Mengulas Dokumen 28 Mei 1946: “Amanat Jihad” Muhammadiyah

Pejuang Kemerdekaan

Jenderal Soedirman Pejuang Kemerdekaan Dok Pusdalitbang SM

Mengulas Dokumen 28 Mei 1946: “Amanat Jihad” Muhammadiyah

Muhammad Yuanda Zara

Apakah Muhammadiyah pernah mengeluarkan semacam resolusi jihad pada waktu perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia (1945- 1949)? Jawabannya: ya.

Selama ini, sudah diketahui bahwa Nahdhatul Ulama (NU) menerbitkan resolusi jihad pada tanggal 22 Oktober 1945 guna menyerukan kepada kaum Muslimin, terutama di Jawa Timur, untuk berjihad melawan Inggris-Belanda. Bahkan ada yang menyebut bahwa resolusi jihad tersebut adalah satu-satunya resolusi jihad yang dikeluarkan di masa revolusi. Muhammadiyah, oleh sebab itu, dianggap tidak, atau kurang, berperan dalam mempersuasi kaum Muslim di level bawah dalam menghadapi pasukan asing.

Padahal, banyak warga Muhammadiyah, yang tergabung dalam Tentara Pelajar, Hizbullah, Masyumi, dan Hizbul Wathan, yang turut berpartisipasi membela Republik. Tentunya, ada propaganda luar biasa dari internal Muhammadiyah yang sanggup menggerakkan warga dan simpatisannya ambil bagian dalam perang kemerdekaan. Dan, amanat jihad Muhammadiyah tanggal 28 Mei 1946 mungkin merupakan salah satu penggeraknya.

Dari pengamatan saya atas berbagai kajian yang mengulas peran Muhammadiyah di masa revolusi (antara lain Kutoyo, 1998; Majelis Diktilitbang dan LPI PP Muhammadiyah, 2010; MT Arifin, 2016; Muarif, 2016) ataupun yang mengupas sejarah revolusi kemerdekaan secara umum, tidak ada yang secara khusus mengupas soal resolusi, fatwa, amanat atau pandangan keagamaan Muhammadiyah mengenai peran apa yang diharapkan dari kaum Muslimin, khususnya warga Muhammadiyah, dalam situasi perang melawan Belanda maupun Inggris.

Faktanya, Muhammadiyah pernah pula mengeluarkan resolusi jihadnya sendiri. Ini dikeluarkan oleh Pengurus Besar Muhammadiyah di Yogyakarta pada tanggal 28 Mei 1946 (26 Jumadil Akhir 1365).

Kebulatan tekad Muhammadiyah ini, yang dapat dikatakan sebagai “amanat jihad Muhammadiyah,” lalu dipublikasikan di halaman pertama surat kabar Boelan Sabit (organnya Gerakan Pemuda Islam Indonesia [GPII], sayap pemuda dari Partai Masyumi) yang terbit di Solo tanggal 15 Juni 1946.

Berikut isi Amanat Jihad Muhammadiyah (ejaan dibiarkan sebagaimana aslinya):

KOMANDO MOEHAMMADIJAH
Madjoe Menjerboe Berdjihad
BERSIAPLAH

Kita insjaf bahwa kinilah masanja Allah Jang Maha Bidjaksana mengoedji kita! Marilah kita tempoeh segala matjam oedjian dengan menoenaikan kewadjiban kita. Kemoedian kita serahkan diri kepada Allah apa jang akan terdjadi. Allah telah berfirman:

Jang artinja: “Katakanlah hai Moehammad! Djika kamoe hendak melindoengkan diri dari pada mati itoe tidak ada goenanja” (Ahzab: 16). “Djika kamoe terkena loeka, maka moesoehpoen terkena loeka poela” (Ali Imran: 140). “Berdjoeanglah! Baik ringan ataupoen berat! Dan berdjihadlah fi sabilillah dengan harta, djiwa kamoe sekalian. Soenggoeh jang demikian itoe baik sekali bagi kamoe sekalian djika kamoe mengerti” (Taubah: 41).

“Djika benar2 kamoe menolong ALLAH, ALLAH menolong kepada kamoe dan menegoehkan pendirian kamoe (Moehammad: 7). “Ketika engkau melemparkan panah kepada moesoeh, sebenarnja boekan kamoe jang memanah, tetapi ALLAH djoea (Anfaal: 17).

“Sesoenggoehnja jang berhak mewarisi boemi itoe, ialah hamba kami jang sholeh” (Anbiyak: 105). Mengingat firman ALLAH dan menauladan tjontoh perdjoeangan Rasoeloellah s.a.w. maka kami menjampaikan amanat penting kepada segenap kaoem Moeslimin teroetama anggauta dan keloearga Moehammadijah seloeroeh Indonesia, marilah Bismillahirrahmanirrahim, kita terdjoen kegelanggang perdjoeangan djihad fisabilillah menghadapi perdjoeangan besar2an mengoesir pendjadjah dengan menjerahkan segenap djiwa raga kita kehadapan ALLAH Jang Maha Koeasa!

