Menggunakan Uang Kas Masjid untuk Penyembelihan Kurban

jenis hewan kurban

Foto Dok Istimewa

Pada masa sekarang, kebanyakan penyembelihan kurban dilaksanakan secara kolektif yang biasanya diselenggarakan oleh masjid atau panitia kurban

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Mohon penjelasannya perihal kurban sebagai berikut; apakah boleh kurban (udhiyah) yang dilaksanakan di masjid biaya penyembelihannya dibayar oleh takmir dengan menggunakan kas masjid? Mohon penjelasannya.

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Arif Zamzami (disidangkan pada Jum’at 16 Rabiul Awal 1438 H / 16 Desember 2016)

Jawaban:

Wa ‘laikumus-salam wr. wb.

Terima kasih atas pertanyaan yang saudara ajukan, berikut ini jawabannya.

Mengenai biaya penyembelihan kurban, Majelis Tarjih dan Tajdid telah membahas dan menerbitkannya dalam buku Tanya Jawab Agama jilid 5 halaman 132 terbitan Suara Muhammadiyah. Pada dasarnya, biaya operasional penyembelihan kurban ditanggung oleh orang yang berkurban (shahibul-qurban). Oleh karena itu apabila seseorang menyerahkan hewan kurban pada panitia dan panitia kurban memerlukan biaya untuk penyembelihan dan pengurusan daging, maka panitia dapat memintanya kepada shahibul-qurban. Lalu bagaimana dengan biaya penyembelihan kurban yang menggunakan uang kas masjid?

Kurban adalah ibadah yang disyariatkan. Pada prinsipnya segala hal yang berkaitan dengan ibadah tersebut haruslah disiapkan dan dilakukan oleh orang yang bersangkutan. Dalam ibadah kurban, pada dasarnya shahibul-qurban sendirilah yang melaksanakan segala hal terkait kurban ini, mulai dari menyiapkan binatang kurban, menyembelih hingga mengurus dagingnya. Namun dalam keadaan tertentu shahibul-qurban boleh menyerahkan urusan ini pada orang lain. Tentang pelaksanaan kurban apakah dilakukan sendiri oleh shahibul-qurban atau diserahkan pada orang lain terdapat beberapa hadis,

1

عَنْ أَنَسٍ قَالَ ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا يُسَمِّي وَيُكَبِّرُ فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ [رواه البخاري].

Dari Anas r.a. (diriwayatkan), dia berkata, Nabi saw berkurban dengan dua ekor domba yang warna putihnya lebih banyak daripada warna hitamnya. Aku melihat beliau meletakkan kaki beliau di atas rusuk domba tersebut sambil menyebut nama Allah dan bertakbir, lalu beliau menyembelih domba itu dengan tangan beliau sendiri [HR. al-Bukhari no. 5238].

2

عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ أَمَرَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَقْسِمَ جُلُودَهَا وَجِلَالَهَا وَأَمَرَنِي أَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا شَيْئًا وَقَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا [رواه أبو داود].

Dari Ali r.a. (diriwayatkan), ia berkata, Rasulullah saw memerintahkanku membantu mengurus unta kurban beliau dan membagikan kulitnya serta jilalnya (kulit yang diletakkan pada punggung unta untuk melindungi dari dingin), dan beliau memerintahkan agar aku tidak memberikan sesuatu pun kepada orang yang menyembelih. Beliau bersabda, “Kami akan memberinya dari diri kami” [HR. Abu Dawud no. 1769)].

Hadis pertama menunjukkan bahwa Nabi saw menyembelih sendiri domba yang beliau kurbankan. Sedangkan hadis kedua Rasulullah saw memerintahkan Ali r.a. untuk turut mengurus kurban beliau. Ini menunjukkan bahwa beliau menyerahkan pengurusan kurbannya pada orang lain. Hadis kedua juga menunjukkan kebolehan adanya panitia dalam pelaksanaan kurban.

Pada masa sekarang, kebanyakan penyembelihan kurban dilaksanakan secara kolektif yang biasanya diselenggarakan oleh masjid atau panitia kurban. Shahibul-qurban pada umumnya mengumpulkan binatang kurbannya di masjid atau tempat lain, kemudian disembelih bersama-sama. Terkadang shahibul-qurban langsung menyembelih sendiri binatang kurbannya, atau banyak pula masjid dan panitia kurban yang menyediakan orang-orang khusus untuk menyembelih dan mengurus daging kurban.  

Apabila hewan kurban disembelih oleh orang lain, maka shahibul-qurban yang menanggung biayanya, baik untuk penyembelihan maupun pengurusan dagingnya. Artinya, jika kemudian penyembelih kurban ini harus diberi upah, maka shahibul-qurban yang harus membayarnya dari harta miliknya. Hal ini karena kurban merupakan ibadah yang ia lakukan, sehingga pada prinsipnya segala yang berkaitan dengan kurbannya dikerjakan sendiri. Namun jika shahibul-qurban tidak mampu menyembelih kurbannya, atau ada alasan-alasan lain, sehingga diwakilkan atau diurus oleh orang lain, maka tanggungjawab atas kurban tersebut tetap dibebankan pada shahibul-qurban, termasuk di dalamnya biaya penyembelihan.

Kesimpulan

Terkait dengan hal tersebut, penggunaan uang kas masjid untuk membiayai penyembelihan kurban, menurut hemat kami tidak dapat dibenarkan. Hal ini karena uang kas masjid adalah dana infak yang dihimpun dari masyarakat, sehingga penggunaannya harus untuk kepentingan bersama dan kemanfaatan banyak orang.

Sedangkan kurban merupakan urusan pribadi orang yang bersangkutan (shahibul-qurban) berupa ibadah yang ia lakukan, sehingga semua biaya yang diperlukan pun menjadi tanggungjawabnya sendiri.

Oleh karena itu, penggunaan uang kas masjid tidak tepat jika digunakan untuk membiayai penyembelihan kurban. Uang kas masjid sebaiknya digunakan untuk pemeliharaan masjid, kegiatan-kegiatan masjid, kesejahteraan masyarakat atau jamaah masjid, maupun hal-hal lain yang mencakup kepentingan dan kemanfaatan bagi banyak orang.

Selain itu, disebutkan dalam hadis di atas, bahwa Rasulullah saw bersabda nahnu nu’thihi min ‘indina (kami memberinya dari diri kami). Kalimat ini menunjukkan bahwa biaya penyembelihan memang berasal dari shahibul-qurban, bukan diambil dari daging kurbannya atau dari sumber lain seperti uang kas masjid.

Akan lebih baik lagi jika panitia kurban atau takmir masjid menentukan perkiraan jumlah biaya yang harus dibayarkan oleh shahibul-qurban untuk membiayai penyembelihan hewan kurbannya. Sekaligus pengurusan dagingnya, dan kemudian diberitahukan kepada warga masyarakat yang berniat untuk berkurban.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Wallahu a‘lam bish-shawab

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 17 Tahun 2019

Exit mobile version