YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY melalui Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) PWM DIY menyelenggarakan konsolidasi dan evaluasi Surat Edaran PWM DIY tentang “Protokol Kesehatan dalam Ibadah di Masjid/Musala”. kegiatan melalui video telekonferensi serta melalui youtube dilaksanakan pada Kamis, 18 Juni 2020.
Konsolidasi dan Evaluasi ini di hadiri oleh seluruh perwakilan PCM se DIY yang berjumlah 82 PCM, serta perwakilan PDM se DIY. dalam kesempatan ini Ikhwan Ahada M.Ag selaku ketua LPCR PWM DIY dalam sambutannya menyampaikan LPCR melakukan pendampingan, sehingga menjadikan Cabang dan Ranting berdaya. Terlebih dalam menghadapi pandemi covid 19 cabang dan Ranting harus memiliki ketahanan pangan, ekonomi, dan spiritual.
Acara konsolidasi yang dipandu oleh Agus Yuliyanto, S.Pd (LPCR PWM DIY) sebagai moderator menghadirkan H. Gita Danupranata, S.E, M.M (Ketua PWM DIY) dan Arif Jamali Muis M.Pd (Wakil Ketua PWM DIY & Wakil Ketua MCCC PP Muhammadiyah). H. Gita Danupranata, S.E, M.M selaku ketua PWM DIY mengatakan sesungguhnya dinamika menghadapai covid-19 ini sangat luar biasa, sehingga kita harus menyamakan persepsi dalam menghadapai covid-19 ini. Perjuangan tersendiri bagi persyarikatan Muhammadiyah dalam menyampaikan edaran serta putusan di masa pandemi ke tingkat Cabang dan Ranting sebagai ujung tombak Muhammadiyah. Karena meskpiun sudah jelas ada aturan organisasi namun ada saja jamaah yang tidak mengikutinya.
Arif Jamali Muis, M.Pd sebagai narasumber menyampaikan tidak ada tanda-tanda penurunan penularan covid 19, dilihat dari grafik saat ini penularan covid-19 di Indonesia masih tinggi. Bahkan DIY masih dalam tanggap darurat covid-19 hingga 30 Juni 2020 mendatang. Dengan demikian sebenarnya kita belum siap dalam menyambut new normal ini. data Ismail Fahmi dari Drone Emprite menyebutkan bahwa Indonesia paling bersemangat dalam menyuarakan istilah ini di jagat Twitter. Ia menyebutkan bahwa dalam periode 16-27 Mei 2020 kata “normal baru” disebutkan 89.569 kali di Indonesia. Mereka yang paling riuh menyuarakan normal baru ini adalah akun yang berasosiasi dengan Polri serta para pendukung pemerintah dengan tagar utama ”NewNormal” dan ”TataKehidupanBaru.” Sebagian cuitan ini dicuitkan mesin atau bot.
WHO (World health Organization) j telah menentukan enam pra syarat new normal yaitu : 1. Harus ada bukti bahwa transmisi virus korona dikendalikan, 2. kapasitas sistem kesehatan mampu mengantisipasi potensi ledakan kasus lagi dengan tes, 3. penelusuran kontak dan perawatan, 4. meminimalkan risiko penularan di wilayah dengan kerentanan tinggi,5. memantau risiko penularan impor kasus, dan 6. melibatkan masyarakat. Dari prasyarat tersebut Indonesia belum siap dalam menyambut new Normal, ia juga mengatakan jangan sampai Indonesia melakukan by pass tanpa memenuhi enam pra syarat WHO untuk menuju New Normal Tersebut.
Jika bencana alam grafik pentahapan bencana akam semakin turun. Akan tetapi karena ini merupakan bencana wabah sangat memungkinkan grafik ini akan naik kembali. Ada yang mengatakan kita berada dalam gelombang kedua pandemi covid-19. Padahal, kita masih berada di gelombang petama pandemi ini, dan baru di puncak gelombang petama. Maka dalam masa tanggap darurat ini ada tiga konsentrasi penangan yaitu Kesehatan, menekan penyebaran virus, dan ketahanan pangan (ekonomi).
