Sang Pendekar: Sebuah Film Sejarah Keilmuan Tapak Suci Putera Muhammadiyah

Busyro Syuhada

Ilustrasi Sang Pendekar

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Setiap peristiwa datang dan pergi silih berganti. Memberikan hikmah serta warna baru dalam setiap lika-liku kehidupan duniawi. Ketika tantangan hidup semakin berat, berjuanglah untuk jadi semakin kuat. “Dengan iman dan akhlak kita menjadi kuat, tanpa iman dan akhlak kita menjadi lemah,” sebuah semboyan sekaligus mantera yang tidak asing bagi siswa Tapak Suci Putera Muhammadiyah saat hendak memulai latihan atau mengakhiri tempaan diri. Berteriak lantang layaknya seorang prajurit pejuang kemerdekaan. Menyuntikkan semangat kepada diri dan orang-orang di sekelilingnya tanpa basa-basi.

Perjalanan adalah penemuan jati diri. Menjadi kuat adalah pilihan untuk membela kebenaran, menolong yang lemah, serta melembutkan hati orang yang merasa berkuasa atas dirinya atau pun yang berada di luar jangkauannya.

Sejarah menjadi pendorong bagi mereka yang mendambakan kebaikan. Belum lama ini muncul ide serta gagasan tentang pembuatan film yang menceritakan tentang sejarah dari salah satu perguruan seni bela diri tertua di Indonesia. Berawal dan bermula dari adanya perlombaan di Jakarta Utara, tepatnya di Jakarta Utara Tapak Suci Championship (JUTC). Saat jam istirahat, Ade Cecep Komarudin yang akrab disapa Bang Ade beserta beberapa temannya bersantai di sebuah warung makan yang tidak jauh dari lokasi perlombaan. Tidak lama berselang, tercetuslah ide untuk mengangkat sejarah Tapak Suci dalam sebuah film “Sang Pendekar”. “Ide awalnya adalah sebuah film dokumenter karena alasan biaya yang lebih terjangkau,” ujar Ade saat dihubungi melalui sambungan telephone.  

Mengingat sejarah Tapak Suci yang unik dan menarik karena tidak memiliki hubungan dengan hal-hal yang berbau mistik. Tapak Suci adalah perguruan silat yang murni bela diri, tanpa ada hubungan dengan ilmu ghaib. Hal inilah yang memotivasi Ade untuk mengangkat Tapak Suci dalam sebuah film. Selain dakwah sebagai tujuannya, film ini juga mengangkat beberapa tokoh Tapak Suci yang turut andil dalam mendirikan Muhammadiyah bersama Kiai Dahlan. Mereka ikut berjuang melawan penjajah, dan banyak dari mereka yang menjadi syuhada.

Pada era modern seperti saat ini, masih belum banyak sejarah yang diangkat dalam bentuk film. Kebanyakan masih sebatas artikel maupun tulisan. Melihat daya tarik artikel atau tulisan yang masih jarang diminati oleh anak-anak muda. Maka perlulah bagi Ade untuk mengangkat sejarah Tapak Suci sebagai sebuah film. Hal ini dimaksudkan agar bisa dinikmati oleh lebih banyak orang. “Setelah saya pertimbangkan lagi, film dokumenter sudah umum di masyarakat, banyak juga yang sudah membuat, maka kita putuskan untuk diangkat sebagai sebuah film saja,” papar Ade, Sutradara Film Sang Pendekar.

Ade menambahkan, fase awal film “Sang Pendekar” akan dibuat dalam bentuk trailer sebagai pancingan bagi para penonton. Rencananya trailer film ini akan dilaunching pada tanggal 31 Juli 2020 yang bertepatan dengan hari Milad Tapak Suci.

Pria yang pernah berprofesi sebagai Manajer Program di ADITV tersebut menjelaskan bahwa film ini diproduksi sebagai sebuah trailer, tapi bukan sekedar trailer seperti kebanyakan. Hal pembeda dari trailer yang kita buat ini sesuai dengan alur cerita, berisi penggalan-penggalan yang nantinya dapat dirangkai menjadi sebuah film. “Nantinya jika trailer ini memperoleh kesuksesan dan memperoleh sambutan yang baik dari masyarakat maka akan kita buat dalam bentuk series,” ungkapnya.  

Banyak sekali tokoh Tapak Suci yang memiliki andil besar dalam memajukan Tapak Suci seperti Muhammad Sangidu, yang ikut berjibaku dalam mendirikan Muhammadiyah bersama KH. Ahmad Dahlan. Dari film Sang Pendekar ini diharapkan dapat memberikan nilai-nilai positif bahwa praktek ajaran Islam harus sepenuhnya murni dari al-Qur’an dan Sunnah. Ajaran Islam tidak ada kaitannya dengan ajaran-ajaran mistik, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw.

