Jangan Lari dari Tanggung Jawab!

pengajaran

Ilustrasi

Oleh: Fauzan Saleh

Al-Qur’an banyak berkisah tentang kehidupan umat masa lalu. Kisah tersebut kadang-kadang memiliki kesamaan dengan kisah-kisah serupa dalam Bibel. Bahkan orang Yahudi dan Kristen mengklaim bahwa kisah dalam al-Qur’an merupakan jiplakan dari Bibel yang sudah jauh menyimpang dan tidak lengkap. Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk mengisahkan kembali kejadian-kejadian masa lalu berdasarkan wahyu Ilahi dengan narasi baru dan berbeda dengan yang terdapat dalam Bibel. Posisi al-Qur’an dalam hal ini adalah sebagai tolok ukur kebenaran (مهيمنا) dari kisah-kisah tersebut, di samping sebagai pembawa pesan moral untuk menjadi pelajaran bagi umat manusia. Sungguh pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. Hal tersebut ditegaskan dalam Surat Yusuf 111 yang artinya “(Al-Qur’an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya,  menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”

Menurut sebagian pakar, kisah dalam al-Qur’an mempunyai beberapa fungsi, antara lain untuk menguatkan hati Nabi Muhammad SAW saat menghadapi beratnya tantangan para musuhnya dengan bercermin pada pengalaman para nabi terdahulu. Selain itu, kisah juga berfungsi untuk menggali berbagai hikmah yang bisa dipetik dari kisah kehidupan umat masa lalu. Allah selalu memberi pertolongan pada hamba-Nya yang bersungguh-sungguh dalam membela agama-Nya. Selanjutnya, kisah dalam al-Qur’an juga dimaksudkan agar kita mampu mengenali berbagai hujjah yang ingin ditegakkan untuk menunjukkan tanda-tanda kekuasaan-Nya dan untuk menunjukan bahwa Allah telah membuat hal-hal yang luar biasa untuk menolong para nabi utusan-Nya.  

Salah satu kisah menarik dari kehidupan umat terdahlu ialah kisah Nabi Yunus yang disebutkan secara terpisah-pisah dalam beberapa surat dalam al-Qur’an, seperti dalam Surat al-Anbiya dan Surat al-Qalam berikut ini.

وَذَا النُّوْنِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِى الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّى كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِى الْمُؤْمِنِيْنَ. (الأنبياء 87-88).

وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلاَ تَكُنْ كَصَاحِبِ الْحُوْتِ إِذْ نَادَى وَهُوَ مَكْظُوْمٌ، لَوْلَا أَنْ تَدَارَكَهُ نِعْمَةٌ مِنْ رَبِّهِ لَنُبِذَ بِالْعَرَاءِ وَهُوَ مَذْمُوْمٌ، فَاجْتَبَاهُ رَبُّهُ فجَعَلَهُ مِنَ الصَّالِحِيْنَ (القلم 48-50).

Artinya: “Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan sangat gelap “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang dholim. Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari dari penderitaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman” (Al-Anbiya’ 87-88).

“Maka bersabarlah engkau (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah engkau seperti Yunus yang berada dalam perut ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (pada kaumnya). Kalau sekiranya ia tidak segera mendapat nikmat dari Tuhannya, ia pasti dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela. Lalu Tuhannya memilihnya dan menjadikannya termasuk orang-orang yang shaleh” (al-Qalam, 48-50).

Nabi Yunus alaihissalam adalah nabi utusan Allah. Tetapi dia tidak termasuk kategori ulul ‘azmi karena suatu langkah yang dia lakukan tidak mendapat ridho dari Allah SWT, yaitu ketika dia dalam keadaan marah telah pergi meninggalkan kaumnya, lari dari tanggung jawab. Ulul ‘azmi adalah sebutan bagi para nabi utusan Allah yang dihadapkan pada cobaan dan tantangan amat berat yang datang dari kaumnya. Namun mereka tetap tabah, pantang menyerah. Di antara nabi-nabi tersebut ialah Nabi Ibrahim, Nabi Nuh, Nabi Musa, Nabi Isa, dan tentunya Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW diingatkan jangan sampai mengikuti jejak Nabi Yunus yang mungkin karena tidak tahan atas kebebalan dan penentangan kaumnya dia malah pergi meninggalkan mereka. Dia mutung, merasa tidak dihargai dan kecewa atas respon negatif atas seruannya untuk beriman pada Allah dari kaumnya. Memang ada beberapa versi tafsir dari alasan apa yang membuat Nabi Yunus marah meninggalkan kaumnya ini.

