Pada masa awal berdirinya, Muhammadiyah menegakkan tiga pilar program utamanya yang tercermin dari tiga bagian. Bagian Taman Pustaka, Bagian Pendidikan, dan Bagian Penolong Kesengsaraan Umum.
Pemilihan taman pustaka menjadi satu dari tiga saka guru utama bangunan Muhammadiyah dapat dikatakan pilihan startegi yang melewati zaman. Bagaimana tidak, saat kondisi umum masyarakat saat itu masih banyak yang buta huruf, Muhammadiyah sudah merintis jalan mengakrabi dunia literasi.
Keseriusan Muhammadiyah untuk menekuni dunia pustaka ini juga tercermin dalam statuten (anggaran dasar) pertama Muhammadiyah tahun 1912. Kususnya dalam artikel 3 huruf (d). Di situ tertulis rumusan misi (usaha) Muhammadiyah adalah menerbitkan serta membantu terbitnya kitab-kitab, kitab sebaran, kitab khutbah, surat kabar, semuanya yang muat perkara ilmu agama Islam, ilmu ketertiban cara Islam.
Dalam sejarahnya, rumusan itu tidak hanya terhenti dalam dokumen. Namun, pada waktu itu, berbagai usaha tersebut berhasil diwujudkan dalam wujud yang nyata. Berbagai buku agama Islam karya para tokoh Muhammadiyah secara rutin berhasil diterbitkan oleh Muhammadiyah bagian Taman Pustaka. Bahkan, pada tahun 1915 Muhammadiyah berhasil menerbitkan Majalah Suara Muhammadiyah yang dapat terus terbit berkesinambungan hingga hari ini.
Jejak-jejak kejayaan dunia literasi Muhammadiyah dapat dilihat di beberapa dokumen foto lama. Foto-foto itu memberi informasi bahwa pada masa kolonial, beberapa percetakan dan Muhammadiyah baik yang di Yogyakarta maupun di daerah hampir selalu memiliki mesin cetak tercanggih di pada zamannya. Beberapa mesin tulis yang direlease dalam kategori limited edition (diproduksi secara sangat terbatas karena kecanggihan dan kekhasan produknya), juga dimiliki Muhammadiyah saat itu.
Pada masa kejayaan itu, Percetakan Persatuan (Percetakan Milik Muhammadiyah) pernah tercatat sebagai percetakan terbesar dan tercanggih di seluruh wilayah Kasultanan Yogyakarta dan sekitarnya.
Buku-buku tentang Muhammadiyah dan produk Muhammadiyah selalu meramaikan dunia perbukuan tanah air. Bahkan dalam salah satu iklan yang terbit di Majalah Suara Muhamadiyah tahun 1934 disinggung dan tentang budaya memberi hadiah buku Muhammadiyah kepada para tokoh yang belum mengenal atau memusuhi perjuangan Muhamadiyah. Budaya memberi hadiah buku ini tidak akan mucul kalau saat itu Muhammadiyah tidak mempunyai tradisi literasi yang cukup kuat.
Sampai pada peringatan Milad Muhammadiyah ke-40 (tahun 1952) budaya pustaka di Muhammadiyah masih terekam dengan sangat kuat. Laporan foto dari beberapa daerah yang merayakan peringatan milad banyak yang diambil di depan gedung taman pustaka yang cukup gagah dan terawat.
Saat ini, dunia perbukuan dalam Muhammadyah terlihat mulai bangkit kembali. Gerkan Seribu Taman Pustaka yang diringtis Majelis Taman Pusataka PP Muhammadiyah, di bebrapa daerah mulai menampakkan hasil nyatanya. Taman Pustaka- Taman Pustaka Muhammadyah mulai kembali ramai oleh aktivitas.
Dalam tiga terakhir ini Penerbit Suara Muhammadiyah juga kembali bangkit dan menggeliat. Di samping menerbitkan dan menyebarluaskan buku-buku produk Majelis dan lembaga PP Muhammadiyah, juga mulai menernitkan beberapa buku tentang Muhammadiyah yang cukup berat dan serius. Beberapa buku tentang Muhammadiyah yang terbit dalam bahasa asing banyak yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh penerbit Suara Muhammadiyah.
Kalau pada masa lalu Muhammadiyah pernah menjadi pioner dalam dunia perbukuan di tanah air, saat ini (saat yang kata banyak orang merupakan senjakala dunia buku cetak) Muhammadiyah justeru kembali tertantang untuk merebut kembali masa kejayaan itu. Karena tanpa buku, umat manusia akan kehabisan kata-kata. (isma)
Pembelian buku secara online dapat dipesan melalui Suara Muhammadiyah Store
Sumber: Majalah SM Edisi 9 Tahun 2018