Perintah Iqra dan Kesehatan Otak

Perintah Iqra dan Kesehatan Otak

Ilustrasi Dok Point Star

Wildan dan Nurcholid Umam Kurniawan

Barangsiapa mengenal dirinya,
maka dia akan mengenal Tuhannya.

Yahya bin Mu’az Al-Razy (830-871)

Peristiwa Nuzulul Qur’an terjadi di bulan Ramadhan. Allah SWT mengingatkan umat manusia agar meningkatkan diri untuk naik kelas dari sekedar Homo Abdominalis (abdomen=perut, nafsu makan minum) dan Homo Pelvicus (Pelvic=pinggul, nafsu seks) serta Homo Thoracalis (Thorax=dada, emosi-perasaan, rasa miskin, rasa dongkol) menjadi Homo Cerebralis (Cerebrum=otak, akal budi).

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Saya itu gudangnya ilmu, Ali itu pintu gerbangnya “. Selanjutnya Ali bin Abu Thalib RA berkata : “Musuh utama manusia adalah kebodohannya”.

Hukum otak itu ‘gunakan atau hilang’, use it or loose it. Kata iqra diterjemahkan bacalah. Membaca tidak sama dengan mengucapkan. Membaca dalam arti bahasa sampai dengan memahami. Perintah iqra dalam Kitab Suci disampaikan Tuhan sebanyak empat kali. Adapun maknanya sebagai berikut:

Pertama, read, bacalah. Dalam Kitab Suci kata Al-‘Aql dan Al-Nur (akal dan cahaya) masing-masing 49 kali. Maka, agar akal manusia tidak salah arah dan mendapatkan Nur Ilahi, diperintahkan agar membaca dengan atau demi nama Tuhan (QS Al-Alaq [96] : 1), baik bacaan suci yang bersumber dari Tuhan maupun bukan, baik menyangkut ayat-ayat yang tertulis maupun tidak tertulis. Alhasil, mencakup bacaan suci maupun tidak, alam raya, masyarakat dan diri sendiri.

Kedua, think, pikirkanlah makna-makna (meanings) atau nilai-nilai (values) yang tercantum dalam Kitab Suci karena Tuhan melakukan pengajaran (transfer of knowledge) maupun pendidikan (transfer of values) kepada manusia. Selanjutnya Tuhan berharap agar manusia menjadi ulul albab (orang yang mempunyai pemikiran yang mendalam).

Ketiga, understand, pahami makna dan nilai yang terdapat dalam Kitab Suci. Bagaimanakah cara memahami? Dalam Kitab Suci Tuhan memberi petunjuk, gunakan kalbu (otak depan, bukan hati) untuk memahami ayat-ayat Allah SWT, gunakan mata (otak belakang) untuk melihat tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah SWT dan gunakan telinga (otak samping) untuk mendengar petunjuk-petunjuk Allah SWT. Jika lalai, akibatnya perilaku manusia seperti binatang ternak, bahkan bisa lebih sesat lagi, sehingga mudah digiring ke Neraka Jahanam tinggal bersama jin yang juga tidak memakai otak ! (QS Al-A’raf [7] : 179). Pada otak manusia, reaksi emosional munculnya  seperempat detik. Sedangkan reaksi nalar munculnya dua detik. Bagaimana dengan otak saudara tua kita jin? Ketika sekumpulan jin setelah mendengar Al-Qur’an dibacakan Nabi Muhammad SAW, para jin berkomentar : “Menakjubkan”. Kemudian mereka berkomentar lagi : “Itu petunjuk yang benar” (QS Al-Jin [72] : 1-2).

Ternyata reaksi otak manusia dengan jin itu sama, rasa dulu baru nalar. Lalu apa bedanya manusia dengan jin ? Manusia itu kelihatan karena berasal dari materi yang padat, tanah. Sedangkan jin tidak kelihatan karena berasal dari materi tidak padat, api. Seperti halnya listrik tidak kelihatan, baru kelihatan jika ada lampu yang menyala atau terasa keberadaannya jika kita kesetrum listrik ! Bagaimana melihat jin? Gampang, bakar saja jaket & celana jin (jeans) maka akan tampak jin dalam bentuk asalnya. 

