Oleh: Deni al Asyari
Jika seorang Muhammad Iqbal dalam sebuah syairnya, pernah menyebutkan sosok Al Afghani, ibarat burung rajawali yang terbang tinggi, namun tak pernah membuat sarangnya sendiri. Maka, apa yang diungkapkan filusuf abad 20 asal Pakistan ini, juga sangat relevan, untuk melihat sosok seorang Ahmad Syafii Maarif atau yang dikenal dengan Buya Syafii
Batang usia yang terus merangkak naik, berbagai peran yang tak pernah henti, mulai dari seorang juru ketik, hingga menjadi sosok negawaran yang bersahaja, tidak mengubahnya menjadi seorang pangeran yang hanya menikmati fatamorgana dunia.
Tubuh lunglai dengan raut wajah yang penuh dengan lipatan, sebagai tanda usia semakin menua, tak membuat sosok Buya Syafii, diam dan tenang, melihat kondisi zaman yang belum seirama antara kata dan perbuatan.
Ketika suara kejujuran dan kebenaran disampaikan, berbalas dengan pelecehan dan penghinaan, tak ada tanda marah dan murka dari sosok Buya. Hanya, dalam sujud dan doa, beliau kembalikan kepada Pemilik Semesta, untuk memaafkan dan berharap kepada setiap orang yang menghinanya, agar semakin hidup hati dan jiwanya.
Jika banyak orang, setelah berkuasa, memiliki deretan harta dan jaringan sumber daya. Buya Syafii, justru jauh dari hingar bingar persoalan dunia apalagi terjerumus dalam sindrom kuasa.
Di ujung usianya yang semakin senja, bukannya berpikir warisan apa yang akan dinikmati anak cucu dan keluarga. Melainkan, mengorbankan waktu dan tenaga, untuk membangun dan mengembangkan sekolah umat, yaitu pondok pesantren Muallimin sebagai warisan Kiyai Dahlan Pertama
Bahkan, dalam kondisi tubuh tak kuasa, beliau sempatkan datang dan hadir ke gedung Grha, mendorong anak-anak muda, untuk memajukan majalah Suara Muhammadiyah, sebagai asal usul jejak jurnalis seorang Buya.
Dan dengan khas logat minang, beliau pesankan kepada setiap anak muda, ” agar tidak menjadi bujang baru berkeris”, namun tetaplah selalu tawadu dan tak lelah untuk membaca serta menggali ilmu. Karena peradaban manusia yang maju, tak akan pernah ada tanpa ilmu yang menopangnya.
Hari ini, tepatnya 31 Mei 2020, menjadi momen spesial, untuk kita belajar banyak hal, dari 85 tahun perjalanan hidup seorang Buya. Untuk menjadi inspirasi dan ibroh bagi kita, generasi muda.
“SELAMAT MILAD KE 85th BUYA SYAFII MAARIF”
Semoga Allah Swt senantiasa memberikan keberkahan dan kesehatan.
Sebuah Renungan Singkat
8 Syawal 1441 H