Prof Nawir Yuslem: Kebertauhidan Modal dan Benteng Ampuh Hadapi Covid-19

MEDAN, Suara Muhammadiyah – Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumatera Utara Prof Dr Nawir Yuslem mengatakan, kebertauhidan sebagai keberIslaman disebut Islami Life. Ini merupakan sesuatu yang mengantarkan kita akan keyakinan bahwa Allah itulah yang berkuasa dan menciptakan. Allah itu yang memelihara dan mengatur bahkan menguasai alam semesta. Ciri pertama kebertauhidan ini menjadi modal dasar dan sekaligus benteng dan senjata yang ampuh dalam menghadapi pandemi Covid-19.

“Kalau merujuk persyarikatan Muhammadiyah, kehidupan bertauhid merupakan bagian dari Mukaddimah Anggaran Dasar (AD) Muhammadiyah dan pokok pikiran pertama, bertauhid merupakan sesuatu yang menjadi landasan dalam berMuhammadiyah,” kata Nawir Yuslem pada Kajian Virtual yang diselenggarakan PW Muhammadiyah Sumut, Majelis Pustaka dan Informasi PWM Sumut dan MCCC Sumut, Sabtu, 6 Juni 2020. Kajian Virtual dibuka oleh Ketua PW Muhammadiyah Sumut, Prof Dr Hasyimsyah Nasution, MA dengan pematik Sekretaris PW Muhammadiyah Sumut, Irwan Syahputra, MA dan moderator Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Sumut, Syaiful Hadi.

Nawir menjelaskan, sebagai umat Islam lebih spesifik warga Muhammadiyah sudah memiliki bekal, bahwa apa yang terjadi sekarang, yang dicemaskan, dikhawatirkan yakni Covid 19 di mana tidak kunjung berakhir. Maka, bekal keberIslaman dengan menyakini Allah, sebagai satu-satunya yang berkuasa, mencipta, mengatur alam semesta sehingga membuat ada semacam tidak gamang, takut dan cemas, dengan new normal ini. Kalau tidak memiliki pemahaman yang positif dan didukung keberislaman yang baik dan benar, bisa salah kaprah, seolah-olah kita seperti normal kembali. Padahal, new normal tidak harus sama dengan apa yang terjadi sebelum Covid-19.

“New normal ini bisa dipahami aturan, prosedur, protokol dan kita laksanakan serta ikuti untuk menjadi sesuatu yang normal dalam kehidupan, sepanjang covid 19 belum berakhir,” katanya.

Guru Besar UIN Sumut ini mengungkapkan, sering kali dalam suasana yang luar biasa, dalam bentuk musibah membuat orang yang lupa kepada Tuhan, akhirnya tersadarkan. Boleh jadi ini merupakan wujud apa yang diajarkan Al-Qur’an. Bagaimana cara Allah mengingatkan dan menyadarkan manusia.

Pengabdian

Setelah kebertauhidan, Nawir Yuslem menyampaikan maka akan berlanjut pada tindakan dan perbuatan melaksanakan aturan. Tindaklanjut tauhid akan menjadikan manusia hadir, sebagai pengabdi atau beribah kepada Allah. Tuntutan Al-Quraan lanjut tentang kehidupan Islami, selain bertauhid adalah beribadah kepada Allah.

Dia mengaku, hubungan dengan Covid 19. Dalam pelaksanaan beribadah ini, terutama ibadah yang sifatnya berhubungan berjamaah. Seperti salat berjamaah, salat Jumat, salat terawih dan salat Idulfitri, sebagai persyarikatan, organisasi telah melahirkan tuntunan, dengan lahirnya maklumat dan tuntunan ibadah dari PP Muhmamdiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid,

“Dalam suasana new normal, kita sudah mendengar tuntunan ibadah. PP Muhammadiyah sudah mulai memberi kesempatan untuk melaksanakan ibadah yang sifatnya berjamaah. Namun tetap dalam kerangka taat dan patuh pada protokol kesehatan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan diikuti oleh warga persyarikatan. Ini bentuk kehidupan Islami yang kedua. Terkait bagaimana manusia melaksanakan ibadah kepada Allah, seperti ibadah Mahdhah dan Ghairu Mahdha. Untuk, ibadah Ghairu Mahdha bisa berijtihad, berkreasi dan berinovasi, sepanjang tidak bertentang dengan larangan Allah SWT. Misalnya disebut Muammalah duniawiyah, silahkan melaksanakan sepanjang tidak ada larangan Allah. Ini tetap mengacu pada suasana new normal yang tetap mengaju kepada protokol kesehatan dan tidak sampai mengantarkan pada mudharat. Dalam larangan Allah, tidak dibenarkan menjerumuskan diri kita kepada mudharat,” urai Prof Nawir.

