Wildan Kurniawan
Covid-19 adalah konspirasi tingkat dunia, Novel Coronavirus adalah virus buatan elite global, pandemi ini merupakan agenda besar seseorang atau sekelompok orang yang memegang tali kuasa teknologi dunia, dan segelinitir kalimat lainnya dengan tema konspirasi menghias media sosial selama pandemi ini berlangsung.
Lantas, sebagai warga negara baik yang pernah atau sedang mengenyam pendidikan, bagaimana sikap kita untuk menanggapi isu yang semakin digoreng semakin lezat ini? Baiklah, pertama mari kita bedah dulu apa itu teori konspirasi.
Konspirasi adalah sebuah rencana terselubung yang dijalankan oleh segelintir orang. Kamus Cambridge mengartikan konspirasi sebagai “aktivitas bersama orang lain untuk secara rahasia merencanakan sesuatu sesuatu yang buruk atau ilegal.”
Tidak dibatasi elite negara, pejabat negara, aparat negara, bahkan rakyat sipil, sekalipun bisa melakukan konspirasi. Dari konspirasi yang remeh hingga konspirasi untuk menggulingkan seorang penguasa. Usaha untuk menjelaskan sebuah konspirasi disebut teori konspirasi.
Menurut Mark Lorch, seorang pengajar komunikasi sains di University of Hull menyebutkan, bahwa mereka yang percaya teori konspirasi sering terjebak dalam bias konfirmasi. Mereka cenderung mempercayai informasi yang mendukung gagasan awal yang dipercaya sekaligus menyingkirkan informasi lain yang bertentangan. Yang seperti ini tentu jauh dari sikap ilmiah.
Jadi, mereka yang membicarakan suatu kejadian kemudian berusaha menggali informasi yang terselubung dari kejadian tersebut dan mengutak-atiknya sampai menemukan formulasi yang cocok adalah mereka yang sedang bermain teori konspirasi.
Teori Konspirasi dan Pandemi Covid-19
Seperti yang saya tuliskan di atas, tahun ini wabah Covid-19 menyelimuti seluruh dunia. Muncul banyak teori konspirasi tentangnya, salah satunya adalah nama Bill Gates yang begitu gencar dihubungkan dengan awal kemuculan Covid-19.
Bill Gates, pendiri Microsoft Corporation salah satu giant tech di dunia yang kini lebih banyak menghabiskan waktunya di ranah filantropi adalah orang dengan pemberitaan terbanyak terkait keterlibatannya dengan Covid-19. Kebetulan saya adalah pengikut instagramnya. Ia beberapa kali mengunggah postingan kegiatan amal yang dilakukan bersama istrinya. Di salah satu postingan terbarunya, Bill Gates tampak memegang sebuah spanduk yang bertuliskan “THANK YOU, HEALTH CARE WORKERS”. Unggahan berupa video pendek itu ditonton hampir 4 juta kali dan dibanjiri ratusan ribu komentar.
Di video tersebut muncul komentar bervariasi, kalimatnya beraneka rupa, dengan akun yang berbeda-beda. Tapi maksud dan konten komentar itu sama, memojokkan dan menuduh Bill Gates adalah dalang di balik pandemi ini. Mereka pun menuntut Bill Gates untuk bertanggung jawab dan mengakui peran apa yang dia lakukan selama bencana wabah Covid-19. Bill Gates dirundung, dihujat, diancam hendak dibunuh, dianggap pelanggar HAM, dan diperlakukan seperti pelaku kriminal di akun media sosialnya.
Saya bukan pendukung Bill Gates. Saya juga tidak menolak argumentasi bahwa Bill Gates ada di balik pandemi ini, atau Larry Page atau bahkan mungkin seorang Indro Wakrop. Namun, tidak lantas saya menerimanya dengan enteng. Sebagai manusia yang pernah mengenyam bangku sekolah, saya diajari untuk mempercayai sesuatu dengan ilmiah, artinya sesuatu itu haruslah memiliki data akurat yang kredibel, dan bisa dipertanggungjawabkan di dunia jika perlu hingga akhirat.
Berdasarkan prinsip tersebut, menjadi moderat adalah langkah paling bijak. Moderat berarti tidak menolak dan tidak pula menerima mentah-mentah, berdiri di antara keduanya sebagai umat wasathan atau manusia pertengahan. Tidak fanatik dalam mendukung, dan tidak anarki saat menolak.
Tabayyun sebagai Alternatif
Teori konspirasi tidak bisa dilepaskan begitu saja dari unsur politis, tetapi tidak semua teori konspirasi bersifat politis. Ada beberapa orang yang percaya teori konspirasi karena dengan teori konspirasi mereka akan merasa spesial. Keunikan dan keterbatasan informasi dari sebuah teori konspirasi membuat seseorang merasa unik dan berbeda dengan lainnya. Kejenuhan atas pemberitaan media mainstream juga memicu ketertarikan seseorang dengan teori konspirasi.
