Hukum Mengalihkan Dana Kurban untuk Pembangunan Ruang Belajar

Hukum Mengalihkan Dana Kurban untuk Pembangunan Ruang Belajar
Sekalipun dana kurban itu dapat dialihkan niatnya untuk membangun faslitas ibadah maupun lembaga pendidikan, atas seizin dan keikhlasan calon shahibul kurban, namun di sisi lain jangan sampai hak fakir miskin secara keseluruhan untuk mendapatkan kebahagiaan dan distribusi daging hewan kurban tidak diperhatikan

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum. wr. wb.

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kuantan Hilir Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau, saat ini terhenti melanjutkan Pembangunan RKB SD-IT karena ketiadaan dana. Sementara ruang belajar yang ada cuma 2 (dua) sedangkan rombongan belajar ada 3 (tiga) kelas. Cara yang dapat kami lakukan dalam waktu singkat adalah mengalihkan dana qurban pimpinan maupun anggota Muhammadiyah, Aisyiyah, dan simpatisan untuk pembangunan RKB tersebut. Yang berarti tahun ini kami tidak berqurban.

Pertanyaan: Bolehkah cara tersebut dapat kami lakukan? Sebab kalau pembangunan (RKB) tersebut tidak berlanjut, maka alamat SD-IT Muhammadiyah berangsur-angsur akan ditinggal orang tua murid yang selalu mempertanyakan nasib kelanjutan sekolah anak mereka. Keadaan murid kelas I 22 orang, kelas II 14 orang, kelas III 16 orang.

Muslim Aris, Kuantan Hilir Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau (Disidangkan pada Jum’at, 18 Zulkaidah 1438 H / 11 Agustus 2017 M)

Jawaban:

Wa ’alikumussalam Wr. Wb.

Bapak Drs. H. Muslim Aris yang semoga dirahmati Allah swt, sungguh mulia dan besar perhatian bapak terhadap keberlangsungan lembaga pendidikan yang dikelola oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kuantan Hilir. Semoga Allah swt memberikan kemudahan dan solusi atas persoalan yang sedang dihadapi oleh Pimpinan Cabang di tempat bapak, dan bapak senantiasa diberi kesehatan dan kekuatan untuk menjalankan amanah tersebut.

Terkait dengan pertanyaan bapak tentang hukum mengalihkan dana kurban untuk pembangunan ruang belajar SD-IT Muhammadiyah, pertanyaan yang hampir sama pernah dijawab oleh divisi Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah tentang pemanfaatan dana dan daging hewan kurban untuk pembangunan sarana ibadah yang dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah No. 10 tahun ke-92/2007. Namun dalam pertanyaan tersebut hanya menggunakan sebagian dari dana atau 1 ekor hewan kurban saja, sehingga ibadah kurban masih tetap bisa dilaksanakan sebagaimana mestinya. Sedangkan dalam pertanyaan bapak disebutkan tentang penggunaan seluruh dana kurban, sehingga kurban tidak dapat dilaksanakan secara total. Oleh sebab itu, kami perlu menjelaskan lebih lanjut terkait dengan pertanyaan bapak tersebut, termasuk pertimbangan-pertimbangan yang diperlukan.

Makna Kurban

Perlu dipahami, bahwa kurban merupakan salah satu ajaran Islam yang diperintahkan kepada setiap muslim yang memiliki kemampuan untuk menyembelih hewan kurban dengan jenis dan kriteria tertentu, pada hari tertentu (yaumun-nahri dan ayyamut-tasyrik) dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah swt. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka orang yang mengalihkan dana kurbannya untuk sesuatu yang lain seperti pembangunan sarana ibadah dan sekolah, tentu tidak dapat disebut berkurban, namun ia mendapatkan pahala karena keikhlasannya menyumbang untuk pembangunan fasilitas tersebut, dan juga mendapatkan pahala karena niat awalnya ingin berkurban. Namun karena adanya sekolah yang jauh lebih membutuhkan dan mendesak, lalu dana yang semestinya untuk berkurban dia alihkan untuk pembangunan sekolah yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Sedangkan jika Pimpinan Cabang Muhammadiyah yang bertindak sebagai panitia kurban telah mengumpulkan dana dari pimpinan maupun anggota Muhammadiyah, Aisyiyah dan simpatisan untuk keperluan kurban, namun setelah dana kurban terkumpul Pimpinan Cabang Muhammadiyah berencana untuk mengalihkan dana tersebut untuk pembangunan RKB karena dianggap lebih mendesak,  maka yang harus dilakukan oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah, adalah; harus meminta izin dan persetujuan serta keikhlasan dari seluruh shahibul kurban yang telah menyerahkan dana kurbannya kepada panitia. Hal ini karena panitia tidak memiliki kewenangan sedikitpun untuk mengalihkan dana kurban tanpa seizin dan keikhlasan pemiliknya.

