Umar bin Abdul Aziz, khalifah ideal. Ia menjadi teladan memimpin sebuah negeri. Pemimpin yang shalih, kharismatik, bijaksana, dan sangat dekat dengan rakyat. Sosok yang membuang jarak pemimpin dan umatnya. Penghafal Hadits, mujtahid, zahid, dan ahli ibadah. Pribadi yang layak digelari Amir al-Mukminin.
Umar memiliki garis keturunan dari Umar bin Khaththab. Nama lengkapnya Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin al-Hakam bin Abu al-Ash bin Umayyah bin Abd Syams bin Manaf. Anak pertama dari sepuluh bersaudara. Ayahnya, Abdul Aziz bin Marwan, adalah salah seorang dari Gubernur Klan Umayah. Ia seorang yang pemberani dan suka berderma. Abdul Aziz adalah pria shalih yang pemahaman Islamnya sangat baik. Ia merupakan murid Abu Hurairah. Abdul Aziz menikah dengan seorang wanita dari keturunan Umar bin Khaththab: Ummu binti Laila binti Ashim bin Umar bin Khaththab.
Umar bin Abdul Aziz dilahirkan pada tahun 61 H di Kota Madinah. Selain terlahir dari darah biru, Umar bin Abdul Aziz memiliki warna kulit cokelat. Berwajah lembut dan tampan. Berperawakan ramping, berjanggut rapi, bermata cekung, dan di keningnya terdapat bekas luka akibat sepakan kaki kuda. Oleh karena luka itu, ia dijuluki Asyaj Bani Umayah (yang terluka di wajahnya).
Umar bin Abdul Aziz tergolong anak yang cerdas dan memiliki hafalan yang kuat. Kedekatan dengan Abdullah bin Umar bin Khattab, menyebabkannya sering bermain ke rumah beliau ini. Hubungan ini yang berpengaruh kuat dalam kehidupan Umar, utamanya ilmu agama. Kecintaan Umar terhadap ilmu tampak pada kemampuannya menghafal AlQur’an ketika masih kanak-kanak. Ia rajin dan terbiasa berkumpul dengan para sahabat nabi dan menimba ilmu di majelis mereka.
Umar berguru pada banyak sahabat. Akan tetapi, di antara gurugurunya itu, yang sangat mempengaruhinya adalah Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Mas’ud. Ia sangat menghormatinya, menimba ilmu darinya, beradab dengan meniru perilakunya, dan sering mengunjunginya. Ketika menjadi Gubernur Madinah, Umar masih sering mengunjungi gurunya itu.
Setelah tinggal lama di Madinah, Umar menyusul ayahnya yang saat itu menjadi Gubernur Mesir. Ia pun tinggal di sana beberapa waktu lamanya. Prestasi-prestasi ayahnya ketika memimpin Mesir sangat membekas dalam dirinya. Pada masa Abdul Aziz inilah Mesir mengalami masa paling gemilang. Ia banyak mengadakan perbaikan-perbaikan. Abdul Aziz dikenal sebagai pemimpin yang toleran dan dermawan. Ketika meninggal dunia, ia hanya meninggalkan kekayaan tujuh ribu dinar. Dedikasi dan keikhlasan dalam mengemban tugas itulah agaknya yang menurun ke Umar ketika menjabat sebagai Kepala Negara.
Semasa kekhalifahan Walid bin Abdul Malik, Umar yang usianya masih sekitar 28 tahun, memegang jabatan Gubernur Madinah. Pada masa Sulaiman bin Abdul Malik, Umar dilantik menjadi menteri kanan dan penasihat utama khalifah. Usianya 33 tahun saat itu. Tidak berselang lama, ia mempersunting Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan sebagai istrinya.
Pada usia 37 tahun, atas wasiat Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, Umar diangkat sebagai khalifah. Ia dilantik selepas kematian Sulaiman bin Abdul Malik. Sesudah diangkat menjadi khalifah dan Amir al-Mukminin, Umar meminta seluruh perhiasan yang dimiliki istrinya dan menyerahkan seluruhnya ke Baitul Mal, kas negara kaum Muslimin. Sementara Umar bin Abdul Aziz dan keluarganya makan makanan rakyat biasa, yaitu roti dan garam sedikit.
Selama menjadi khalifah, ia mengubah kebijakan yang berbau feodal. Ia menghapus kebijakan tentang cacian terhadap Ali bin Abi Thalib dan keluarganya dalam khutbah-khutbah Jum’at. Ia menggantinya dengan beberapa potongan ayat Al-Qur’an. Ia mengambil pulang harta-harta yang disalahgunakan keluarga Khalifah dan mengembalikannya ke Baitul Mal. Ia memecat pegawai yang tidak cakap, yang menyalahgunakan kekuasaaan, dan yang berbau nepotisme. Ia menghapus kebijakan tentang pegawai pribadi bagi Khalifah. Kebijakan ini membebaskan Umar bergaul dengan rakyat jelata, tanpa sekat.
Umar sangat menitikberatkan pada kebijakan untuk rakyat miskin. Ia menaikkan gaji buruh, sehingga ada yang menyamai gaji pegawai kerajaan. Di bidang ilmu, ia mengarahkan intelektual Muslim supaya menterjemahkan buku-buku kedokteran dan bidang ilmu lain dari bahasa Yunani, Latin, dan Suryani ke dalam bahasa Arab. Ia juga menghapuskan Jizyah yang dikenakan kepada non-Muslim, dengan harapan mereka akan memeluk Islam.
Demikianlah, Khalifah Umar bin Abdul Aziz terkenal dengan keadilan sebagai tonggak utama pemerintahannya. Ia ingin semua rakyat dilayani dengan adil, tidak memandang keturunan dan pangkat, supaya keadilan dapat berjalan dengan sempurna. Pada masa pemerintahannya, tidak muncul pemberontakan. Tidak terjadi penyelewengan. Rakyat memperoleh layanan yang sewajarnya. Ekonomi pun berkembang pesat. Hingga Baitul Mal penuh dengan harta zakat karena tidak ada lagi orang yang mau menerima zakat. Wajar jika pada zaman Umar bin Abdul Aziz ini, pasukan kaum Muslimin sudah mencapai pintu Kota Paris di sebelah barat dan negeri Cina di sebelah timur. Pada waktu itu, bahkan Portugal dan Spanyol sudah berada di bawah kekuasaannya.
Sayangnya, Umar bin Abdul Aziz tidak lama menjadi Khalifah. Hanya 29 bulan. Ia wafat tahun 101 H. Meninggalnya pun sangat tragis: diracun oleh budaknya. Para pejabat pada masa kekhalifahan sebelumnya, yang banyak dirugikan oleh kebijakan Umar, diduga bersekongkol melakukan pembunuhan. Dengan dijanjikan seribu dinar dan dimerdekakan, budak Umar bersedia meracun majikannya, Khalifah Umar. Umar sebenarnya mengetahui kapan ia diracun oleh budaknya. Umar memanggil sang budak, meminta “upah” tersebut dan menyerahkannya ke Baitul Mal. Ia pun meminta sang budak untuk pergi ke tempat yang tidak terlihat orang lain.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun wafat dengan hanya meninggalkan sedikit harta untuk anak-anaknya. Setiap anak laki-laki hanya mendapatkan jatah 19 dirham. Umar tidak memiliki usia panjang. Ia wafat pada usia 40 tahun. Usia yang masih relatif muda. Namun, di balik usia singkatnya, ia telah berbuat banyak untuk peradaban manusia. (ba; dari berbagai sumber)
Majalah SM No 17 Tahun 2015