Lukito
Sudah dua Ramadhan Anak sulungku Dzakwan selalu terlambat mudik. Dia harus mengikuti Program pesantren untuk melaksanakan Mubaligh Hijrah. Program ini wajib bagi santri kelas IV dan V. Program Mubaligh Hijrah ini biasa di mulai H-5 sebelum Ramadhan dan berakhir di Ramadhan ke 25. Kegiatan Mubaligh Hijrah yang sudah disepakati dan ditentukan tempatnya untuk beberapa kelompok santri, menunda kepulangan anakku bergabung dengan keluarga.
Ramadhan 1441 Hijrah tahun ini, Sebetulnya giliran anakku yang kedua Hadi. Karena dia sudah duduk di kelas IV. Tapi karena ada wabah Covid 19 yang begitu cepat penularannya, sehingga kegiatan yang sudah direncanakan sekolah tidak dilaksanakan. Santri yang duduk di kelas I, II, IV dan V, dipulangkan terlebih dahulu oleh pondok di pertengahan Maret.
Kemudian untuk yang sudah duduk di kelas III dan kelas VI, salah satunya Dzakwan, masih harus bertahan di asrama. Harus menunggu kebijakan kelanjutan dari pelaksanaan Ujian Akhir dari pemerinah. Meskipun anakku tidak sendiri di asrama, tetapi tetap membuat khawatir Kami. Terutama istriku yang tiap hari mewanti-wanti untuk tetap tinggal di asrama saja, melalui telpon atau lewat WA.
Akhirnya pengumuman dari pemerintah pun datang. Pemerintah Pusat mengambil kebijakan meniadakan pelaksanaan Ujian akhir atau UNAS tahun ini. Dikarenakan adanya virus pandemi Covid 19 yang penularannya sangat masif. Kebijakan dari pemerintah pun langsung segera direspon oleh pesantren. Semua santri kelas VI dan kelas III langsung diperbolehkan untuk kembali ke pangkuan orang tua, melalui protokal penjemputan yang disebar melalui WA oleh wali kelas. Kemudian bagi santri luar daerah, yang orang tuanya tidak bisa menjemput, agar minta ijin kepada wali kelas untuk bisa diperbolehkan pulang sendiri.
Di saat teman-temannya berkemas untuk segera pulang ke pangkuan orang tuanya, Dzakwan malah terkena serangan flu dan batuk. Pembelian tiket kepulangannya pun tertunda. Hal ini membuat istriku semakin khawatir. Lewat telpon atau Wa selalu dilakukan untuk mengetahui kondisi Dzakwan. Sampai makan setiap harinya. Alhamdulillah, Asrama tetap memfasiltasi kebutuhan santri yang masih tinggal di asrama. Dan yang membuat istriku agak lega tentang keadaan Dzakwan, karena masih ada empat temannya yang belum mudik. Akhirnya Dzakwan bisa pulang tiga hari sebelum pelaksanaan PSBB dari pemerintah.
Setidaknya kami tetap harus berhati hati dengan kondisi kesehatan Dzakwan dan Hadi. Selain tetap lapor kepada ketua RT akan kedatangannya di Balikpapan, kami juga lakukan isolasi madiri di rumah. Dan Alhamdulillah kedua anakku sehat wal afiat.
Berkah Ramadhan 1441 H untuk keluargaku bisa berkumpul di rumah. Mengambil hikmah dari pandemi Covid 19 untuk keluargaku bisa berkumpul lebih lama dari biasanya, Meskipun tetap selalu berdoa agar Pandemi Covid 19 segera sirna dari muka bumi. Dengan kehadiran dua anakku yang lebih cepat dari biasanya menambah suasana nyaman keluarga dan semakin mengakrabkan dengan dua saudaranya Rosyad dan Tasnim putri kecilku.
Seperti anjuran dari pemerintah, dan maklumat Pimpian Pusat Muhammadiyah, bahwa kita dianjurkan untuk bekerja di rumah, belajar di rumah, ibadah pun dilakukan di rumah, untuk mengurangi intraksi dengan orang lain, sebagai usaha menghindari tertularnya pandemi. Anjuran ini kami laksananakan yang awalnya sedikit was-was terutama dalam hal ibadah sholat, tetapi kemudian menjadi mantap dan yakin karena mengikuti fatma ulama. Ditambah keyakinan kedua anakku yang baru pulang dari pondok yang selalu tetap bertahan di rumah saja.