Nabi Yunus dalam keadaan marah meninggalkan kaumnya. Dia kemudian melarikan diri menuju ke pelabuhan untuk naik kapal yang akan membawanya menyeberangi lautan ke daratan lain. Namun apa daya, begitu kapal itu mulai berlayar dan sudah berada di tengah lautan, kapal itu pun oleng diterjang badai besar, hampir tenggelam. Menurut Hamka dalam Kitab Tafsir al-Azhar, nakhoda kapal berusaha mengatasi situasi gawat itu dengan membuang semua muatan berat ke laut, agar kapal tidak tenggelam. Tetapi kapal itu tetap oleng, tanda masih kelebihan muatan. Mau tidak mau harus ada orang yang dibuang ke laut untuk mengurangi beban kapalnya. Maka diadakanlah undian untuk menentukan siapa orang yang harus dibuang ke laut. Undian pertama jatuh pada Nabi Yunus. Para penumpang pun merasa iba, sebab mereka tahu siapa Nabi Yunus dan minta agar undian diulangi. Undian pun diulangi, tetapi tetap saja jatuh pada Nabi Yunus, sampai ketika diulangi untuk yang ketiga kalinya. Nabi Yunus pun sadar, mungkin itu sudah menjadi kehendak Allah sebagai peringatan atas tindakannya lari dari tanggung jawab membimbing umatnya.

Begitu Nabi Yunus dilemparkan ke laut, ternyata di sana sudah ada ikan paus raksasa yang siap menerkamnya hidup-hidup. Maka Nabi Yunus pun ditelan ikan raksasa itu dan berada dalam perutnya untuk sekian lama. Gelap gulita, sakit dan sangat sedih, penuh penyesalan. Nabi Yunus menyadari bahwa kejadian itu dtimpakan padanya tiada lain karena dia telah lari meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah. Di dalam keadaan gelap gulita itulah dia selalu bertasbih dan mohon ampun pada Allah. Seandainya dia tidak selalu membaca tasbih dan mohon ampun pada Allah mungkin dia akan tetap berada dalam perut ikan itu sampai hari kiyamat. Tasbih Nabi Yunus yang sangat terkenal dan banyak dihapalkan oleh kaum Muslimin ialah (لا إله إلا أنت سبحانك إنى كنت من الظالمين). Akhirnya dia pun dikeluarkan dari dalam perut ikan paus itu, setelah si ikan itu menepi ke pantai dan memuntahkan isi perutnya, melontarkan tubuh Nabi Yunus ke daratan. Terkait dengan bacaan tasbih tersebut, Nabi Muhammad SAW mengajarkan bahwa siapa pun orang Islam yang berdoa dengan mengucapkan tasbih tersebut Allah akan mengabulkan doanya.

روى ابن جرير والبيهقى فى جماعة عن سعد بن أبى وقاص أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: دعوة ذى النون فى بطن الحوت “لا إله إلا أنت سبحانك إنى كنت من الظالمين” لم يدع بها مسلم ربه فى شىئ قط إلا استجاب له.

Di dalam Persyarikatan kita dihadapkan pada berbagai dinamika yang cukup tinggi, hampir sepanjang waktu. Ada kalanya kita merasa senang karena kita bisa berkiprah dan mendapat sambutan positif dari jamaah. Namun tidak jarang kita dibuat kecewa karena gagasan dan langkah kita kurang mendapat perhatian seperti yang kita harapkan. Oleh karena itu tidak heran kita sering mendapati sebagian warga yang mutung, patah hati, tidak mau lagi mendukung atau mengikuti kegiatan di Persyarikatan. Padahal dia telah diberi amanah oleh jamaah. Dia mutung mungkin karena merasa tidak dihargai atau aspirasinya tidak diperhatikan. Sebagai seorang kader tentu sikap dan tindakan seperti itu tidak pantas dilakukan. Sebetulnya apa toh yang mendorong kita ikut dalam Muhammadiyah itu? Apa niat kita dulu bergabung dengan Muhammadiyah? Apakah kita sekedar ingin mendapatkan teman, pengaruh, atau ingin menjadikannya sebagai batu loncatan untuk meraih kedudukan tertentu dalam masyarakat? Kalau niatnya seperti itu jelas ia telah salah jalan dan akan menyesal. Di Muhammadiyah tidak ada jaminan untuk memperoleh itu semua. Maka kita harus meluruskan niat. Kita ikut Muhammadiyah semata-mata karena kita meyakini bahwa Persyarikatan ini telah memberikan jalan perjuangan amar makruf-nahi munkar sebagai pilihan dalam hidup kita. Semua itu kita lakukan semata-mata untuk mengharapkan ridho Allah SWT.

