YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Melalui Konferensi Persnya pada Rabu, 20 Mei 2020 yang juga bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional, Muhammadiyah kembali mempertegas posisinya menolak segala macam kebijakan yang dapat mengganggu kedaulatan negara serta merugikan rakyat.
“Baik diminta atau tidak, Muhammadiyah akan selalu hadir untuk menyelesaikan seluruh permasalahan yang bersifat fundamental dan menjadi hajat hidup rakyat Indonesia, khususnya kebijakan yang dikuasakan kepada lembaga negara,” ujar Busyro Muqoddas selaku Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum, HAH dan Kebijakan Publik secara tegas menolak keseluruhan substansi RUU Cipta Kerja, RUU Minerba yang telah ditetapkan menjadi UU, Perpu Nomor satu Tahun 2020, dan Perpres Pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme. Keseluruhan dari kebijakan tersebut dinilai bertentangan dengan jiwa dan nilai-nilai dasar moralitas konsitusi Negara Republik Indonesia.
Muhammadiyah meminta pemerintah dengan penuh pengertian untuk menarik serta menghentikan keseluruhan draf RUU Cipta Kerja yang memiliki banyak kecacatan. RUU ini setidaknya berdampak kepada 70 undang-undang yang ada. Selain itu penyusunan RUU dilakukan secara tertutup oleh DPR. Partisipasi publik sangat diperlukan sehingga terjadi sosialisasi dan kajian secara terbuka agar RUU Cipta Kerja menjadi milik serta berpihak kepada publik.
Permasalahan lain yang tak kalah penting dari RUU ini adalah mengabaikan AMDAL dan izin lingkungan. Mengecilkan arti penting instrumen pencegahan pencemaran, kerusakan lingkungan yang dapat mengancam sektor agrikultur. RUU ini juga mencabut pasal-pasal dalam UU Kehutanan dan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berpotensi menyimpang dari filosofi, konsep, dan prinsip dari UU asalnya. Juga terjadinya pelemahan terhadap hak gugat masyarakat dan penegakan hukum keperdataan serta sanksi administratif.
“Dengan ini sekiranya pemerintah dalam komitmennya pada ikhtiar peningkatan perekonomian negara hendaknya ditempuh dengan penuh seksama, dalam bentuk kajian etis akademis yang didasarkan pada sikap konsisten terhadap moralitas konstitusi,” papar Busyro di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta. (diko)