Dia menambahkan, sebagai wujud dari beribadah adalah kita menerima dan mengembangkan amanah, maka di antaranya amanah yang ditetapkan dan diberikan Allah sebagai khalifah. Ini merupakan cermin kehidupan Islami. “Kita harus memerankan diri sebagai Khilafah,” katanya.

Disampaikan Surah Hud;61; Ingat ketika Tuhanmu menyampaikan pada para malaikat, aku akan menjadikan bumi ini khalifah dimasukkan adam dan anak cucunya.

Jadi ini merupakan wujud dari kehidupan Islami bahwa kita bertugas dan berfungsi menjadi Khalifatullah. Apa sebenarnya fungsi dan peranan, ini bagian Mukaddimah AD Muhammadiyah, menunaikan amanah yang mewujudkan Khalifatullah, wujudnya menciptakan kemakmuran di muka bumi. Wujud kemakmuran, melahirkan perbuatan baik dan menghindari, mengeliminasi, atau mereduksi berbagai kegiatan yang bisa merusak. “Jadi peran kita pengganti Allah dalam rangka mewujudkan apa yang diinginkan kebaikan di bumi,” katanya.

Di sini, lanjutnya sebagai warga Muhammadiyah dan umat manusia secara umum, terpanggil dalam suasana perang Covid-19, keterlibatan untuk melahirkan apa yang namanya Al-Ihsan, Al-Khair. Salah satu yang popular fastabiqul khairat (berlomba-lomba mewujudkan kebaikan), mulai tingkat nasional, wilayah, daerah, cabang hingga ranting.

“Hendak berbuat baik, kepada ibu bapak, kerabat, anak yatim, orang miskin di mana pada pandemi Covid-19 ini, bertambah jumlah angka orang yang miskin, bisa jadi karena keterbatasan berusaha, PHK, ditutup berbagai kegiatan usaha dan tetangga di sekitar, yang dekat maupun jauh, teman seperjalanan, ibnu sabil, orang yang berada di bawah kontrol dan kekuasaan. Inilah yang disebut kehidupan Islamic life agar bisa saling melahirkan dan memberikan kebaikan,” katanya.

Selain bertauhid, beribadah dan menunaikan ibadah sebagai khalifah, maka dalam rangka memaksimalkan kehidupan Islami maka dituntut untuk menyakini, mengamalkan dan taat aturan yang ditentukan. Konsekuensi lanjut dari tiga subtansi Islam adalah melaksanakan syariat. Syariat ini menurut rumusan Mahmud Syaitut tidak dipahami sempit oleh umat Islam tetapi lebih jauh. Ada syariat yang diturunkan oleh Allah sifatnya detail dan siap pakai, atau ada yang perlu lebih lanjut untuk menata hubungan dengan Tuhan, menata sesama muslim, hak-hak dan menata hubungan sesama saudara, umat Islam tanpa membedakan agama dan keyakinan, terutama kondisi, hubungan dengan alam semesta, sumber daya, hewan, dan tumbuh-tumbuhan.

“Ini empat subtansi, kita sebagai Muhammadiyah, menjadikan Islam itu sebagai pedoman hidup dalam keseharian dan harus diwujudkan, PHIWM sudah dikenal, mungkin perlu dalam kondisi suasana pandemi, kita baca kembali terutama dalam menghadapi Islamic life new normal. Dalam Muhammadiyah PHIWM itu  harus diwujudkan, subtansi Islam yang minimal dirinci dalam empat, dalam kehidupan pribadi orang per orang, kehidupan keluarga, kehidupan bermasyarakat, bertetangga, berteman, dan dalam kehidupan berorganisasi, tingkat paling rendah, ranting, cabang, daerah, wilayah dan pusat. Jadi dengan mengimplementasikan PWIHM adalah merupakan aktualisasi dan implementasi subtansi kehidupan Islami yang coba digali dari Al-Quraan dan As-Sunnah,” ajaknya. (maf/syaifulh/riz)

Exit mobile version