Muhbib Abdul Wahab
Dewasa ini, tantangan dakwah yang dihadapi Muhammadiyah semakin berat dan kompleks. Modernisasi dan globalisasi berimplikasi kuat terhadap tumbuh suburnya pola hidup materialis, hedonis, pragmatis, dan persmisif. Nilai-nilai Islam semakin diabaikan dan tergerus oleh perubahan zaman. Sementara itu, Muhamamdiyah mengalami kekurangan ulama, kader dakwah yang berkompeten sebagai mundzir al-qaum (pemberi peringatan, penyeru kepada jalan kebenaran). Kekurangan ulama dalam Muhammadiyah, antara lain, ditandai oleh “pupusnya” kepemimpinan ulama pada KH.AzharBasyir. Kepemimpinan Muhammadiyah setelahnya “disuksesi” oleh akademisi intelektual lulusan pendidikan Barat dan lokal, yaitu: M. Amien Rais, Ahmad Syafii Ma’arif, M. Din Syamsuddin, dan Haedar Nashir. Meskipun, tentu saja, keempat pemimpin Muhammadiyah adalah juga ulama dalam pengertian luas dan luwes.
Muktamar ke-47 di Makassar tahun lalu mengamanatkan Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk membentuk Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren Muhammadiyah (LP3M). Gagasan pembentukan LP3M tentu tidak dapat dipisahkan dari munculnya komitmen kuat dari para tokoh Muhammadiyah untuk menjadikan pondok pesantren Muhammadiyah (selanjutnya: pontrenMu) sebagai pusat kaderisasi ulama yang mumpuni, baik secara akademik (standar keilmuan) maupun secara mental spiritual, moral dan sosial. Ulama sejati yang diharapkan lahir dar ipontrenMu adalah ulama pewaris para Nabi (al-ulama’ waratsatulanbiya’) (HR. Abu Daud).
Nabi SAW meninggal dunia tidak mewariskan harta pusaka, melainkan mewariskan ajaran mulia yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunah (Tradisi kenabian). Karena itu, sosok ulama yang dikehendaki oleh Nabi SAW adalah ulama yang memiliki kapabilitas dan kompetensi dalam mengemban misi profetik, bukan tugas professional sebagaimana layaknya dokter atau guru.Menjadi ulama bukan pilihan profesi, tetapi panggilan iman dan hati nurani, untuk “pulang dengan member peringatan dan mengabdi pada masyarakat dan bangsa”.
Spirit teologis pontrenMu adalah spirit juang untuk menggerakkan dan mengembangkan pontrenMu, yang kini berjumlah lebih dari 175 buah, menjadi pontrenMu berkemajuan, modern, dan mandiri. Semangat juang para mujahid dan mujaddid pontrenMu di tanah air belakangan begitu menggeliat karena didasari oleh kepedulian dan komitmen yang sama, yaitu mewujudkan tafaqquh fi ad-din (pengkajian dan pembelajaran agama Islam secara mendalam) di pontrenMu. Mereka seolah mendapat spirit teologis baru, sebagaimana pernah diwariskan oleh KH.Ahmad Dahlan saat mendirikan Qism al-Arqa pada tahun 1918 yang sekarang menjadi Mu’allimin dan Mu’allimat Muhammadiyah, bahwa kaderisasi ulama itu sebuah keharusan dalam rangka mencerahkan, mencerdaskan, memberdayakan, dan membela kepentingan umat atau rakyat. Ulama diharapkan dapat member solusi cerdas bagi permasalahan yang dihadapi umatnya. Di atas semua itu, ulama adalah sumber referensi masalah-masalah keagamaan dan akhlak mulia (akhlaqkarimah).
