YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Delapan PCIM luar negeri mengadakan syawalan virtual dengan tema New Normal dan Masa Depan Kemanusiaan. Ketua PCIM Tiongkok Muhammad Aziz, M.Cs. dalam sambutannya mengungkapkan bahwa terminologi new normal begitu popular karena sering terdengar satu bulan terahir ini, beberapa ahli berpendapat bahwa beberapa hal dalam new normal akan menjadi permanen dan menjadi faktor penentu kebudayaan dan pradaban baru.
Dalam muqoddimahnya, Prof. Din Syamsuddin mengingatkan para peserta yang hadir dari delapan PCIM luar negri bahwa PCIM itu diperlukan oleh Muhammadiyah, pertama, untuk merajut silaturahim diantara keluarga besar Muhammadiyah. Kedua, melanjutkan dakwah Muhammadiyah di mana mereka berada, baik terhadap warga Muhammadyah setempat dan bila perlu terhadap masyarakat luas di masing-masing negara. Ketiga, menjadi Kedutaan Besar Muhammadiyah (KBM) setempat untuk menghubungkan Muhammadiyah dengan pihak-pihak terkait di luar negri atau menghubungkan pihak-pihak terkait di luar negri dengan Muhammadiyah, terangnya.
Di tengah banyaknya orang yang meberikan tafsir terkait “New Normal” berimplikasi pada interpretasai yang beragam pula. Menurut Prof. Din Syamsuddin, Muhammadiyah perlu memberikan pemaknaan sendiri, sehingga mampu menghasilkan konsep The New Normal.
Menghadapi musibah ini setidaknya ada dua keyakinan yang dipaparkan oleh Prof. Din Syamsuddin. Pertama, bahwa kerusakan itu akibat ulah manusia sendiri, sebagaimna yang termaktub dalam surat ar-Rum: 41. Kedua, mendorong terciptanya kehidupan yang lebih baik atau hayatan thoyyibah (an-Nahl: 97).
“New normal adalah kehidupan yang optimis bukan pesimis. Banyak orang di Amerika mengalami penyakit mental, mereka melarikan diri ke banyak minum-minuman keras, stress dan seterusnya, dan itu kehidupan yang berpusat pada manusia. Optimis rasional itu harus kita kembangkan, jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah atau wa lâ tayasû mirauhillah (Yusuf: 87),” terang Prof. Muhammad Ali Ketua PCIM USA, Selasa (9/6).
The New Normal dalam konteks dunia pendidikan, Prof. Muhammad Ali juga menguraikan bahwa ada hal-hal yang membuat kita lebih kreatif sekarang di dunia pendidikan ini, bagaimana menciptakan online learning yang efektif, bagaimana mengurangi cost (biaya). Kalau dulu mahasiswa harus datang ke kampus, sekarang mereka berada di tempat masing-masing, jadi ada cost yang bisa dipotong tanpa mengurangi kualitas, ada fasilitas–fasilitas yang harus di rubah bukan hanya jarak duduknya yang dipisah, namun juga tidak setiap hari nanti sekolah mungkin hanya tiga hari, ini akan menciptakan orang untuk berpikir kreatif.
Ketua PCIM Mesir Umair Fahmiddin memaparkan bahwa wabah semacam covid-19 itu pernah melanda penduduk bumi, artinya wabah menular dan mematikan itu pernah menimpa umat sebelum kita. Imam Tajuddin as-Subki seorang ulama kelahiran Mesir yang wafat tahun 771 H, beliau wafat karena wabah tho’un (wabah yang menyebabkan keluar nanah dari jasad). Kemudian bagaimana menyikapi wabah covid-19 ini? pertama-tama kita perlu mematuhi peraturan-peraturan yang ada, sabar dan doa dalam menghadapi cobaan ini.
Uraian yang dismpaikan oleh Prof. Din Syamsuddin di awal turut mendapatkan tanggapan dari perwakilan PCIM Belanda, Jepang, Australia, Taiwan. Adrian Yahya Rifa’I sekretaris PCIM Taiwan menawarkan sebuah konsep new habit atau kebiasaan baru karena wabah ini memberikan hikmah untuk memperhatikan hal-hal prioritas seperti kesehatan, menjaga kebersihan dll. Bukan new normal karena keadaan saat ini bukanlah keadaan yang normal.
Prof Din Syamsuddin di akhir webinar berharap bahwa PCIM-PCIM yang ada di luar negri dapat menyusun dan menawarkan konsep The New Normal kepada Muhammadiyah berdasarkan kapasitas masing-masing. (Fain)