Ramadhan 1441 Hijrah pun dilakukan di rumah saja. Terutama sholat terawih dan tadarus. Tahun-tahun sebelumnya sholat terawih dan tadarus sering dilakukan berjamaah di mesjid. Kalau berjamaah sholat terawih di masjid, dilakukan dengan cara dua rokaat salam dua rokaat salam. Kemudian kalau sudah delapan rokaat, pulang duluan. Tetapi kalau sholat terawih berjamaah di rumah, selalu aku biasakan dengan empat rokaat salam, empat rokaat salam, kemudian tiga rokaat untuk witir.
Untuk Ramadhan tahun ini karena dilakukan di rumah saja, maka aku jadwal imam sholatnya. Jadwal imam untuk sholat isya’ sholat Terawih, dan sholat witir. Malam Ramadhan pertama aku, ayahnya. Ramadhan kedua jadwalnya Dzakwan. Ramadhan ketiga jadwalnya Hadi. Dan begitu seterusnya bergiliran selama bulan Ramadhan. Anakku yang ketiga yang sudah duduk di kelas III SD, aku kasih tugas iqomat.
Surat yang kubaca pada Ramadhan pertama adalah An naba. Aku sampaikan kepada anak-anakku untuk melanjutkan urutan surat selanjutnya malam besok. Jai bisa khatam juz 30.
Menginjak Ramadhan kelima, aku mulai befikir, “ Kok cepet betul. Sudah sampai surat Al Fajr.” Akhirnya aku berkata kepada kedua anakku, “Mulai malam ini yang melanjutkan juz 30 ayah saja. Mas Dzakwan sama mas Hadi ngambil surat yang lainnya.”
Kedua anakku sebetulnya keberatan, tapi aku jelaskan, “sekalian murojaah hafalannya mas.” Keduanya hanya bisa ketawa.
Malam Ramadhan berlanjut. Kedua anakku selalu membaca surat-surat yang ada di juz 28 dan 29. Sekali –kali Hadi membaca petikan ayat pada juz 1. Sehingga bacaan surat pada sholat terawihnya selalu berbeda. Aku hanya bisa mendengarkan bacaan surat yang dibaca anakku. Karena tidak hafal. Ingin rasanya menyimak dengan memegang kitab suci Al Qrur’an saat sholat terawih, tetapi tidak kesampaian, karena Dzakwan selalu melarang.
Dengan adanya jadwal imam sholat isya dan terawih di rumah, semakin membiasakan ketiga anakku untuk tadarus. Mereka selalu membuka Al Qur’an ba’da dzuhur atau ba’da maghrib. Persiapan menjadi imam. Anakku Tasnim yang baru berusia 3,5 tahun pun jadi lancar membaca surat Al Fatihah. Karena tiap hari mendengarnya berulang ulang.
Untuk membangun kepercayaan dirinya, aku tetap berusaha mengkritisi bacaan Al Qur’an anakku. Terutama dalam masalah tartil. Terlalu kecepatan. Namun sampai akhir Ramadhan tidak berhasil untuk merubah sedikit lambat bacaannya. Akhirnya aku menyadari sendiri, bahwa mungkin itu sudah gaya hafalannya.
Giliran jaga malam dari pak RT, aku wakilkan kepada anakku. Awalnya Dzakwan keberatan, mungkin melihat kondisi ayahnya yang sering batuk-batuk, sehingga terpaksa mau melakukan. Anaku Hadipun kusuruh ikut jaga malam. Aku lakukan ini agar anak-anakku memiliki sedikit pengalaman hidup di kampung.
Ramadhan akhirnya bisa dilalui dengan sempurna, meskipun di rumah saja. Suasana rumah selau ceria, meskipun di rumah saja. Anak-anak merasa nyaman dengan menu di rumah, hasil bikinan ibu dan anak-anak. Bikin kue yang sebetunya untuk lebaran, tapi habis disantap sebelum lebaran. Sekali tempo aku membelikan jajanan makanan diluar untuk buka puasa. Tapi selalu dikritik oleh Dzakwan agar nggak usah beli lagi.
Idul firi 1441 Hijrah di rumah saja. Meskipun mesjid terdekat ada yang mengadakan sholat id, tetapi Kami sekeluarga melaksanakan sholat id di rumah. Aku menjadi imam sholat idul fitri. Istriku dan keempat anakku mejadi makmumnya. Seperti yang selalu dilakukan selama ini sholat berjamaah di rumah. Sekali tempo ada keponakanku seusia Rosyad ikut berjamaah di rumah. Selesai sholat Id, kami ajak anak anak untuk berdoa. Semoga virus covid 19 segera hilang, dan negara tetap aman. Kemudian diakhiri dengan sungkeman.