Resyanda Fadhila Safira
Virus Corona adalah salah satu penyakit yang menggemparkan seluruh dunia. Penyakit tersebut selalu menjadi topik yang hangat untuk dibicarakan. Saat ini, media online/ cetak merupakan satu-satunya alat agar masyarakat mengetahui kondisi di luar rumah. Sesuai dengan fungsinya, media as a window dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang terjadi di luar sana. Namun, tidak jarang berita dengan judul clickbait dihadirkan oleh media agar menarik perhatian dan menaikkan jumlah pembaca. Tentu hal ini bertentangan dengan fungsi media as a mirror yaitu merefleksikan apa adanya tentang berbagai peristiwa yang terjadi. Akan tetapi judul clickbait tidak selalu negatif, jika judul dan isi beritanya sesuai maka itulah penyampaian berita yang benar.
Menurut Biyani, Tsioutsiouliklis, dan Blackmer (2016) ada delapan tipe clickbait, yaitu exaggeration (judul yang berlebihan pada halaman URL); teasing (judul yang mengolok-olok atau mencoba memprovokasi seseorang dan bertujuan untuk membangun ketegangan atau menggoda); inflamatory (judul yang bermaksud membangkitkan perasaan marah atau penuh kekerasan dengan menggunakan ungkapan atau penggunaan kata-kata yang tidak tepat/vulgar); formatting (judul yang terlalu sering menggunakan huruf kapital atau tanda baca, terutama tanda seru); graphic (judul yang mengandung hal-hal cabul, mengganggu/ menjijikkan atau tidak bisa dipercaya); bait-and-switch (hal yang dituliskan di judul tidak ada di URL sehingga memerlukan klik tambahan atau bahkan tidak ada sama sekali); ambigous (judul yang tidak jelas atau membingungkan dengan tujuan untuk memicu keingintahuan/ambigu); wrong (judul maupun artikel yang salah, yaitu fakta yang tidak benar).
Diihat dari tipe clickbait tersebut, media online memang sering menggunakannya untuk membuat orang penasaran dan akhirnya membaca artikel tersebut. Apalagi di tengah pandemi seperti ini, berita dengan judul clickbait semakin marak sehingga membuat masyarakat panik hingga geram.
Di tengah pandemi corona, media seharusnya bisa memberi rasa tenang pada masyarakat. Adanya transparasi data dari pemerintah harus bisa dikemas secara baik oleh media agar tidak menimbulkan kepanikan masyarakat. Dalam makalah The Psychology of Curiosity: A Review and Reinterpretation, George Loewenstein menjelaskan tentang Curiousity Gap, yaitu rasa ingin tahu yang muncul ketika perhatian menjadi terfokus pada kesenjangan dalam pengetahuan seseorang. Kesenjangan informasi ini menghasilkan perasaan kekurangan sehingga menimbulkan motivasi untuk menyelesaikannya dengan cara mendapat informasi yang hilang. Pada era sekarang, teknologi yang semakin maju melahirkan clickbait untuk mengeksploitasi rasa keingintahuan para calon pembaca. Tidak hanya sekadar mencari perhatian, judul clickbait juga mengundang publik untuk mengunjungi web agar angka kunjungan meningkat dan pihak media mendapat pemasukan dari iklan.
Namun, tidak semua clickbait memiliki dampak negatif. Salah satu dampak positifnya adalah memancing masyarakat untuk pembaca. Dari hasil riset World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity (CCSU) pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara tentang minat membaca. Padahal Indonesia memiliki infrastruktur yang memadai untuk mendukung gerakan membaca, yang berada di atas negara-negara Eropa. Tentu itu bukan hasil yang dapat dibanggakan. Dari data di atas, dapat diketahui bahwa minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah. Dengan adanya clickbait, masyarakat akan tertarik dan akhirnya membaca berita karena adanya rasa ingin tahu tersebut.
Akan tetapi, dalam kondisi seperti ini sebaiknya media dan masyarakat bisa bekerjasama untuk menciptakan lingkungan yang tenang, sehingga tidak akan ada kepanikan/ kehebohan yang berlebihan. Media bisa menyajikan berita yang menarik dan informatif, serta mengurangi berita yang hanya mengandalkan judul clickbait. Jika berita tersebut memiliki judul clickbait, maka konten yang disajikan juga harus sesuai dengan isi agar publik tidak kecewa dan media tersebut tidak mendapat reputasi yang buruk. Selain itu, masyarakat juga harus lebih meningkatkan tentang literasi media. Hal itu bertujuan agar masyarakat tidak mudah terjebak dengan berita clickbait dan menerima informasinya mentah-mentah, lalu menyebarluaskannya ke media sosial yang lain.
Resyanda Fadhila Safira, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Malang