Prof Dr Dadang Kahmad, MSi
Sebagai gerakan sosial keagamaan, Muhammadiyah memiliki konsep masyarakat yang hendak diwujudkan sebagai masyarakat ideal. Perwujudan masyarakat tersebut berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam. Salah satu prinsip Islam tersebut, menurut Sayyed Hossen Nasser, dalam The Heart of Islam, adalah nilai keadilan. Keadilan dimaksud akan memberi ruang bagi masyarakat melaksanakan hukum Tuhan untuk mengatur perilaku individu.
Di tengah dikotomis akademis tentang penting mana masyarakat atau individu, Islam justru mengambil posisi “antara” (in between) (jalan tengah). Islam tidak mengagungkan kolektivitas masyarakat, juga tidak menafikan hakikat individu. Islam, tegas Sayyed Hossen Nasr, mengambil jalan tengah, karena tidak ada masyarakat tanpa individu dan tidak ada individu tanpa masyarakat. Adalah surah Ali-Imran yang secara eksplisit menganjurkan pembentukan masyarakat, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar, mereka adalah orang-orang yang beruntung”, (Qs 3: 104).
Ayat ini menjadi isyarat bahwa formulasi masyarakat yang direkomendasikan Islam adalah Masyarakat Utama. Konstruksi komunitas dimaksud ditandai oleh nilai dan atribut sebagaimana termaktub dalam ayat tersebut, yakni Pertama, adalah umat yang menyeru kepada kebajikan. Kedua, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar.
Dalam realisasinya, pelaksanaan karakter dan atribut masyarakat utama menuntut strategi dan cara. Muhammadiyah sejauh ini telah merintis beberapa strategi dakwah sebagai upaya untuk mewujudkan masyarakat utama dimaksud. Salah satu pilar dari strategi tersebut adalah pendidikan. Kiai Dahlan memulai mendirikan Muhammadiyah melalui jalur pendidikan ini. Pendidikan merupakan salah satu manifestasi dari dakwah. Dakwah Muhammadiyah adalah dakwah yang merangkul dan merengkuh siapapun yang peduli Islam, peduli Qur’an-Sunnah. Dakwah Muhammadiyah mengajak siapapun untuk bersama-sama mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sehingga umat ini menjadi khaira umat, bersih dari penyakit sosial dan keagamaan, misalnya TBC (Takhayul, Bid’ah dan Churafat).
Nabi telah memberikan contoh bagaimana masyarakat utama diwujudkan. Hal ini merujuk kepada pemerintahan di zaman Rasulullah saw di Madinah yang ideal, dimana Rasulullah saw dan para sahabat dapat menerapkan ajaran Islam secara sempurna dalam kehidupan kenegaraan, keadilan bisa ditegakkan, kebatilan dapat diberantas. Pertanyaannya, bagaimana caranya konstruksi masyarakat utama Islam dapat diterapkan di Madinah?
Sejarah mengatakan bahwa sebelum membentuk otoritas masyarakat yang berdaulat, Nabi mengadakan rekonsiliasi nasional yang melibatkan semua komponen kekuatan bangsa pada saat itu, yakni kalangan Muhajirin, Anshar dan non Islam (Yahudi, Nasrani dan komunitas suku lain-lain). Rekonsiliasi nasional yang dipelopori Nabi itu akhirnya berhasil menyepakati sebuah platform (titik temu) yang sangat akseptabel (dapat diterima semua kalangan), karena di dalamnya diletakkan atas keadilan di atas semua golongan dan bukan demi kepentingan kelompok tertentu saja, termasuk umat Islam. Platform monumental itu dikenal sebagai Piagam Madinah yang merupakan konstitusi tertulis pertama di dunia. (IM)
Sumber: Majalah SM Edisi 10 Tahun 2019