Hukum Anak Melihat Aurat Ibu

anak

Ilustrasi

Pertanyaan:

Saya mau bertanya. Salah satu orang yang dapat melihat aurat perempuan adalah anaknya sendiri. Bagaimana hukum seorang anak mengintip ibunya mandi?

(disidangkan pada Jum’at, 25 Syakban 1439 H / 11 Mei 2018 M)

Jawaban:

Terima kasih atas kepercayaan yang saudara berikan kepada Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk menjawab pertanyaan yang saudara ajukan.

Seputar masalah aurat wanita secara umum pernah ditanyakan dan telah dijawab oleh Majelis Tarjih dan Tajdid yang dimuat pada Rubrik Tanya Jawab Agama dalam Majalah Suara Muhammadiyah no. 18-19 tahun 2003 dan no. 7 tahun 2009. Untuk itu kami menyarankan agar saudara bisa membaca penjelasan kami dalam majalah tersebut agar  bisa mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang persoalan aurat. Namun demikian, kami akan memberikan jawaban atas pertanyaan saudara tersebut yang mungkin belum terjawab secara tuntas dalam fatwa yang telah kami keluarkan.

Allah swt berfirman dalam surah an-Nur (24): 31 tentang aurat wanita,

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَائِهِنَّ أَوْ ءَابَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي اْلإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ .

Katakanlah kepada para wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa tampak daripadanya. Hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” [QS. an-Nur (24); 31].

Dalam ayat tersebut, selain menjelaskan tentang perintah menjaga pandangan, Allah juga menjelaskan tentang siapa saja yang diperbolehkan melihat bagian-bagian dari perhiasan/aurat wanita, bagian mana saja yang tidak boleh ditampakkan pada laki-laki yang bukan mahramnya. Pertanyaannya, adakah dan bagian mana saja dari perhiasan/aurat wanita yang boleh dilihat oleh mahramnya?

Secara garis besar ketika berbicara mengenai batasan aurat wanita, para ulama mengklasifikasikannya menjadi tiga kelompok. Pertama, aurat wanita ialah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Sebagian ulama menyebut bagian ini sebagai az-zinah azh-zhahirah (perhiasan/aurat bagian luar). Kedua, anggota wudlunya; yaitu leher ke atas, lengan ke bawah, dan betis ke bawah. Para ulama menyebut bagian aurat wanita ini sebagai az-zinah al-bathinah (perhiasan/aurat bagian dalam). Ketiga, antara pusar dan lutut. Selain tiga klasifikasi di atas, ada juga kelompok yang mengklasifikasikannya ke dalam dua bagian, yaitu aurat kubra (aurat besar) dan aurat sughra (aurat kecil). Aurat besar bagi laki-laki adalah sesuatu antara pusar dan alat kelamin. Sedangkan bagi perempuan adalah sesuatu antara dada dan alat kelamin. Adapun aurat kecil, baik bagi laki-laki maupun perempuan adalah selain dari aurat besar di atas.

Ada dua pendapat terkait batas aurat mana dari wanita yang boleh dilihat oleh mahramnya. Pendapat pertama menyatakan bahwa aurat wanita di depan laki-laki yang menjadi mahramnya adalah antara pusar dan lutut. Menurut kelompok ini, baik mahram karena nasab, sepersusuan atau pernikahan, tidak diperbolehkan melihat aurat yang terdapat di antara pusar dan lutut. Tapi di luar itu boleh melihatnya.

Adapun pendapat yang kedua menyatakan bahwa aurat wanita di depan lelaki mahramnya adalah anggota wudlu. Menurut kelompok ini lelaki mahram hanya boleh melihat bagian yang biasa nampak ketika wanita beraktifitas (illa ma zhahara minha). Yang dimaksud dengan bagian yang biasa tampak ketika beraktifitas adalah wajah, kepala, leher, tangan sampai siku, dan kaki sampai lutut. Ibnu Qudamah, salah seorang ulama mazhab Hambali, menambahkan penjelasan bahwa boleh bagi lelaki mahram untuk melihat bagian yang biasa tampak di rumah, seperti leher, kepala, dua telapak tangan, kaki, dan semacamnya; dan tidak boleh melihat bagian yang umumnya tertutup, seperti dada atau punggung dan semacamnya.

Berkaitan dengan pertanyaan saudara, jika anak itu sudah baligh maka tidak boleh melihat aurat ibu kandungnya sendiri kecuali bagian yang biasa tampak. Ketika mandi, otomatis semua anggota tubuh dapat terlihat. Oleh karena itu, tidak diperkenankan bagi anak untuk melihat atau mengintip ibunya sendiri ketika mandi. Di samping itu, tindakan mengintip sendiri hakikatnya adalah tindakan yang tidak terpuji, karena di sana ada upaya untuk mencari tahu sesuatu yang sesungguhnya bersifat rahasia atau tidak boleh dilihat.

Mengintip siapa pun itu sesungguhnya tidak diperkenankan dalam Islam. Apalagi mengintip ibu sendiri. Dikhawatirkan akan terjadi penyimpangan orientasi seksual, yakni anak suka terhadap orang tuanya sendiri.

Adapun apabila sang anak masih kecil atau belum baligh, maka perlu diberikan pelajaran-pelajaran yang bersifat edukatif, agar anak memiliki pengetahuan terkait aurat dan segala hal yang berhubungan dengannya. Edukasi itu bisa dimulai sejak dini dengan memberikan pemahaman dan contoh, misalnya, memisah ranjang anak dan orang tua ketika anak sudah hampir baligh, anak diajarkan mandi sendiri, anak diberi tahu agar tidak membuka aurat di depan orang, anak diajarkan untuk memakai jilbab, dan lain sebagainya.

Demikian jawaban dari kami, semoga dapat menjadi perhatian dan tuntunan dalam berperilaku sehari-hari.

Wallahu a‘lam bish-shawab.

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 8 Tahun 2019

Exit mobile version