Oleh: Lutfi Effendi
Al-Qur’an adalah kitabullah (kitab Allah). Diturunkan pertama kali di bulan Ramadhan diperuntukkan bagi manusia. Karenanya, selama Ramadhan ini, penulis akan menyajikan bagaimana Allah memperkenalkan dirinya kepada manusia lewat Al-Qur’an. Tentu hanya sebagian saja yang bisa disajikan selama 30 hari di bulan Ramadhan ini.
Bulan Ramadhan segera berakhir, sudah kita bahas Al Qur’an tulisan bertajuk Allah Memperkenalkan Diri sampai Qs Al Baqarah ayat 27. Ada dua hal pokok yang disampaikan Allah hinga ayat ini. Pertama Memperkenalkan DiriNya Sendiri, Kedua memperkenalkan hubungan Allah dengan Manusia terkait dengan petunjuk yang telah Allah berikan.
Tulisan yang terkait tentang Allah telah dibahas pada nomor lalu, untuk tulisan kali ini dibahas tentang hubungan Allah dengan manusia terkait dengan petunjuk yang telah diberikan Allah kepada manusia.
Hubungan Allah terkait petunjuk ini, diawali bagaimana Allah mengajari manusia tentang berdoa sebagaimana termaktub pada Qs Al Fatihah ayat 6-7:
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ ۙ
ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm
Tunjukilah kami jalan yang lurus,
صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ
ṣirāṭallażīna an’amta ‘alaihim gairil-magḍụbi ‘alaihim wa laḍ-ḍāllīn
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Di sini kita dikenalkan dengan 3 golongan terkait petunjuk Allah untuk menuju jalan yang lurus. Pertama, golongan orang yang memperoleh petunjuk jalan lurus disebut Orang yang telah diberi nikmat oleh Allah. Kedua, orang yang dimurkai Allah karena menolak petunjuk Allah. Ketiga, orang yang sesat, yaitu orang yang tahu petunjuk Allah tetapi tidak menggunakannya sebagaimana mestinya.
Petunjuk Allah itu diberikan oleh Allah melalui kitab-kitabNya yang telah diturunkan kepada Nabi dan Rasul untuk membimbing umatnya, ini bisa dilihat dalam Qs Al Baqarah ayat 4:
وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ ۚ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَۗ
wallażīna yu`minụna bimā unzila ilaika wa mā unzila ming qablik, wa bil-ākhirati hum yụqinụn
dan mereka yang beriman kepada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat.
Sedangkan khusus Al Qur’an pada awal-awal surat Al Baqarah, Allah sudah menyatakan bahwa tidak ada keraguan dalam kitab ini. Tepatnya di Qs Al Baqarah ayat 2: żālikal-kitābu lā raiba fīh, hudal lil-muttaqīn (Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa). Tentu tidak semua manusia meyakini hal ini, ada yang meragukan kitab ini.
Terhadap orang-orang yang masih ragu terhadap kitab ini, maka dalam Qs Al Baqarah ayat 22, Allah memberi tantangan kepada manusia untuk membuat hal serupa yang bisa menjadi pedoman hidup manusia. wa ing kuntum fī raibim mimmā nazzalnā ‘alā ‘abdinā fa`tụ bisụratim mim miṡlihī (Dan jika kamu meragukan (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya). Bahkan kalau perlu membuatnya tidak sendiri bersama yang lain. wad’ụ syuhadā`akum min dụnillāhi ing kuntum ṣādiqīn (dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar).
Orang yang tidak percaya kepada Kitab Allah (Al Qur’an) ini oleh Allah disebut kafir atau dalam Al Fatihah ayat 7 disebut al-maghdub (orang yang dimurkai Allah) . Inilah kenapa orang kafir tidak bisa menerima atau menolak petunjuk Allah yang ada di Al Qur’an, karena memang mereka tidak percaya meski tidak bisa membuat sesurah pun seperti Al Qur’an. Dan oleh Allah, orang kafir ini disediakan api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu.
Sedangkan yang menerima Al Qur’an sebagai petunjuk disebut muttaqin (Qs Al Baqarah ayat 2), sebelumnya disebut orang yang diberi nikmat oleh Allah (Qs Al Fatihah ayat 7) juga disebut orang yang ada di jalan lurus (Qs Al Fatihah ayat 6) Dan kemudian disebut sebagai orang beriman yang jika beramal shalih ganjarannya surga (Qs Al Baqarah ayat 25).
Sementara bagi yang ad-dlalin (orang yang sesat), orang ini memakai Al Qur’an jika menguntungkan. Bila perlu petunjuk yang sudah ia dapat ia tukar dengan kesesatan jika ia merasa dapat keuntungan darinya (Qs Al Baqarah ayat 16):
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ اشْتَرَوُا الضَّلٰلَةَ بِالْهُدٰىۖ فَمَا رَبِحَتْ تِّجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوْا مُهْتَدِيْنَ
ulā`ikallażīnasytarawuḍ-ḍalālata bil-hudā fa mā rabiḥat tijāratuhum wa mā kānụ muhtadīn
Mereka itulah yang membeli kesesatan dengan petunjuk. Maka perdagangan mereka itu tidak beruntung dan mereka tidak mendapat petunjuk.
Termasuk dalam kategori ad-dlalin ini adalah orang fasik sebagaimana termaktub pada Qs Al Baqarah ayat 26 dan 27. Sama dengan orang kafir tempat mereka adalah neraka, hanya saja beda azab. Jika orang kafir mendapat azab yang berat (Al Baqarah 7) maka orang sesat mendapat azab yang pedih. (Qs Al Baqarah ayat 10).
Lalu apa yang bisa kita ambil dari pelajaran di atas? Sebagai seorang takwa yang ada di jalan yang lurus, tentu tidak akan meragukan lagi apa yang ada di Al Qur’an. Apalagi kita sudah tahu perbandingannya dengan golongan yang lain, mestinya menjadi mantaplah kita untuk tetap berpedoman dengan Al Qur’an dalam kehidupan kita di dunia ini. Waallahu a’lam bisshawab (***)