Riwayat Singkat Hizbul Wathan
Suatu hari, pada tahun 1920*, dalam perjalanan dakwahnya di Surakarta, KH Ahmad Dahlan melewati alun-alun Mangkunegaran melihat anak-anak muda berseragam, berbaris rapih dan melakukan berbagai kegiatan yang menarik. Mereka kelihatan tegap dan disiplin.
Setelah kembali ke Yogyakarta beliau memanggil guru-guru Muhammadiyah antara lain guru Soemodirdjo. Beliau menanyakan tentang apa dan siapa anak-anak muda yang tangkas, tertib dan disiplin itu. Oleh Soemodirdjo dijelaskan bahwa mereka itu adalah Padvinder (Javaansche Padvinders Organisatie) antara organisasi kepanduan yaitu perkumpulan anak-anak muda yang dididik secara disiplin, tertib agar memiliki jiwa kemandirian, tangkas dan terampil.
Setelah memperoleh keterangan dari Soemodirdjo itu, KH Ahmad Dahlan berkata: “Alangkah baiknya kalau Muhammadiyah memiliki padvinder untuk mendidik anak-anak mudanya agar memiliki badan sehat serta jiwa yang luhur untuk mengabdi kepada Allah”. Gagasan KH Ahmad Dahlan itu kemudian oleh Soemodirdjo dibicarakan dengan para pemimpin Muhammadiyah, seperti KH Muchtar, KH Hisyam, KRH Hadjid dan lain-lain. Mereka sepakat untuk medirikan Padvinder Muhammadiyah yang terbentuk pada 1921 (Almanak Muhammadiyah, 1924, P. 49, lihat juga Almanak 1357 H, p 226-227). Atas usul KRH Hadjid kepanduan itu diberi nama Hizbul Wathan yang kemudian lebih dikenal dengan singkatan HW.
Susunan pimpinan kepanduan Hizbul Wathan yang pertama kali adalah HM Muchtar sebagai ketua., HM Abdulhamid Jr sebagai Ketua Muda, Soemodirdjo sebagai juru surat (sekretaris) pertama, M Damiri sebagai tukang uang (bendahara) yang didampingi beberapa commisaris seperti M Moech, M Amir, HM Zuber, M Thajib, M Doemeiri dan MA Achjat. Semboyang (kewajiban) HW pada waktu itu ialah;
- Setia pada Ulil Amri,
- Sungguh berhajat akan menjadi orang utama,
- Tahu akan sopan santun dan tiada akan membesarkan diri,
- Boleh dipercaya,
- Bermuka manis,
- Hemat dan cermat,
- Penyayang,
- Suka pada sekalian kerukunan,
- Tangkas, pemberani dan tahan serta percaya,
- Kuat pikiran menerjang segala kebenaran,
- Ringan menolong dan rajin akan kewajibannya,
- Menetapi akan undang-undang Hizbul Wathan (Almanak Muhammadiyah, 1924, p 50)
Hizbul Wathan sebagai Wahanan Pendidikan
Dari semboyan (kewajiban) HW ini dapat diketahui semangat, cita-cita dan karakter yang akan ditanamkan pada setiap anggota pandu HW. Semboyan dan kemudian menjadi Undang-undang HW itu selalu diucapkan pada setiap latihan dan upacara, sehingga meresap ke bawah sadar dan kalbu setiap anggota HW. Yang pada akhirnya akan membentuk karakter dan kepribadian setiap anggota pandu HW.
Sebagai seorang ulama, mubaligh sekaligus pendidik, KH Ahmad Dahlan memang selalu memiliki perhatian yang besar terhadap generasi muda dan masa depan masyarakatnya. Beliau selalu berfikir dan bertindak secara strategis. Hal ini terlihat betapa besar perhatiannya dalam mengajar di sekolah guru (Kweekschool) di Jetis (Junus, 1968, 17). Karena guru akan selalu memiliki murid-murid banyak.
Kemudian, ketika mendirikan sekolah, maka sekolah yang pertama didirikan adalah sekolah guru (Madrasah Muallimin dan Muallimat = Kweekschool Istri) sebab sekolah guru ini akan menghasilkan guru yang masing-masing gurua akan mempunyai murid yang akan dididiknya. Karena itu kalau gurunya baik (beriman, berkahlaq) InsyaAllah murid-muridnya akan menjadi murid yang baik.
Beliau juga mengajar di sekolah pamong praja (osvia) di Magelang. (Junus Salam, 1968, p 17) karena dengan menajar di sekolah pamong praja itu beliau berharap kelak para pejabat itu baik, agamanya benar, maka mereka akan memimpin rakyatnya dengan baik pula.