Tapak Suci menjadi satu-satunya bela diri yang murni melatih tubuh dan fisik tanpa ada campur tangan dari kekuatan-kekuatan yang berseberangan dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Yang ingin kita syiarkan dari film ini bukan hanya sejarah berdirinya Tapak Suci, namun juga nilai-nilai Kemuhammadiyahan yang dengan tegas menolak segala macam kesyirikan.

Ade menuturkan bahwa dirinya tidak ingin menyajikan film yang hanya sekedar hiburan, mengejar reting atau penjualan. Ia mengharapkan dari adanya film ini mampu mensyiarkan nilai-nilai kemuliaan kepada generasi muda. “Misi kita adalah untuk berdakwah, sekaligus memperkenalkan ajaran yang diajarkan oleh Kiai Dahlan,” ucapnya.

Ia mengaku prihatin karena tidak semua generasi di Tapak Suci mengenal sosok seperti Kiai Busro, Muhammad Wahid, Dimiyati, hingga generasi keenamnya yaitu Muhammad Bari. “Saya berharap dari adanya film ini tidak terhenti sampai di Muhammad Bari. Saya berharap nantinya ada tokoh tokoh central lain di Tapak Suci yang bisa kita angkat, digali informasinya, dan kemudian diaplikasikan dalam sebuah tayangan film atau video dokumenter agar generasi muda tahu serta menyimak dengan baik perjalanan sejarahnya,” tutupnya.

Afnan Hadikusumo, Ketua Umum Tapak Suci menyampaikan, dalam kaitannya dengan pembuatan film Sang Pendekar, kontennya lebih banyak pada sejarah keilmuan tapak suci. Karane Tapak Suci baru berdiri pada tahun 1963.

Sejarah keilmuannya adalah dari seorang Kyai bernama KH. Busyro Syuhada pengasuh Pondok Pesantren Binorong di daerah Banjarnegara yang berkembang dengan pesat, dan di antara murid-muridnya adalah Achyat, M. Yasin, dan Soedirman, yang kelak menjadi Jenderal Besar.

Kemudian pada tahun 1921 dalam acara konferensi Pemuda Muhammadiyah di Yogyakarta, KH. Busyro untuk pertama kalinya bertemu dengan dua kakak beradikyaitu, A.Dimyati dan M.Wahib. Pertemuan ini berawal dari adu kaweruh antara M.Wahib dengan Achyat yang kelak berganti nama menjadi H. Burhan. Kedua kakak beradik ini akhirnya berguru kepada KH. Busyro sekaligus juga nyantri di pesantrennya.

Busyro Syuhada akhirnya memutuskan untuk pindah dan menetap di Yogyakarta setelah beberapa lama mengasuh di pondok pesantren yang didirikannya. Sehingga aliran Pencak Silat Banjaran, yang semula dikembangkan di Pondok Pesantren Binorong kemudian juga dikembangkan di Kauman, Yogyakarta. Atas restu dan izin dari pendekar Besar KH. Busyro, kemudian A. Dimyati dan M.Wahib membuka perguruan dan menerima murid.

Afnan Hadikusumo (kiri) Ketua Umum PP Tapak Suci (Dok Istimewa)

Pada tahun 1925 Perguruan Pencak Silat di Kauman akhirnya dibuka dan terkenal dengan nama Cikauman. Perguruan ini dipimpin langsung oleh dua Pendekar Besar M. Wahib dan Pendekar A. Dimyati.

Singkat cerita tersebutlah M. Syamsuddin, seorang murid Cikauman yang berhasil dinyatakan lulus, dan diizinkan untuk menerima murid, sehingga ia mendirikan Perguruan Seranoman. Letak Perguruan Seranoman berada di kauman sebelah utara, Setelah beberapa lama berjalan akhirnya lahir seorang Pendekar Muda M. Zahid yang mempunyai seorang murid andalan bernama Moh. Barrie Irsyad. Sebagai seorang murid dari generasi keenam yang sudah dinyatakan lulus dalam menjalani berbagai gemblengan oleh Pendekar M. Zahid, M.

Syamsuddin, M. Wahib dan A. Dimyati Kemudian mendirikan sebuah Perguruan bernama Kasegu. Kasegu sendiri merupakan senjata khas yang bertuliskan Muhammad, yang diciptakan oleh Pendekar Moh. Barrie Irsyad.

Setelah adanya desakan dari murid-murid Perguruan Kasegu terhadap Pendekar Moh. Barrie Irsyad agar mendirikan sebuah perguruan yang menggabungkan perguruan yang sejalur (Cikauman, Seranoman dan Kesegu). Akhirnya beliau mendirikan Perguruan Tapak Suci, yang mulai dibentuk pada tanggal 31 Juli 1963 di Kauman, Yogyakarta, dan yang jadi Ketua Umum pertama Tapak Suci adalah Djarnawi Hadikusumo. (diko/riz)

Sutradara Sang Pendekar, Ade C Komarudin Dok Istimewa
Exit mobile version