Dalam Islam kita mengenal istilah tabayyun, sebuah proses yang sangat mulia yang diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW. Tabayyun dalam bahasa Indonesia berarti klarifikasi. Sebagai manusia yang cukup akrab dengan media, kata klarifikasi seringkali digunakan oleh artis-artis atau para influencer ketika tersandung sebuah pemberitaan yang merugikannya. Secara fungsi, tabayyun atau klarifikasi adalah senjata utama untuk menangkal hoaks atau berita bohong.
Memang, teori konspirasi ini tidak bisa lepas dari berita bohong atau hoaks. Keduanya seperti saling melengkapi. Contoh hari ini, ketika banyak teori konspirasi tentang Covid-19 bertebaran di mana-mana, lantas teori siapa yang paling benar? Apakah semua teori bisa dianggap benar? Di mana tolak ukur kebenarannya? Bagaimana jika munculnya teori konspirasi yang sekarang beredar adalah untuk membungkam atau menjatuhkan seseorang? Atau sebaliknya, bagaimana jika kejadian yang ada sekarang murni takdir Tuhan, tanpa ada sangkut paut kepentingan umat manusia terhadap keuntungan dirinya atau golongannya? Siapa yang bisa membuktikannya?
Mungkin terdengar konyol saat teori konspirasi ini disandingkan dengan tabayyun, tapi bagi saya ini sangat masuk akal. Lihat, siapa yang bisa menjawab semua pertanyaan di atas? Jika teori konspirasi yang ada saat ini melibatkan orang atau kelompok tertentu, maka demi mendapat kebenaran mutlak atas kemungkinan konspirasi tersebut, tidak ada cara lain selain bertanya langsung kepada mereka yang dianggap pelaku konspirasi.
Misal, jika Bill Gates dianggap berperan besar di balik pandemi ini, supaya publik percaya dan teori ini bisa dipertanggungjawabkan validitasnya, hendaknya para influnecer yang menyebarkan teori konspirasi khususnya tentang pandemi Covid-19 segara terbang menuju Amerika dan mengatur jadwal untuk membuat podcast dengan Pak Bill Gates. Saya yakin, para influencer atau Youtuber dengan jutaan subscribernya tidaklah sulit untuk mengundang Bill Gates sebagai tamu mereka.
Karena tanpa adanya tabayyun atau klarifikasi atau permintaan kejelasan, teori konspirasi akan memunculkan beragam sikap di ranah masyarakat. Ada yang merasa dipermainkan, ada pula yang merasa bahwa dirinya seperti kelinci percobaan. Munculnya perspektif yang beragam memicu pecahnya konsentrasi dalam menghadapi wabah ini. Sangat berbahaya jika teori konspirasi ini dipikirkan terlalu dalam hingga mengakibatkan stres dan daya tahan tubuh menurun.
Kehadiran teori konspirasi Covid-19 hendaknya kita jadikan sebagai warning atau peringatan bahwa segala kemungkinan bisa saja terjadi di dunia ini. Tidak peduli baik dan buruk apa pun keputusan Tuhan perlu disikapi dengan cerdas. Berikut empat kiat sederhana yang bisa dilakukan dalam menyikapi teori konspirasi yang tiada habisnya ini.
Pertama, biasa saja dalam menyikapinya, tidak perlu heboh seperti reaksi orang-orang yang mendengar kabar Presiden Korut, Kim Jong Un meninggal dan hidup kembali.
Kedua, tidak perlu menyebarkan teori konspirasi yang kita dengar atau baca kepada orang lain, khususnya keluarga atau orang terdekat kita. Karena tidak semua bisa menerima teori konspirasi dengan baik. Demi menjaga hubungan keluarga dan kewarasan berfikir, hendaknya tidak menyebarkan atau memicu obrolan tentang teori konspirasi bersama mereka.
Ketiga, bersikap adil dan cermat dalam menerima dan menyerap informasi yang beredar, khususnya tentang Covid-19 dan teori konspirasi yang membungkusnya.
Keempat, sebisa mungkin menghindari untuk membaca dan mengetahui terlalu dalam mengenai teori konspirasi jika tidak diperlukan. Sekadar mencari tahu bagi saya tidak jadi soal, tetapi pengetahuan tersebut tidak lantas membuat kita menjadi sesat berfikir dan menjadi seorang fanatis teori konspirasi.
Mereka yang menggemborkan Covid-19 adalah konspirasi secara jujur mengakui bahwa virus ini ada dan sangat berbahaya. Dengan beredarnya teori ini saya tidak membayangkan jika para ahli medis, baik perawat atau dokter mempercayainya dan dengan santai berkata kepada pasien Covid-19, “tenang bapak, ibu, adek, simbah, virus ini cuma konspirasi kok. Gak ada yang perlu ditakuti. Ini bikinan elite global yang pengin cari keuntungan.” Bukannya menurun, curva kasus positif serta korban jiwa bisa jadi melonjak drastis.
Bagi saya daripada kita membaca, mendengar apalagi mencari tahu tentang teori konspirasi yang warnanya masih abu-abu tidak jelas itu, lebih baik kita manfaatkan waktu yang kita punya dengan olahraga, beribadah, atau aktivitas lain yang jelas terasa manfaatnya. Bermain Tiktok misalnya?
Wildan Kurniawan, Alumni Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, Tenaga Kependidikan di SMA Muhammadiyah 6 Yogyakarta