BPIP Mau Dibawa Ke Mana?

BPIP Mau Dibawa Ke Mana?

Pernyataan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, sungguh membikin gaduh Indonesia. Pernyataannya bahwa agama musuh terbesar Pancasila serta Konstitusi di atas Kitab Suci dalam berbangsa memperoleh reaksi negatif dari banyak kalangan. Tidak kurang dari Romo Magnis-Soeseno yang dikenal santun dan objektf menyampaikan kritik tajam kepada Yudian. Sejumlah pihak bahkan meminta Yudian mundur dan dicopot dari jabatan barunya.

Yudian sempat mengklarifikasi jika ucapannya tentang agama musuh terbesar Pancasila ditujukan kepada mereka yang menggunakan agama untuk memusuhi atau menentang Pancasila. Namun pernyataannya yang menggeneralisasi bahwa agama musuh terbesar Pancasila tetap salah dan menyesatkan. Kesimpulannya selain ceroboh juga menggambarkan kesalahan berpikir yang fatal. Boleh dikatakan pernyataan Kepala BPIP itu sebagai pola pikir radikal-ekstrem. BPIP pun terpapar paham radikal-ekstrem dengan pernyataan tersebut.

Karena itu kita sungguh menyayangkan dan sangat prihatin dengan pernyataan yang sesat pikir dan ekstrem itu keluar dari seorang Kepala BPIP yang semestinya memahami dan menjunjung tinggi nilai luhur Pancasila dan agama. Apalagi Yudian baru saja menjabat posisi eksekutif di BPIP yang di dalamnya banyak tokoh bangsa penjaga marwah bangsa dan Pancasila. Jika Kepala BPIP berkata salah, ekstrem, dan menimbulkan kegaduhan lantas publik menjadi bertanya, mau dibawa ke mana BPIP?

BPIP adalah lembaga yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden yang memiliki tugas membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila. BPIP melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan. BPIP juga melaksanakan penyusunan standardisasi pendidikan dan pelatihan, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan hasil kajian terhadap kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila kepada lembaga tinggi negara, kementerian atau lembaga, pemerintahan daerah, organisasi sosial politik, dan komponen masyarakat lainnya.

Bagaimana mungkin Badan yang bertugas penting seperti itu dan memerlukan kerjasama lintas lembaga negara justru dinakhodai orang yang gemar menciptakan suasana gaduh dan konflik? Lebih-lebih Badan ini berkaitan langsung dengan usaha pembinaan ideologi Pancasila. Pancasila itu sentral rujukan berbangsa dan bernegara bagi seluruh warga dan komponen bangsa serta segenap institusi negara. Pancasila merupakan titik temu semua agama dan kebudayaan bangsa dalam berbangsa dan bernegara. Pancasila merupakan ideologi tengah yang di dalamnya menyerap jiwa dan ajaran agama serta nilai luhur bangsa. Dengan tugas sangat berat itu Kepala BPIP seharusnya mengharmoniskan ajaran agama dan Pancasila, bukan membenturkan agama dan Pancasila.

Kepala BPIP telah berbuat serampangan dan radikal-ekstrem. Sungguh tidak mengherankan jika reaksi publik dan para tokoh semuanya negatif, bahkan banyak yang meminta Kepala BPIP mundur atau diberhentikan, karena dipandang tidak memahami hakikat agama dan Pancasila serta menimbulkan kegaduhan nasional. Pemerintah rupanya telah salah memilih orang yang bukan pada tempatnya. Kita tidak berharap kontroversi menjadi ajang menaikkan popularitas diri sehingga sengaja dibuat dan dinikmati sebagaimana layaknya mereka yang ingin mengejar kursi dengan berbuat aneh-aneh. Sebab yang dikorbankan ialah institusi BPIP sebagai lembaga yang bertugas melakukan kebijakan pembinaan ideologi Pancasila. Lebih dari itu susana berbangsa pun menjadi gaduh dan menambah berat persoalan bangsa dengan memicu konflik antara agama dan Pancasila yang sejatinya harmonis dan saling mengisi dalam membangun jiwa bangsa Indonesia menuju cita-cita utama. (hns)

Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM No 5 Tahun 2020

Exit mobile version