BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil turut menghadiri Silaturahim Ba’da Idul Fitri 1441 H bersama keluarga besar Universitas Muhammadiyah Bandung secara daring. Dalam kesempatan tersebut Ridwan kamil mengucapkan apresiasi bagi Muhammadiyah atas kiprahnya selama ini.
“Saya bangga dengan Muhammadiyah, karena kongrit. Jumlah universitasnya banyak sekali, jumlah rumah sakitnya banyak sekali, insyaAllah sudah paling benar dalam membawa peradaban berkemajuan ini luar biasa,” tutur Ridwan Kamil, Rabu (10/6).
Silaturahim Online Universitas Muhammadiyah Bandung dihadiri Prof Dr Suyatno, MPd, Ketua PP Muhammadiyah Prof Dr Dadang Kahmad, MSi, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Wakil Ketua BPH UM Bandung Sandiaga Salahuddin Uno, MBA, dan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat KH Syuhada serta keluarga besar Muhammadiyah dan warga masyarakat Jawa Barat.
Emil, sebutan mantan Walikota Bandung tersebut, mengenang sebagai alumni TK ‘Aisyiyah. “Saya merasakan Kemuhammadiyahan dalam sekian persen kebahagiaan dan kegembiraan saya sebagai manusia dan pemimpin,” katanya.
Selain itu, Emil merasa tersemangati oleh nasihat keluarga besar Muhammadiyah. Salah satunya yaitu nasihat Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir, MSi tentang umat Islam sebagai khairu ummah.
“Kita yang umat Islam ini adalah umat terbaik, maka kudu (harus-red) percaya diri,” tandas Emil. Problemnya ada di Sila ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia, jika bersatu bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa yang luar biasa.
Terkait sebagai tugas kepala daerah dalam menghdapi pandemi Covid-19, Ridwan Kamil menyebut kuncinya ada di kekuatan batin. Ini adalah ujian Allah SwT, untuk melewati krisis ini hendaknya mendengar nasihat dari ulama. “Selalu menggunakan ilmunya ulama, agar lahir adilnya pemimpin, berlimpahnya dermawan orang-orang kaya, dan diijabahnya do’a-do’a dhuafa,” tutur Ridwan Kamil.
Covid-19, katanya, bukan hanya darurat kesehatan. Dua bulan pertama memang darurat kesehatan, kemudian dua bulan berikutnya darurat ekonomi, bahkan di beberapa negara lain sudah darurat sosial-politik.
Ridwan Kamil menyebut Covid-19 adalah penyakit kerumunan. Ada kerumunan, di situ ada Covid-19. Tidak ada kerumunan, jauh dari Covid-19. “Karena selama ini berbagai penyakit sudah ada di sekitar kita, seperti flu, atau HIV masih ada, tetapi sudah ditemukan vaksin atau obatnya. Jadi penyakitnya tidak hilang sama sekali,” terangnya.
Sebelum vaksin Covid-19 ditemukan, langkah melawannya hanya satu yaitu pencegahan. Langkah dalam pencegahannya seperti menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan.
Jawa Barat, dalam laporannya, memiliki jumlah penduduk terbesar di Indonesia yatiu 50 juta jiwa. Akan tetapi berkat berbagai usaha yang dilakukan, index penularannya 4 terbawah dari 34 provinsi.
Kata Ridwan Kamil, dalam melihat covid-19 semestinya dalam konteks berperang. Jika dulu berperang melawan penjajahan, kini berperang melawan penjajahan Covid-19. Di garda depan ada dokter dan tenaga kesehatan yang bahkan mereka berkorban nyawa. Kemudian masyarakat dapat juga membela negara dengan membantu sesama dengan menyumbangkan hartanya, ilmu sesuai bidangnya, maupun bantuan tenaganya untuk menjadi relawan. Sisanya dapat melakukan bela negara dengan disiplin dengan menjauhi kerumunan.
Sebelum Covid-19, di Provinsi Jawa Barat ada 25% yang meminta subsidi bantuan pemerintah. Sementara itu, di era Covid-19 ada 63% atau dua per tiga warga masyarakat Jawa Barat menjadi tangan di bawah. “Semoga warga Muhammadiyah semua berada dalam golongan tangan di atas,” harap Ridwan Kamil.