Karena itu ketika akan melihat kepanduan (Padvinder) pada tahun 1920 di alun-alun Mangkunegeran, Solo, beliau segera tertarik untuk mengambil metode itu sebagai metode pendidikan anak-anak muda Muhammadiyah di luar sekolah. Pemilihan tempat mengajar/berdakwah/pengajian (di Kweekschool dan OSVIA), pemilihan jenis sekolah yang didirikan (Kweekschool dan Kweekschool Istri) dan pembentukan Kepanduan Hizbul Wathan itu semuanya merupakan tindakan yang strategis yang sangat erat degan masa depan Islam, pembaharuan masyarakat dan bangsa serta kecepatan penyebaran gagasan-gagasan pembaharuannya dan dakwah Islam.
Kepanduan Hizbul Wathan dalam perjalanan sejarahnya telah menjadi wadah pendidikan bagi generasi muda Muhammadiyah yang berhasil, sekaligus menjadi sarana dakwah yang ampuh. Banyak anak-anak muda yang tertarik memasuki kepanduan Hizbul Wathan. Mereka merasakan banyak mendapatkan manfaat dan keuntungan menjadi pandu HW. Tidak sedikit pemuda-pemuda anggota pandu HW menjadi orang yang percaya diri dan memiliki kepribadian yang baik (memiliki akhlaq utama, luhur budi pekertinya, dan beriman serta bertaqwa kepada Allah SwT) serta menjadi warga masyarkaat yang berguna.
Tidak sedikit pula dari rahim kepanduan HW ini lahir orang-orang yang kemudian tidak hanya menjadi tokoh Muhammadiyah, tetapi juga menjadi tokoh nasional, juga tidak sedikit yang menjadi pimpinan dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sebut saja nama-nama Sudirman (Panglima Besar TNI yang menjadi Bapak TNI), Sudirman Bojonegoro (Mantan Pangdam Brawijaya), putra Basofi Sudirman (mantan Gubernur Jawa Timur), Sarbini (mantan Pandam Diponegoro/Menteri Veteran), Soeharto (mantan Presiden RI), Daryatmo (mantan Ketua MPR), Faisal Tanjung (Menko Polkam), Hari Sabarno (Wakil Ketua MPR) dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu demi satu.
Peranan HW dalam Gerakan Dakwah Muhammadiyah
Pertumbuhan Muhammadiyah di masa awal juga tidak dapat dilepaskan HW yang selalu menjadi pelopor dalam setiap perintisan berdirinya cabang dan ranting Muhammadiyah. Artinya sebelum Muhammadiyah berdiri, di sana lebih dahulu berdiri HW. Oleh karena itu HW ini kemudian lahir pemimpin, dai dan muballigh yang ulet, percaya diri, disiplin dan mereka yang kemudian menjadi penggerak Muhammadiyah.
Tentang peranan HW ini, dalam buku Sudirman Prajurit TNI Teladan dinyatakan, “Organisasi HW bagi Sudirman digunakan untuk melatih fisik dan membina mental dalam persiapan untuk hidup di kemudian hari. Baginya memasuki Hizbul Wathan bukan untuk gagah-gagahan atau aksi-aksian. Ia bertekad agar organisasi tersebut benar-benar dapat melatihnya sebagai seorang pand yang sangat patuh dan disiplin terhadap peraturan yang telah ditentukan”. (Dinas Sejarah TNI AD 1978, hal 141).
Jadi HW memang diakui sebagai wadah untuk mendidik generasi muda menjadi generasi muda yang disiplin, jujur, berani, mandiri dan terampil serta berjiwa perwira sebagaimana yang ditanamkan dalam setiap dada anggota HW melalui perjanjian HW dan Undang-Undang HW**.
Peranan HW dalam Dakwah dan Syiar Islam
Selain itu HW mempunyai peranan yang penting dalam dakwah dan syiar Islam, khususnya dalam mendukung dakwah dan syiar Islam Muhammadiyah. Hampir di setiap kongres yang itu diselenggarakan oleh Muhammadiyah atau ‘Aisyiyah, HW selalu siap untuk membantu menyelenggarakan, menjaga keamananan, menyemarakkan dengan barisan tambur dan terompetnya.
Demikian pula di setiap hari besar Islam dan hari besar nasional, HW selalu tampil sebagai barisan ‘elite’ yang dengan gagah dan tegap berada di tengah-tengah barisan organisasi kemasyarakatan yang lain. Juga tidak jarang HW tampil dalam berbagai upacara atau seremonial yang diadakan oleh kalangan di luar Muhammadiyah, seperti pada saat jumenengan Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. Di situ HW tampil dengan barisan tambur dan terompetnya yang dipimpin langsung oleh KH Ahmad Dahlan.
HW juga sering tampil sendiri dengan acara dan kegiatan yang menarik, sperti pawai, taptu, kampern dan jamboree. Dalam setiap kegiatan itu acaranya selalu menarik dan menajdi perhatian masyarakat. Pada gilirannya ganyak warga masyarakat, khususnya anak-anak dan generasi mudanya tertarik untuk menjadi anggota HW. Tidak sedikit dari golongan yang dulu tidak senang dengan Muhammadiyah tetapi tertarik kepada HW-nya. Bahkan dari kalangan kaum “abangan” pun tidak sedikit yang memsukkan anak-anaknya ke dalam pandu HW.