Namun di sisi lain, Pimpinan Cabang Muhammadiyah juga patut mempertimbangkan secara mendalam dan bijaksana terkait dengan sisi lain dari pensyariatan ibadah kurban. Apakah untuk kepentingan pembangunan sekolah tersebut lalu Pimpinan Cabang Muhammadiyah menafikan pelaksanaan ibadah kurban secara total, padahal ibadah kurban merupakan salah satu jenis amalan yang sangat disyariatkan dan diperintahkan dalam Islam? Apalagi di antara tujuan esensial pensyariatan ibadah kurban disamping sebagai syiar agama, juga sebagai bentuk perhatian Islam terhadap kaum du’afa dan fakir miskin untuk mendapatkan distribusi daging hewan kurban. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat-ayat dan hadis berikut ini:

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ [الحج، 22: 28].

“Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir” [QS. al-Hajj (22): 28].

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ [الحج، 22: 36].

“Dan telah kami jadikan untuk kamu unta-unta sebagian dari syi’ar (agama) Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. Demikianlah kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur” [QS. al-Hajj (22): 36].

عَنْ عَلِيٍّ قَالَ أَمَرَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا [رواه مسلم وأبو داود وابن ماجة وأحمد].

“Dari Ali (diriwayatkan) ia berkata; Aku disuruh oleh Rasulullah saw untuk membantu mengurus penyembelihan hewan kurbannya, menyedekahkan daging dan kulitnya, serta mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan kesempurnaan kurban. Tetapi aku dilarang oleh beliau mengambil upah untuk tukang potong dari hewan kurban itu. Maka untuk upahnya kami ambilkan dari uang kami sendiri” (HR. Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)

عَنْ قَتَادَةَ بْنَ النُّعْمَانِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَلَا تَبِيعُوا لُحُومَ الْهَدْيِ وَالْأَضَاحِيِّ فَكُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُودِهَا وَإِنْ أُطْعِمْتُمْ مِنْ لُحُومِهَا شَيْئًا فَكُلُوهُ إِنْ شِئْتُمْ. [رواه أحمد].

“Dari Qatadah bin an-Nu’man (diriwayatkan), bahwasanya Nabi saw bersabda: Janganlah kalian menjual daging Hadyu (daging yang disembelih Jamaah Haji waktu pelaksanaan ibadah) dan daging kurban, tapi makanlah, bersedekahlah dan nikmatilah dengan kulitnya. Jika kalian diberi makan dengan daging tersebut maka makanlah sekehendak hati kalian” [HR. Ahmad].

Ayat-ayat al-Qur’an dan hadis-hadis di atas menjelaskan tentang ibadah kurban sebagai amalan yang disyariatkan dalam Islam dan tentang pihak-pihak yang mendapatkan hak dari daging kurban. Bahkan dalam Buku Tanya Jawab Agama jilid 5, ketika menjelaskan hadis tersebut di atas menegaskan bahwa; “Inti dari ibadah kurban adalah MEMBERI SHADAQAH kepada fakir miskin berupa daging kurban. Di dalamnya mengandung unsur ibadah dan sekaligus unsur menambah protein hewani bagi fakir miskin.” Sedangkan dalam Buku Tanya Jawab Agama jilid 1 juga ditegaskan tentang pentingnya pembagian daging hewan kurban kepada fakir miskin. Terlebih lagi dalam riwayat lain dijelaskan tentang salah satu esensi dari dua hari raya (Idulfitri dan Iduladha) adalah sebagai hari bergembira dan makan minumnya umat Islam, terutama kaum fakir miskin, sehingga jangan sampai pada hari bahagia dan gembira tersebut kaum fakir miskin  tidak merasakannya.

Kesimpulan

Dengan demikian, sekalipun dana kurban itu dapat dialihkan niatnya untuk membangun faslitas ibadah maupun lembaga pendidikan, baik oleh calon shahibul kurban maupun Pimpinan Cabang Muhammadiyah (panitia) atas seizin dan keikhlasan calon shahibul kurban, namun di sisi lain jangan sampai hak fakir miskin secara keseluruhan untuk mendapatkan kebahagiaan dan distribusi daging hewan kurban tidak diperhatikan. Pimpinan Cabang Muhammadiyah juga harus berusaha mencari sumber-sumber lain secara berkesinambungan untuk mendapatkan dana pembangunan, seperti; mencari donatur, zakat Infak dan Shadaqah (ZIS), dan cara-cara lain yang halal.

Kalaupun karena pertimbangan yang mendesak, lalu Pimpinan Cabang harus memanfaatkan dana yang awalnya akan dipergunakan untuk kurban, sejatinya tidak semuanya dimanfaatkan untuk itu, namun perlu diatur di mana sebagian dana dipergunakan untuk kurban dan sebagian lagi untuk dana pembangunan sekolah. Sehingga kedua hal tersebut dapat terlaksana secara beriringan, tanpa ada salah satu hal yang terkesan diabaikan. Hal ini sesuai dengan kaidah;

مَا لاَ يُدْرَكُ كُلُهُ لاَ يُتْرَكُ كُلُهُ

“Sesuatu yang tidak bisa digapai seluruhnya, jangan ditinggalkan seluruhnya.”

Sebab jika semua digunakan untuk dana pembangunan, maka dapat dipastikan akan mengurangi syiar dan kebahagiaan dari umat Islam, terutama fakir miskin yang semestinya merasakan kebahagian di hari raya Iduladha ini.

Wallahu a‘lam bis-shawab

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 18 Tahun 2017

Exit mobile version