Dalam hal ini ketahanan pangan jangan di tarik ke tingkat pusat. Akan tetapi ketahanan pangan (ekonomi) harus berada di tingkat cabang dan rantng. Karena cabang dan ranting yang berada di akar rumput yag bergerak langsung di lapangan. Ketahanan pangan (ekonomi) di tingkat cabang dan ranting juga merupakan gerakan ta’awun.
Meski kita belum layak dalam berbicara tentang new normal, lantas bagaima kita harus bersikap dalam situasi seperti ini ? intinya adalah 1. Pelaksanaan ibadah di saat wabah Covid-19 lebih mengutamakan keselamatan jiwa (hifdzun nafs) dan menghindarkan timbulnya bahaya (mudarat), sehingga diutamakan untuk melaksanakan ibadah di rumah 2. Kegiatan ibadah dapat dilaksanakan di masjid/musala secara berjamaah dengan menerapkan protokol kesehatan;3. Masjid/musala yang dapat dipergunakan untuk ibadah adalah masjid/musala yang berada di daerah aman (zona hijau) dan mendapatkan ijin dari gugus tugas pemerintah setempat; 4. Takmir masjid/musala dapat menambahkan ketentuan teknis pelaksanaan ibadah sesuai kebutuhan5. Apabila di suatu daerah terdapat penambahan kasus Covid-19 berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, maka kegiatan Ibadah dilaksanakan di rumah; 6. Apabila ketentuan sebagaimana tercantum pada butir 1 s.d 6 tidak dapat terpenuhi, maka kegiatan ibadah dilaksanakan di rumah;
Terakhir ia menyebutkan bahwa Muhammadiyah ini kuat, maka dari itu Muhammadiyah sangat tegas dalam menghadapi covid 19 ini. Muhammadiyah tidak melonggarkan tempat ibadah kareana mengutamakan keselematan jiwa jamaah. Arti agama Islam sendiri adalah keselamatan maka sudah sepatutnya temmpat Ibadah sebagai pelopor keselamatan.
Menyambut hari raya Idul Adha 1441 H yang akan jatuh pada 31 Juli 2020 banyak PCM yang meresahkan tentang bagaimana pelaksanaannya. Untuk menjawan persoalan ini Arif Jamali menyampaikan karena kondisi pandemi belum menurun maka pelaksanaan shlat Idul Adha masih sama dengan shalat idul Fitri yaitu dilaksanakan di rumah atau di lingkungan terbatas rumah. Untuk pemotongan hewan qurban di anjurkan di konfermasi untuk bantuan korban covid-19 serta berqurban melaui LAZISMU.
Ada hal menarik dalam konsolidasi PCM se DIY, ada beberapa PCM yang mengikuti konsolidasi dengan cara nobar (nonton bareng) bersama pimpinan yang lain. mereka sama menyaksiakan melalui zoom atau youtube di kantor PCM atau di rumah salah satu pimpiinan secara bersama-sama. Bahkan PCM Wonosari setelah konsolidasi di tutup terlihat mereka mbakmi bersama di rumah salah satu pimpinan.
Di tengah pandemi yang masih belum jelas akan berakhir, Cabang dan Ranting memiliki peran penting dalam menyampaikan keputusan-keputusan persyarikata kepada warga Muhammadiyah kareana cabang dan ranting ini lah yang menjadi ujung tombak gerakan Muhammadiyah. Konsolidasi seperti ini ke depan harus bisa terlaksana kembali, melihat dalam menyambut Idul Adha 1441 H masih banyak masyarakat yang masih bingung bagaimana pelaksanaan Hari Raya Idul Adha 1441 H ini. (Sidiq Wahyu)