HW dalam Perspektif Masa Depan
Pendidikan yang diselenggarakan dalam kepanduan Hizbul Wathan memang dimaksudkan untuk menyiapkan generasi muda yang tangkas, terampil, mandiri, jujur, suka menolong dan selalu berjiwa perwira. Oleh sebab itu upaya Muhammadiyah untuk menghidupkan kembali kepanduan Hizbul Wathan merupakan langkah yang sangat tepat, meskipun tentu ada penyesuaian dengan perkembangan jaman dan masyarakat.
Sebab dengan HW itu Muhammadiyah akan memiliki kembali wadah untuk menyiapkan kader-kader yang patriotik, disiplin, jujur, suka menolong, terampil, disiplin dan mandiri serta berjiwa perwira. Kader-kader yang demikian itu adalah kader-kader yang mampu bersaing (berfastabiqul khairat) dalam era globalisasi. Kader-kader yang demikian sangat diperlukan tidak saja oleh Muhammadiyah tetapi juga untuk masa depan bangsa. Sebab kader-kader yang memiliki jiwa pandu yang demikian itu yang akan dapat memimpin, menjadi teladan masyarakat dan mampu membimbing di masa depan.
Mudah-mudahan upaya menghidupkan kembali kepanduan HW ini dapat segera diwujudkan serta dapat ditindaklanjuti oleh setiap pimpinan Muhammadiyah di seluruh jajarannya (pusat, wilayah, daerah, cabang, dan ranting) serta mendapat dukungan dari setiap mantan anggota pandu HW. Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak lama HW akan segera hadir di kota-kota, desa-desa dan seluruh pelosok/penjuru tanah air untuk memperkuat barisan dakwah Muhammadiyah. Diharapkan dalam Sidang Tanwir Muhammadiyah di Bandung (Desember 1999) dan Muktamar di Jakarta (tahun 2000) HW telah ikut memeriahkan dan mensyiarkan muktamar dengan pasukan drum band-nya yang gagah, cantik, dan menarik.
* dalam buku Yusuf Abdullah Puar, Perjuangan dan Pengabdian Muhammadiyah, terbitan Pustaka Antara, 1989, hal ix disebutkan HW berdiri tahun 1918. Demikian pula dalam buku Tuntunan Hizbul Wathan; kenang-kenangan, susunan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Madjlis Hizbul Wathan disebutkan bahwa HW berdiri tahun 1918 berdasarkan perkiraan yang dikaitkan dengan pernikahan bapak H Syarbini Allahuyarham (16 Januari 1919 atau 13 Rabi’ul awwal 1337). Demikian pula tulisan ringkas H Surono (alm) pada Almanak Muhammadiyah 1394/1974, p 19 menyebut kelahiran HW tahun 1918. Tulisan ini mengacu pada artikel yang lebih tua, “Hizbul Wathan (Padvinder Muhammadiyah)” dalam almanac Muhammadiyah tahun 1924, p 49. Dalam tulisan itu dijelaskan bahwa HW berdiri tahun 1921, karena KH Ahmad Dahlan ketika menghadiri Pengajian Sidik, Amanat, Tablih dan Fathanah (SATF) pimpinan KHA Muchtar Buchori di Solo pada tahun 1920 karena itu kurang tepat kalau HW berdiri tahun 1918. Artikel yang ditulis hanya tiga tahun setelah HW berdiri kiranya dapat lebih dipercaya daripada hanya perkiraan berdsarkan tahun perkawinan bapak H Syarbini (alm). Hal yang sama juga dapat dilihat pada almanac Muhammadiyah tahun 1357 H/1938 – 1939 M, p 22-227 dalam artikel yang berjudul “uraian dan riwayat Hizbul Wathan” oleh R Gatot Kartawinata.
** Perjanjian HW untuk Athfal (didahului dengan membaca kalimah Syahadat): 1) Setia mengerjakan kewajiban saya terhadap Tuhan dan selalu menurut Undang-Undang Athfal, 2) Tiap-tiap hari mengerjakan kebajikan
Perjanjian HW untuk pengenal dan penghela (didahului dengan membaca kalimah Syahadat): 1) Setia mengerjakan kewajiban saya terhadap Tuhan, Undang-undang dan tanah air, 2) Selalu menolong siap saja sedapat saja, 3) Setia menepati Undang-undang Hizbul Wathan
Undang-undang Hizbul Wathan: 1) HW itu selamanya dapat dipercaya 2) HW itu setiakawan 3) HW itu selalu siap menolong dan wajib berjasa 4) HW itu suka akan perdamaian dan persaudaraan 5) HW itu tahu adab sopan santun serta perwira 6) HW itu penyayang bagi semua makhluk 7) HW itu melakukan perintah dengan tidak membantah 8) HW itu sabar dan bermuka manis 9) HW itu hemat dan cermat 10) HW itu suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan
Prof Dr Syafii Maarif dan Drs Sukriyanto AR, MHum, Berita Resmi Muhammadiyah Jumadil Akhir 1420 / Oktober 1999
Selanjutnya