وَمَاكَانَٱلْمُؤْمِنُونَلِيَنفِرُواكَافَّةًفَلَوْلَانَفَرَمِنكُلِّفِرْقَةٍمِّنْهُمْطَائِفَةٌلِّيَتَفَقَّهُوافِىٱلدِّينِوَلِيُنذِرُواقَوْمَهُمْإِذَارَجَعُواإِلَيْهِمْلَعَلَّهُمْيَحْذَرُونَ (سورة التوبة: 122)
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang) mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS at-Taubah [9]: 122)
Secara historis, pesantren telah berperan penting dalam pembangunan bangsa Indonesia. Banyak tokoh pergerakan nasional lahir dari kalangan pesantren. Azyumardi Azra mencatat tiga peran utama yang telah dilakukan oleh pesantren. Pertama, transmisi ilmu pengetahuan agama. Kedua, pemeliharaan tradisi keislaman; dan ketiga, mencetak ulama. Di samping ketiga peran tradisional tersebut, Azra juga mencatat bahwa kini banyak pesantren yang telah melampaui peran tradisional tersebut dengan mengembangkan diri sebagai pusat pengembangan masyarakat melalui berbagai program seperti koperasi dan pengembangan pertanian. Dewasa ini pesantren juga mengalami transformasi, baik secara instituasional maupun secara kultural. Selain mengembangkan MBS (Muhammadiyah Boarding School), pesantren Muhammadiyah juga mulai berorientasi substansi yang baru, yaitu trensains (pesantrensains).
Selain sebagai pusat kaderisasi ulama, pontrenMu juga diharapkan dapat menjadi semacam Muhammadiyah Boarding School(MBS) percontohan yang berkemajuan dengan mengintegrasikan nilai-nilai keislaman, sains, keindonesiaan, kepemimpinan, dan keterampilan (berbahasa dan berwirausaha). Spirit teologis untuk mengembangkan pontrenMu, baik dalam bentuk MBS, trensains, dan sebagainya, tidak dapat dipisahkan dari aktualisasi dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar di bidang pendidikan.
Dari rahim pontrenMu juga diharapkan tampil para ulama yang mewarisi visi dan misi profetik. Para ulama bervisi profetik pasti merasa gelisah apabila melihat anak bangsa ini mengalami keterpurukan moral yang sangat serius. Virus korupsi yang menjalar dan menjangkiti hampir semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara ini, tentu saja, menjadi pekerjaan rumah (PR) ulama yang mendesak untuk dicarikan solusinya. Nasionalisme Indonesia yang memudar dan aneka pelanggaran hukum yang justeru banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum juga menjadi lahan garap ulama dalam menasehati dan mengingatkan mereka untuk tidak berbuat kerusakan di muka bumi Indonesia tercinta.
Umat dan bangsa merindukan lahirnya ulama yang berkarakter khasyyah (takut kepada Allah) karena kedalaman dan keluasan ilmunya, sehingga merasa tidak ada apa-apanya di hadapan Allah SwT. Spirit teologis pontrenMu memanggil generasi muda Muhammadiyah untuk “nyantri” dan siap menjadi kader ulama intelektual yang khasyyah kepada Allah. “Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun.” (QS Fathir [35]: 28). Melalui pengembangan pontrenMu yang berbasis manajemen modern, terbuka, dan akuntabel, diharapkan tidak hanya lahir ulama yang mundzir al-qaum (terpanggil untuk mengkritisi dan memberi peringatan kepada pemerintah, umat dan bangsa), melainkan juga terbentuk ulama yang pendidik, pemimpin, dan pengembang kehidupan masyarakat dan bangsa yang berkemajuan.
Spirit teologis pontrenMu memberi angin segar kepada para pimpinan, mudir (pengelola), musyrif (pembina) danasatidz (dewan guru) di pontrenMu untuk memenuhi panggilan persyarikatan untuk bersinergi membangun dan memajukan pontrenMu. Tekad dan komitmen mewujudkan pontrenMu berkemajuan itu semata-mata dilandasi keikhlasan dan kecintaan terhadap Islam dan bangsa ini. Karena itu, spirit teologis pontrenMu diaktualisasikan dalam sebuah adagium yang dirumuskan KH. Anang Rikza Masyhadi padaPondok Modern Tazakka Batang bahwa pontrenMu “maju bukan karena dibantu, tetapi dibantu karena maju”. Jadi, pontrenMu yang berkemajuan harus dinamis, progresif, modern, mandiri, bukan “ngemis” dan mengandalkan “uluran tangan” pemerintah.
Muhbib Abdul Wahab, Sekretaris Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren Muhammadiyah dan Dosen Program Doktor Pascasarjana UMJ
Sumber: Majalah SM Edisi 9 Tahun 2016