Ingatlah firman ALLAH jang artinja: “Katakanlah hai Moehammad! Sekali2 bahaja tidak akan menimpa kami melainkan apa jang telah ditentoekan ALLAH bagi kami. ALLAH djoega pelindoeng kami, dan kepada ALLAH hendaklah orang2 Moekmin bertawakkal” (Taubah: 51)

Kita jang ada digaris moeka soepaja teroes madjoe menjerboe pantang moendoer! Dan bagi kita jang ada digaris belakang soepaja tahan memperbanjak toendjangan dan pertolongan, dan pantang kaboer! Kerahkan segenap tenaga, harta benda, dan kepandaian oentoek mempertahankan kekalnja kemerdekaan Negara Repoeblik Indonesia dgn semangat pemberani, djoedjoer, ichlas dan TAQWA. Moedah2-an dengan segera kita menang dan berbahagia. Negara kita kembali aman dan sentausa, kekal merdeka dan berdjasa!

Jogjakarta, 26 Djoemadil Achir 1365 – 28 Mei 1946 Wassalam Merdeka!

PENGOEROES BESAR MOEHAMMADIJAH

Ada beberapa poin menarik di dalam amanat jihad Muhammadiyah ini. Pertama, ini ditujukan kepada kaum Muslimin seluruh Indonesia. Ada sekitar 90 persen penduduk Indonesia yang Muslim, atau sebanyak 65 juta jiwa. Ini adalah suatu audiens yang luar biasa besar pada zamannya. Seruan Muhammadiyah ini merupakan ilustrasi dari persaudaraan dan solidaritas Muslim di seluruh Indonesia, dengan mengenyampingkan perbedaan budaya dan kecenderungan politik mereka. Musuh kaum Muslim Indonesia hanya satu: “pendjadjah.”

Kedua, Muhammadiyah memberikan pengakuan total dan dukungan penuh pada eksistensi Negara Republik Indonesia. Di dalam amanat jihad ini, Muhammadiyah terang-terangan menyebut istilah “Indonesia,” “kemerdekaan”, dan “Negara Repoeblik Indonesia.” Artinya, bagi Muhammadiyah kala itu, Indonesia sudah final. Maka, bila ada ancaman yang hendak meruntuhkannya, Muhammadiyah siap sedia memberikan pembelaannya, termasuk melalui perang. Yang juga patut dicatat adalah doa dan harapan baik Muhammadiyah bagi Negara Republik Indonesia: “aman dan sentausa, kekal merdeka dan berdjasa!” Ringkasnya, ada dua kesadaran yang tengah dibangun Muhammadiyah via amanat jihadnya ini: membela dan memajukan Negara Republik Indonesia.

Ketiga, amanat ini tergolong satu dari sedikit amanat Muhammadiyah yang paling keras. Sepanjang seratus tahun lebih usianya, Muhammadiyah hanya dua kali mengeluarkan fatwa jihad secara resmi. Yang pertama, amanat jihad tahun 1946 yang tengah dibahas ini, sementara yang lainnya dikeluarkan tahun 1965 kala Muhammadiyah berhadapan dengan kaum komunis. Waktu itu, Muhammadiyah menekankan bahwa perang jihad melawan komunis adalah wajib. Fatwa jihad tahun 1965 ini sudah banyak dibahas, berbeda dengan amanat jihad tahun 1946.

Keempat, amanat ini memberi nuansa Islami dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Salah satu tandanya ialah bahwa perjuangan mengusir penjajah dilakukan dengan pengorbanan yang dilandasi keimanan kepada Allah SwT. Ada banyak elemen Islam lain yang ditekankan dalam amanat jihad ini, antara lain sejumlah firman Allah yang dikutip, sikap “ikhlas” dan “takwa” dalam berjuang, serta yang juga menarik adalah salam penutup amanat ini, yang menggabungkan salam yang lazim kala itu (“merdeka!”) dengan salam secara Islam (“wassalam”).

Terakhir (Kelima), sebenarnya amanat ini hanyalah satu di antara berbagai tindakan Muhammadiyah dalam memobilisasi warganya agar berjuang mempertahankan eksistensi Republik. Sekitar dua bulan setelah terbitnya resolusi di atas, umpamanya, ada tindak lanjut dari amanat ini. Pada Juli 1946, Muhammadiyah mengadakan Konperensi Moeballighin se-Surakarta. Menurut satu laporan, tujuannya antara lain untuk “mengambil sikap dan pendaftaran Moeballigh jang akan dikirimkan ke garis pertempoeran goena memberikan penerangan2.”

Masih diperlukan penelitian lebih mendalam untuk menempatkan resolusi jihad Muhammadiyah ini dalam konteks besar sejarah revolusi kemerdekaan. Di samping itu, sebenarnya sejarah Muhammadiyah masa revolusi belum banyak dikaji, bandingkan dengan di masa kolonial atau Orde Baru. Padahal, tahun 1945-1949 adalah periode formatif negara-bangsa Indonesia ketika Muhammadiyah turut berperan aktif di level elite dan akar rumput.

Cukup banyak pertanyaan yang belum terjawab. Bagaimana proses dikeluarkannya amanat jihad ini? Seberapa kuat amanat jihad ini memengaruhi warga Muhammadiyah untuk bergerak? Dan, yang tak kalah pentingnya, apa respon Belanda, yang di masa kolonial pernah bekerjasama dengan Muhammadiyah, terhadap amanat jihad ini? Peran Muhammadiyah dalam masa revolusi sudah tidak diragukan lagi, namun narasi yang lebih rinci patut untuk lebih banyak hadir.

Muhammad Yuanda Zara. Sejarawan, PhD di Universiteit van Amsterdam

Sumber: Majalah SM No 22 Tahun 2017

Dok SM
Exit mobile version