Keempat, maintain, jagalah, peliharalah, pertahankanlah segala makna dan nilai yang tercantum dalam Kitab Suci dalam bentuk perilaku yang bermakna dan bernilai (amal sholeh) seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW (The Living Qur’an) yang sukses melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi (QS Al-Baqarah [2] : 30) dengan berperan aktif di pentas bumi ini, berperan dalam peristiwanya dan pengembangannya. Mengolah bumi di wilayah tempat bertugas, sesuai dengan petunjuk, tugas dan wewenang Allah SWT berikan. Selanjutnya juga sukses sebagai hamba Allah SWT dengan senantiasa beribadah kepada-Nya (QS Adz-Dzaariyaat [51] : 56). Sukses dari belenggu debu tanah dan senantiasa mengarah ke langit menuju Allah SWT tanpa penghalang apapun baik ibadah murni (mahdhah) dan ibadah tidak murni (ghairu mahdhah). Hal ini telah beliau lakukan, maka beliau menjadi manusia yang sesungguhnya manusia (An-Nas, The Mankind) sebagaimana yang dikehendaki Tuhan (The King of Mankind).

Kalbu, Otak, Jantung, atau Hati?

Menurut Syahrur (1991), dalam bahasa Arab al-qalb berasal dari akar kata qa-la-ba. Huruf qaf, lam, dan ba mempunyai dua asal makna. Makna pertama, menunjukkan pada sesuatu yang murni atau istimewa. Makna kedua, adalah berbolak baliknya sesuatu dari satu sisi ke sisi yang lain.

Yang paling murni dan paling istimewa dari segala sesuatu adalah qalb-nya. Kitab Suci secara umum menggunakan istilah al-qalb untuk merujuk sesuatu atau organ yang dianggap paling istimewa dalam tubuh manusia. Organ ini adalah “otak”, yang merupakan sesuatu yang paling berharga bagi manusia sehingga disebut sebagai al-qalb. Fungsi al-qalb ada dua, ialah untuk berpikir (ya’qilu), dan untuk memahami (yafqahu). Untuk membedakan antara al-qalb (yang digunakan untuk berpikir dan memahami) dengan jantung (yang berada pada rongga dada dan merupakan organ pemompa darah) maka kita gunakan al-qalb untuk otak, dan istilah al-‘adhlat ul-qalbiyah untuk jantung. Otaklah yang paling berharga dan ini dapat disimpulkan dari fakta bahwa kematian terjadi dengan berakhirnya proses otak (brain death), bukan berakhirnya proses jantung atau heart death.

Adapun berbolak baliknya sesuatu dari satu sisi ke sisi yang lain ini adalah jantung, bukan hati yang terletak di dalam rongga perut. Jantung (heart) secara simbolik menunjuk pada emosi atau perasaan (sweet heart, broken heart) yang oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, letak emosi atau perasaan dianggap ada di dalam hati (yang merupakan terjemahan salah kaprah dari kata “heart” yang berarti jantung). Sesungguhnya letak emosi di otak pada sistem limbik.

Kata iman diterjemahkan percaya dari kata cahaya. Maka, orang beriman kepada Tuhan berarti mendapat cahaya karena cinta Tuhan kepadanya. Oleh karena itu, tanda-tanda orang itu beriman apabila disebut nama Allah adalah berdebar-debar jantungnya (bukan bergetar hatinya), karena cinta kepada Allah, karena sadar Allah mencintainya. Selanjutnya apabila mendengar ayat-ayat Allah akan bertambah imannya dengan kata lain makin bertambah cintanya (QS Al Anfal [8]:2).

Hal ini serupa dengan ketika disebut nama istri tetanggamu (diam-diam kamu cintai) maka berdebar-debarlah jantungmu. Itu berarti senior, senang istri orang!

Ketika disebut nama anakmu berdebar-debar jantungmu karena engkau mencintai anakmu. Maka, kepala jadi kaki, kaki jadi kepala dan ini dilakukan dengan kecintaan dan ketulusan. Dengan demikian, Tuhan berharap dalam kita beribadah kepada-Nya berdasarkan cinta dan ketulusan (worshiping Allah on the bases of love and sincerity). Inilah ibadah yang paling berkualitas alias ibadah kualitas nomor satu. Jika belum mampu, karena pola berpikirnya ala pedagang hanya cari untung saja, beribadah karena berharap surga, itupun diterima oleh Allah, meskipun kualitas ibadahnya nomor dua. Jika pola berpikirnya masih kekanak-kanakan (childish), beribadah kepada Allah hanya karena takut masuk neraka, itupun diterima Allah meskipun itu ibadah kualitas nomor tiga. Hidup itu pilihan!

