Jiwa manusia bisa dilatih atau dibiasakan untuk mencapai ukuran atau standar nilai tertentu. Latihan berulang akan mengendap di alam kesadaran dan menjadi akhlak, baik dan buruk.
Nabi Muhammad pernah ditanya, “Ya Rasulullah, apakah agama itu?” Jawab beliau, “Agama adalah akhlak yang baik.” Lain waktu Nabi bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling baik akhlaknya,” (HR Bukhari dan Tabrani). Hadits lain, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia,” (HR Ahmad, Tabrani, Daruqtuni). Nabi saw merupakan sebaik-baiknya manusia di muka bumi, dengan pengakuannya, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia,” (HR Ahmad). Pengakuan istrinya Aisyah, “Akhlaknya adalah AlQur’an.” Kata Qur’an Surat Al-Qalam ayat 4, “Sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.”
Akhlak merupakan keadaan jiwa yang dapat mendorong lahirnya perbuatan-perbuatan secara spontan, baik atau buruk. Akhlak merupakan perilaku yang melekat pada jiwa dan mendorong perilaku spontan, tanpa melalui pertimbangan panjang. Adapun perbuatan yang dilakukan karena adanya paksaan atau keadaan tertentu atau pengaruh dari luar, tidak termasuk akhlak. Jiwa manusia bisa dilatih atau dibiasakan untuk mencapai ukuran atau standar nilai tertentu. Latihan berulang akan mengendap di alam kesadaran dan menjadi kebiasaan.
Setiap pribadi ingin bebas, eksis, diakui, ingin melakukan apapun tanpa diatur. Akhlak dibutuhkan karena manusia tidak hidup sendiri. Akhlak terkait dengan posisi, ruang, dan waktu ketika manusia berrelasi dengan orang dan mahkluk Tuhan lainnya. Semua manusia menginginkan kebaikan dan manfaat bagi dirinya. Dalam rangka mengejar kebaikan bagi diri pribadi, tidak boleh menisbikan kebaikan yang dikejar orang lain. Kebaikan membuat hati merasa nyaman, tidak justru membawa mudharat tersurat maupun tersirat. Akhlak yang baik diterima semua orang dan agama.
Risalah Islamiyah Bidang Akhlak
Warga Persyarikatan memiliki risalah tentang tuntunan akhlak. Penyusunan Risalah Islamiyah ini merupakan amanat Muktamar Muhammadiyah ke-40 di Surabaya tahun 1978. Pascamuktamar di Surakarta tahun 1985, amanat ini ditugaskan pada Majelis Tarjih. Maka dibentuklah tim penyusun yang terdiri dari Ahmad Azhar Basyir, Amir Maksum, Asymuni AR, Basit Wahid, Mukhtar, Fahmi Muqaddas, M Jandra, M Zamhari, M Husein Yusuf, Moh Wardan Diponingrat, Marzuki Rasyid, Ahmad Muhsin, Ismail Thaib, ditambah Saad Abdul Wahid dan Kamal Muchtar.
Risalah Islam dalam pandangan Muhammadiyah merupakan suatu kesatuan utuh: akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak. “Akhlak yang kita maksudkan, bukanlah sekadar untuk mengetahui bahwa Risalah Islamiyah Bidang Akhlak iman adalah baik, dusta adalah buruk, ikhlas adalah bernilai tinggi, menipu adalah jahat, dan bukan sekadar membahas pengertian dan pengaruhnya saja, melainkan harus dihayati dan dilaksanakan,” (Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, Risalah Islamiyah Bidang Akhlak, 2012, hlm 2).
Risalah ini meliputi akhlak kepada Allah, diri pribadi, keluarga, masyarakat, dan lingkungan. Dalam akhlak kepada Allah, seorang Muslim harus beriman, bertakwa, tidak syirik, bertawakal, bersyukur, tidak putus asa dari rahmat Allah, dan seterusnya. Akhlak terhadap diri pribadi, berupa cinta ilmu pengetahuan, menjaga kebersihan lahir dan batin, tidak menuruti hawa nafsu, jujur, sopan, bertanggung jawab, makan yang baik, bekerja keras, dapat menjadi teladan, menjauhkan diri dari: kemunafikan, riya, kikir, dusta, boros, sombong, dan seterusnya.
Akhlak kepada keluarga di antaranya berupa sikap berbuat baik pada orang tua, musyawarah, adil, dan memelihara persamaan hak dan kewajiban. Akhlak kepada masyarakat mencakup bidang sosial, ekonomi, dan politik. Akhlak kepada lingkungan, semisal tidak merusak bumi, tanaman dan binatang; tidak mencemari lingkungan; serta menjaga kebersihan, kesehatan, dan keindahan.
Saat ini, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah sedang menyusun ulang Risalah Akhlak Islam, yang mencakup ranah reflektif/filosofis dan ranah aplikatif/praktis. (ribas)
Sumber: Majalah SM Edisi 18 Tahun 2019