Masyarakat bawah mengenai kegiatan membaca Al-Qur’an sebagai Tamba ati atau obat hati dari lagu Jawa berjudul Tamba Ati. Lagu yang pernah tenggelam dan hilang dari ingatan publik Muslim itu dipopulerkan kembali oleh Kiai Kanjeng dengan aransemen baru yang segar dan cocok dengan telinga manusia modern. Intinya: lagu itu mengenalkan bahwa ada empat Tamba Ati atau empat macam obat hati.
Pertama, membaca Al-Qur’an sak maknane atau membaca Al-Qur’an dengan memahami maknanya. Ini dulu yang dibahas dalam tulisan ini dengan menggunakan perspektif pengalaman beragama. Dari perspektif pengalaman beragama, Al-Qur’an sendiri menyiapkan 4 hidangan pengalaman yang manusia dapat menyentuh dan mengambil dan mengalami.
Hidangan pengalaman pertama adalah hidangan musikal yang terkandung dalam bacaan ayat-ayat Al-Qur’an. Lapis bunyi yang merupakan lapisan terluar dari bacaan ayat-ayat Al-Qur’an menyiapkan pengalaman beragama yang unik, yaitu pengalaman estetik, pengalaman memasuki keindahan bunyi suara ketika ayat-ayat Al-Qur’an dibaca.
Almarhum Dr Kuntowijoyo pernah menceritakan bagaimana beliau ketika membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan berpedoman dengan ilmu tajwid dan makhraj huruf yang elementer saja sudah mendatangkan pengalaman indah, nyaman dan menenteramkan.
Ini menunjukkan kalau aspek bunyi atau aspek musikal dari ayat-ayat Al-Qur’an ketika dihidupkan dengan bunyi memang fungsional menjadi obat hati atau tamba hati. Belum lagi kalau waktu membaca ayat itu sudah dilengkapi dengan peningkatan kualitas bacaan.
Misalnya dengan mempergunakan metode tartil, metode tahsin, dan metode tilawah dan metode qiroah yang detailnya saja sangat kaya dengan kemungkinan musikal yang lebih indah lagi dan lebih menyamankan pembaca dan pendengarnya.
Hidangan kedua dari pengalaman beragama ketika membaca ayat-ayat Al-Qur’an adalah aspek lingual dasar atau aspek arti dari kata-kata atau lafal yang tersusun dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Dari aspek ini, menurut ilmu nahwu, ayat-ayat dalam Al-Qur’an betul-betul Kalam (Al kalamu huwal lafdzul mufidu bil wadl’i).
Konstruksi kata-kata di dalam Al-Qur’an mudah dipahami dan diterjemahkan, dalam kepala dengan menggunakan mesin bahasa Indonesia atau Jawa yang tersedia di kepala, jika kita mau melakukan internalisasi arti bahasa itu lewat proses belajar ketrampilan bahasa dan ilmu bahasa.
Pengalaman berbahasa ketika membaca ayat-ayat Al-Qur’an akan membuat kita menjadi lancar, nyaris tanpa hambatan. Dipandu dengan kode-kode bacaan misalnya kode berhenti atau terus ditambah kode tajwid lainnya kita bisa mengalir di sungai kata-kata yang tersedia di keseluruhan mushaf Al-Qur’an.
Hidangan pengalaman beragama ketiga adalah hidangan makna-makna. Kemampuan kita menyerap kandungan isi Al-Qur’an menjadi lebih dalam lagi.
Dengan panduan ilmu tafsir dan kecerdasan dalam mentadabburi ayat-ayat Al-Qur’an, maka kita dapat menyaksikan bagaimana makna konseptualnya dan makna kontekstual ayat-ayat misalnya. Kesadaran kita akan adanya relasi makna yang tekstual, intertekstual dan transtektual bisa menyusun dengan utuh bahwa sesungguhnya Al-Qur’an menyimpan konfigurasi dan konstruksi makna yang kokoh dan fungsional.
Pengalaman intelektual dalam beragama ini memberikan keasyikan tersendiri ketika kita membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Hanya risikonya, kita kadang menjadi tersendat ketika bertadarus Al-Qur’an. Sebab, ketika mulut kita membunyikan ayat-ayat itu, di dalam kepala kita ada mesin berpikir yang mirip kapal sedang melayari lautan makna-makna.
Hidangan keempat yang tersaji di dalam spektrum pengalaman membaca ayat-ayat Al-Qur’an adalah hidangan spirit, semangat dan maqosid-maqosid yang terkandung di dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Hidangan keempat ini baru bisa kita nikmati kalau tiga hidangan pengalaman sebelumnya telah kita nikmati. Hidangan musikal estetik, hidangan lingual, dan hidangan makna.
Ketiga pengalaman beragama ketika membaca ayat-ayat Al-Qur’an itu menjadi persiapan ketika kita mau dan ingin mampu menikmati hidangan pengalaman beragama yang keempat ini. Dalam hal ini Buya Ahmad Syafii Maarif, ketika masih muda pernah mengutip kata-kata Dr Muhammad Iqbal: “Bacalah Al-Qur’an seperti seolah-olah ayat-ayat ini baru sampai padamu untuk pertama kali.”
Dengan pencapaian spiritual seperti itu, menurut Buya Syafii Maarif, “Kita akan dengan mudah meningkatkan status kita dan umat kita dari status kuantitas (nominal) berubah sampai pada status kualitas (amal).
Itulah agaknya pengalaman membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang pertama dimasuki dan dijelajahi oleh KHA Dahlan.
(Mustofa W Hasyim)