Emil menyinggung anggaran Pemprov Jawa Barat hanya 40 triliun untuk 50 juta orang. Dua pertiganya meminta bansos. Oleh karena itu Pemprov memberhentikan semua program kecuali Covid-19 dan pendidikan.
Karena saat ini situasinya Covid-19 tidak akan hilang dalam waktu dekat, maka masyarakat hidup berdampingan bukan berdamai. Tetapi berdampingan dengan melawan.
Ridwan Kamil mengibaratkan dalam menghadapi Covid-19 ini seperti mengedarai sepeda di antara dua jurang. Pertama jurang darurat kesehatan dan kedua jurang darurat ekonomi. “Jangan sampai terlalu ke ekonomi yang kemudian masuk jurang darurat kesehatan yang tidak terkendali, atau terlalu ke kesehatan lupa ekonomi, yang mengakibatkan terjadi kerusuhan, kelaparan, hingga krisis,” ungkapnya.
Oleh karena itu Pemprov Jabar menerapkan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). Penerapan AKB dilakukan dengan skema beberapa tahap. Seperti pembukaan kembali fasilitas umum, roda perekonomian, hingga pendidikan.
Berkaca kepada beberapa negara, terkait pembukaan kembali sekolah atau fasilitas pendidikan perlu dilakukan dengan kehati-hatian. Sekolah bisa menjadi tempat baru penyebaran virus Covid-19. Oleh karena itu Pemprov Jabar telah menyiapkan sekitar 620 mobil test Covid-19. “Dikirim setiap hari untuk melakukan sidak, nanti mengecek di kerumunan, mengecek pasar, di setiap bubaran Jum’atan, bubaran toko dan sebagainya, untuk memastikan sambil ekonomi mulai bergerak, kesiapsiagaan kita tidak dikendurkan,” tutur Emil.
Penanganan Covid-19 Ala Ridwan Kamil
Kemudian, Emil memaparkan lima rumus yang digunakan Pemprov Jawa Barat dalam pengendalian Covid-19. Pertama, yaitu pro aktif. Ketika pemerintah pusat telah mengumumkan kasus pertama Covid-19, Pemprov telah mencanangkan siaga satu, meskipun banyak yang menyebut Gubernur Jabar menyebar kepanikan. Begitu pula ketika tes Covid-19 dipusatkan di Jakarta, Jawa Barat telah membeli alat tes sendiri ke Korea Selatan.
Kedua, menerapkan pola manajemen transparan. Semua data disampaikan melalui Pikobar (Pusat Informasi Covid-19 Jawa Barat). “Lebih baik pahit, kami kasih tahu yang terburuk sehingga kita bisa mempersiapkan diri, daripada dikasih informasi yang manis tapi menyesatkan,” ungkapnya.
Ketiga, yaitu pengambilan kebijakan secara ilmiah. Mendengarkan nasihat para ilmuan. Segala kebijakan mulai dari PSBB Bandung Raya, PSBB Provinsi hingga perbaikan ekonomi diambil berdasarkan kajian-kajian para ahlinya.
Keempat, yaitu kolaboratif. “Pembangunan ini bukan domain pemerintah semata, kami hanya organisatoris. Pemerintah mengatur, tetapi maju tidaknya bangsa ini adalah kolaboratif,” tutur Ridwan Kamil. Seperti dalam bidang pendidikan, pemerintah tidak bisa sendiri. Oleh karena itu, pentingnya Universitas Muhammadiyah untuk mengelola SDM yang sebegitu banyaknya.
Kelima, yaitu inovatif. Menjadi satu-satunya provinsi yang dapat memproduksi ventilator sendiri yaitu industri di Jawa Barat. Memproduksi PCR sendiri, memproduksi rapid test buatan ITB – Unpad, juga memperoduksi APD hingga masker bedah di lima pabrik. “Perlengkapan perang melawan Covid-19 sudah kami siapkan,” pungkasnya. (Riz)