Rutinitas dan beban dari kehidupan manusia menjadi faktor yang mendorong jiwa untuk mengupayakan relaksasi. Diantaranya banyak yang memilih hiburan untuk merelaksasikan tubuh dengan cara berolahraga. Baik muda maupun tua, olahraga menjadi pilihan pertama. Selain diambil dari keuntungan kesehatan tubuh, juga dapat mengontrol dan mengolah pikiran. Dan biasanya dilakukan pada akhir pekan atau hari libur.
Namun, pernahkah kita tahu, apa saja olahraga ala Rasulullaah dan para sahabat? Coba kita baca ulang dari cerita para sahabat, bahwa Rasulullah saw. pernah mengadu lari antara kuda-kuda yang belum dikuruskan, jaraknya antara jalanan di lereng bukit hingga masjid Bani Zuraiq. Abdullah bin Umar sendiri biasa beradu lari menggunakan kuda yang belum dikuruskan tersebut.
Generasi muda di zaman para sahabat, ingin sekali melakukan apa yang dilakukan Rasulullah saw. Salah satu olahraga nabi ialah terlihat pada kisah Salamah ketika ia meriwayatkan perang Dzi Qird, “Ketika kami berjalan, ada seorang Anshar yang tidak bisa didahului kecepatannya dalam berjalan.”
Ia berkata, “Tidakkah ada orang yang beradu cepat sampai di Madinah denganku? Adakah orang yang bisa mendahuluiku?” Ia terus mengulangi ucapannya. Mendengar itu, aku berkata, ‘Tidak adakah orang mulia dan terhormat yang kamu segani?’ Ia menjawab, ‘Tidak ada, kecuali Rasulullah saw.” Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, ayah-ibuku menjadi tebusannya, biarkan aku beradu cepat dengan orang ini.’ Beliau bersabda, ‘Jika kamu mau.’ Aku berkata, ‘Majulah.’ Aku tekuk kakiku lalu melompat dan berlari. Aku hemat napasku, hingga (ia mendahuluiku) satu atau dua bukit, agar nantinya aku tidak kehabisan napas. Kemudian, aku berlari di belakangnya dengan tetap menghemat napas, hingga (ia mendahuluiku) satu atau dua bukit. Lalu, aku percepat lariku, hingga berhasil menyusulnya tepat di belakang tubuhnya. Akhirnya, aku berhasil mendahuluinya tiba di Madinah.”
Begitulah, olahraga dan program-program hiburan di kalangan generasi muda sahabat berkaitan erat dengan tujuan-tujuan luhur sekaligus menjadi aset dan bekal yang mendorong semangat dan kesungguhan. Bagi mereka, hiburan adalah sesuatu yang bisa menghantarkan kepada tujuan mulia.
Manakala olahraga menjadi sarana menuju tujuan mulia, maka mungkinkah olahraga tersebut menghalangi mereka dari menunaikan kewajiban atau menjalankan ketaatan? Ketika kita kembali mengarahkan pandangan pada masa sekarang dan sedikit membuka lembar kehidupan generasi mudanya, maka kita akan menemukan perbedaan mencolok antara olahraga di kalangan sahabat dan di kalangan kita, generasi muda.
Betapa kuatnya sepak bola mengikat hati pada penggilanya. Sepak bola merampas waktu-waktu berharga mereka, dengan menontonnya, menyaksikan tayangan pertandingan, membaca koran sebelum dan sesudah pertandingan, berdebat dan mendiskusikannya, bergantinya emosi antara mendukung dan mencaci, serta menumpahkan semangat untuk sesuatu yang tidak bersemangat. Apalagi, shalat-shalat yang terabaikan serta munculnya perselisihan dan pertengkaran. Sudah tidak asing lagi bukan.
Kita juga menjadi mengerti rahasia mengapa para musuh begitu gencar mempromosikan kesibukan ini di kalangan generasi muda. Tujuannya adalah memalingkan mereka dari permasalahan-permasalahan besar. (rahel)