Otak Normal dan Otak Sehat

Otaklah yang membuat manusia menjadi manusia, it is the brain that makes man a man (Levingstone, 1967).

Menurut Aswin (1995) selama berabad-abad orang merasa yakin bahwa pusat perilaku bukanlah otak. Jantung (atau hati) paling sering dikatakan sebagai mekanisme utama kegiatan manusia. Filsuf Yunani Plato (420-347 SM) membagi-bagi perilaku diantara tiga bagian tubuh: keberanian dan ambisi berpusat di hati (maksudnya jantung), penalaran di kepala. Sedangkan sifat-sifat yang lebih rendah, seperti hawa nafsu dan rasa lapar berpusat di perut.

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan).

Belum ada definisi kongkrit tentang otak sehat. Karena itu mengacu pada UU tentang Kesehatan tersebut di atas, maka secara sederhana otak sehat dapat diartikan sebagai otak yang keberadaanya juga sehat secara fisik, mental, spiritual, dan sosial (Machfoed, 2016).

Otak sehat (healthy brain) sangat penting bagi kehidupan manusia, lebih-lebih untuk seorang pemimpin yang berotak sehat ibarat matahari yang menyinari semesta alam.

Sinarnya membuat alam hidup bergairah. Otak sehat berbeda dengan otak normal (normal brain). Disebut normal, apabila otak memiliki struktur anatomi dan fungsi seperti apa adanya (anatomical and physiological normally). Otak sehat bukan sekedar otak normal. Otak sehat tidak saja ia dapat berfungsi secara baik, tetapi juga memiliki nilai-nilai (values) tertentu terhadap setiap fungsi yang dimilikinya. Bahwa otak bukan semata-mata daging biasa seperti dipahami oleh masyarakat, tetapi memiliki nilai-nilai (values) membangun peradaban hingga bisa bertahan. Bahkan, kepemimpinan yang tepat, harus bisa mendayagunakan kemampuan otaknya secara optimal sehingga ia melampaui batas kenormalannya menuju kesehatan otak (Machfoed, 2016).

Dahi merupakan lambang kemuliaan. Menurut Pasiak (2012) tulang dahi merupakan tulang tengkorak yang paling tebal karena melindungi otak yang hanya dianugerahkan Tuhan hanya kepada manusia, hewan tidak, yaitu Prefrontal Cortex yang ibaratnya seperti CPU pada komputer. Adapun fungsi Prefrontal Cortex adalah: 1) pengendali nilai (values); 2) pengambilan keputusan (decision making); dan 3) perencanaan masa depan (future planning). Dalam Kitab Suci Tuhan mengingatkan, bahwa Tuhan mengancam manusia yang jika tidak memfungsikan Prefrontal Cortex -nya akan dijungkir kakinya ke atas lalu diseret pada dahinya ke neraka (QS Al Alaq [96]: 15-16 dan QS Ar Rahman [55]: 41). Agar keputusan manusia bernilai, yaitu baik, benar, dan adil syukur-syukur ihsan. Kemudian perencanaan masa depannya bernilai, yaitu Iman dan mengingat Hari Kemudian (The Day After atau The Last Day), maka Prefrontal Cortex, ibaratnya seperti Menter Dalam Negeri, agar tidak sesat senantiasa mohon petunjuk Presidennya para Presiden yaitu Allah SWT, lewat sujud (sholat) dan membaca, memikirkan, memahami serta mengejawantahkan (iqra) nilai-nilai (values) yang tercantum dalam Kitab Suci dalam bentuk perilaku yang bernilai.

Last but not least, orang yang takwa adalah orang yang otaknya sehat karena sukses menggunakan prefrontal cortex-nya yang berada di balik jidatnya, sesuai dengan petunjuk dan kehendak Tuhan. Dengan demikian, menjadi manusia yang berperilaku manusiawi, bukan hewani! Selamat menggapai Lailatul Qadar.

Wildan, Dokter Jiwa RS PKU Bantul Jogjakarta

Nurcholid Umam Kurniawan, Dokter Anak RS PKU Bantul Jogjakarta/Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Ahmad Dahlan Jogjakarta

Exit mobile version