Tidak kurang dari alm. Jenderal Sudirman sebagai kader dan tokoh Muhammadiyah telah mewasiatkan pada kita: “Menjadi kader Muhammadiyah itu memang berat. Jika tidak siap lebih baik pulang.” Peringatan Allah pada Nabi Muhammad SAW agar tidak meniru langkah dan sikap Nabi Yunus dengan meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah adalah pelajaran bagi kita semua. Persyarikatan menuntut kesadaran kita bahwa berjuang di jalan Allah harus disertai niat yang tulus, berjuang dengan harta benda dan jiwa, bi-amwalikum wa-anfusikum. Selain berjuang dengan harta, kita juga berjuang jiwa dan raga sesuai dengan kemampuan kita masing-masing. Berjuang dengan jiwa artinya kita harus tangguh, memiliki tekad yang kuat, dengan niat yang tulus, tidak mudah putus asa dan tidak mudah kecewa, semata-mata guna menggapai keridhaan Ilahi.

Di dalam menjalani kehidupan sebagai warga Persyarikatan kita telah diberi panduan agar kita memiliki perilaku yang menunjukkan keteladanan demi terwujudnya masyarakat Islami yang sebenar-benarnya. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah disusun dengan beberapa kriteria ideal, antara lain: mengandung prinsip-prinsip dasar dalam bentuk acuan nilai dan norma; bersifat pengayaan untuk membentuk keluhuran budi dan kemuliaan ruhani; bersifat aktual, dalam arti memiliki keterkaitan dengan tuntutan kehidupan sehari-hari, serta dapat menjadi panduan umum guna menunjukkan arah bagi tindakan individu maupun kolektif yang bersifat keteladanan. Di dalam kehidupan berorganisasi, kita diingatkan, antara lain, akan pentingnya memelihara, melangsungkan dan menyempurnakan gerak langkah Persyarikatan dengan penuh komitmen dan kepribadian yang mulia (shidiq, amanah, tabligh dan fathanah) agar Muhammadiyah benar-benar menjadi gerakan Islam rahmatan lil-‘alamin.

Kita juga wajib menumbuhkan perilaku amanah dalam memimpin dan mengelola organisasi dengan segala urusannya, sehingga milik/aset dan kepentingan Persyarikatan dapat dipelihara dan dimanfaatkan bagi kepentingan dakwah, serta dapat diperatnggung jawabkan secata organisasi. Setiap anggota Muhammadiyah, terutama para pimpinannya, hendaknya jangan mengejar-ngejar jabatan dalam Persyarikatan. Tetapi juga tidak boleh menghindar dari tanggung jawab jika memperoleh amanah sehingga jabatan dan amanah merupakan sesuatu yang wajar sekaligus dapat ditunaikan dengan sebaik-baiknya. Apabila tidak menjabat atau memegang amanah secara formal dalam organisasi atau amal usaha maka ia hendaknya dapat menunjukkan jiwa besar dan keikhlasan untuk memberikan dukungan kepada pihak-pihak yang mendapat amanah.

Setiap anggota pimpinan Muhammadiyah hendaknya menjauhkan diri dari fitnah, sikap sombong, ananiyah (mementingkan diri sendiri) dan semua perilaku yang tercela lainnya yang mengakibatkan hilangnya simpati dan kemuliaan hidup yang seharusnya dijunjung tinggi sebagai seorang pemimpin. Ditegaskan lebih lanjut bahwa dalam setiap lingkungan Persyarikatan harus dibudayakan tradisi membangun imamah dan ikatan jamaah serta jam’iyah. Hal itu penting agar Muhammadiyah dapat tumbuh dan berkembang sebagai kekuatan gerakan dakwah yang kokoh. Ini semua akan terwujud jika setiap kader Muhammadiyah memiliki jiwa yang tangguh, terbuka (legowo) dan tidak mudah kecewa. Kader Muhammadiyah pantang lari dari tanggung jawab, dan bertekad untuk memberikan pengabdian yang ikhlas demi menggapai keridhoan Allah SWT. Ingat, slogan yang selalu diajarkan dalam training Baitul Arqom/Darul Arqom, bahwa kader itu pantang tolak tugas, pantang ulur waktu, pantang kerja tak selesai, dan dengan mengucap bismillah semua tugas harus tuntas.

Exit mobile version