengan dirinya sendiri. Mendidik orang lain itu susah, namun mendidik diri sendiri jauh lebih susah. Berhasil memimpin orang lain belum tentu sanggup memimpin diri sendiri. Yang terampil memotivasi orang lain juga sering dirundung galau dalam hidupnya.
Surah Al-Baqarah/2: 44 menyindir kita, “Kenapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebajikan, sementara kamu sendiri melupakan kewajibanmu.” Ayat 3 dari surah As-Saff/61 lebih gamblang lagi, “Amat besar kebencian di sisi Allah kamu menyampaikan segala sesuatu yang kamu sendiri tidak kerjakan.”
Ada ungkapan Imam Al-Ghazali yang banyak dikutip KH Ahmad Dahlan, “Sungguh membuat nasihat, membuka mulut dan mendengarkan nasihat itu sangat mudah. Tetapi mengamalkan itulah yang sangat berat bagi orang yang masih menghambakan dirinya kepada hawa nafsu.”
Karena itu, KH Ahmad Dahlan tidak suka mendakwahkan Islam dengan menerangkan kebaikan-kebaikan Islam, melainkan mengajak murid-muridnya untuk mengamalkannya. Hadjid (2013) menuturkan, KH Ahmad Dahlan lebih mengutamakan dakwah bilhal (tindakan) atau biluswah (teladan) ketimbang lainnya. Barangkali inilah sebab kenapa KH Ahmad Dahlan tidak banyak mewariskan karya tulis.
KH Ahmad Dahlan sangat menyadari bahwa perintah beriman itu selalu gandeng dengan anjuran beramal. Tiada sempurna iman tanpa amal. KH Ahmad Dahlan tertarik dengan ungkapan Syekh Muhammad Abduh dalam Tafsir Surah Al-Ashr, apabila kepercayaan tidak menggoncangkan kemauan, bukan iman namanya.
Kepada murid-muridnya, KH Ahmad Dahlan sering menuturkan, “Sangat banyak orang yang meninggalkan amal saleh seperti yang tersebut dalam Al-Qur’an karena mereka mementingkan beberapa kesenangan …amal saleh yang pokok timbul dari iman yang hakiki dan rasa beribadah kepada Allah.”
Benar bahwa KH Ahmad Dahlan terus mendorong kita untuk menuntut ilmu guna menemukan kebenaran. Namun, itu saja belum cukup kecuali kita memegang dan mengerjakan kebenaran tersebut. Berkata KH Ahmad Dahlan, “Aku mengerti agama Islam, mengerti amal saleh. Tetapi kalau aku tidak mengerjakan agama Islam dan amal saleh itu, aku tetap bukan orang Islam dan bukan orang saleh.”
Dalam kesempatan lain, KH Ahmad Dahlan mengutarakan, “Kebenaran adalah perjalananku. Terang gemilang bagi orang yang mendapat petunjuk. Akan tetapi hawa nafsu merajalela. Akhirnya membikin buta manusia. Menjadi gelap tidak tahu kebenaran.”
Ilmu bermanfaat ialah ilmu yang menuntun pemiliknya untuk hidup menepati kebenaran. Sekali lagi, kita kutip kalimat top dari KH Ahmad Dahlan, “Berbuat dan bekerja itu lebih baik dan lebih penting dari sekadar berbicara.”
Kita tutup pelajaran pamungkas KH Ahmad Dahlan ini dengan ungkapan penyair Arab “Orang berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya akan diazab terlebih dahulu sebelum para penyembah berhala.”
M Husnaini, Kandidat Doktor di International Islamic University Malaysia (IIUM) dan Anggota Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Malaysia
Ramadhan Bersama Kiai Dahlan: Pelajaran Pertama
Ramadhan Bersama Kiai Dahlan: Pelajaran Kedua
Ramadhan Bersama Kiai Dahlan: Pelajaran Ketiga
Ramadhan Bersama Kiai Dahlan: Pelajaran Keempat