YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) FKIP Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menggelar Seminar Nasional Kewarganegaraan #2.
Seminar bertajuk “Pendidikan warga negara di era baru: tantangan, peluang dan rekonstruksi Pendidikan Kewarganegaraan”. Dibuka langsung oleh Rektor UAD Dr Muchlas, MT, Senin (29/3).
Terselenggara atas kerja sama dengan Asosiasi Profesi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Indonesia (APK3nI) Pusat. Diikuti oleh ribuan orang secara daring melalui video telekonferensi dan streaming online.
Rektor UAD Dr Muchlas, MT berharap seminar ini dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi pendidikan kewarganegaraan. “Khususnya membangkitkan rasa cinta generasi muda kita kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, sekaligus menjaga akar budaya dari bangsa Indonesia ini,” tutur Muchlas.
Ketua Program Studi PPKn UAD Dikdik Baehaqi Arif, MPd bertindak sebagai moderator. Bersama empat narasumber ahli yaitu Guru Besar Universitas Terbuka yang juga Ketua AP3KNi Prof Udin S Winataputra, MA, Gurubesar Universitas Negeri Manado Prof Dr Sjamsi Pasandaran, MPd, Guru Besar Universitas Negeri Padang Prof Azwar Ananda, MA, dan Wakil Ketua Mejelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Dr Kasiyarno, MHum.
Prof Udin S Winataputra menguraikan tantangan pendidikan kewarganegaraan di era baru. Seperti tantangan perubahan, ideologis, tekno-psiko pedagogis, dan sosial-kultural. “Terjadi perubahan yang besar-besaran di lingkungan masyarakat ini, apalagi setelah terjadinya Corona,” ungkap Udin. Menurutnya pandemi melatih kedisiplinan, tidak setiap daerah bisa mendisiplinkan warganya.
Tantangan-tantangan itu mucul di era baru, yaitu abad yang saat ini dijalankan. Semua tantangan dihadapi dalam rangka membangun keadaban warga negara. Selain itu, inti dari budaya kewarganegaraan adalah nilai-nilai Pancasila.
PPKn Masa Kini dan Nanti
Prof Dr Sjamsi Pasandaran, MPd menyampaikan dampak Covid-19 membuat 1,6 miliar anak-anak dan remaja putus sekolah di 161 negara. Mereka kehilangan kegiatan pembelajaran dengan meningkatnya angka putus sekolah serta kehilangan kesempatan memperoleh bahan pembelajaran terbaik.
Menurutnya, dari Pandemi Covid-19 dapat diambil pelajaran bahwa fokus pendidikan bukan hanya pada akademik melainkan semua kebutuhan siswa. Tidak cukup hanya belajar secara online, tetapi didasarkan pada core value yaitu Pancasila. Siswa tidak hanya sebagai objek tetapi juga menjadi subjek. Dalam hal ini menjadi agen perubahan dan sumber daya pelopor.
“Kita akan berada di era baru yaitu teknologi, revolusi industri, dan globalisasi dengan segala pengaruhnya, “ kata Sjamsi.
Prof Azwar Ananda, MA menyampaikan bahwa setidaknya ada dua ranah dalam civic education. Yaitu civic education for society dan civic education for school. Pendidikan Kewarganegaraan untuk masyarakat dan Pendidikan Kewarganegaraan untuk sekolah.
Azwar Ananda menekankan tentang empat pilar berbangsa dan bernegara. Yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI sebagai bentuk negara Indonesia.
Terkait menghadapi Pandemi Covid-19, Azwar mengusulkan agar ada penambahan salah satu kompetensi dalam Pendidikan Kewarganegaraan yaitu kompetensi kesehatan. Pendekatan cerdas kesehatan ini dalam rangka meningkatkan literasi baru PKn dan warga negara yang lebih kompeten.
Dr Kasiyarno, MHum mengungkapkan tentang Pancasila sebagai Darul Ahdi wa Syahadah sebagaimana menjadi pandangan Muhammadiyah. Diputuskan di Muktamar Muhammadiyah di Makassar pada tahun 2015. Darul Ahdi berarti negara melakukan konsensus nasional. “Negara kita berdiri karena seluruh kemajemukan bangsa, golongan, daerah, kekuatan politik sepakat untuk mendirikan negara Indonesia,” ungkapnya.
Darul Syahadah berarti negara tempat kita mengisi. “Jadi setelah kita punya Indonesia yang merdeka, maka seluruh elemen bangsa ini harus mengisi menjadi bangsa yang maju, adil, makmur, dan bermartabat,” imbuh mantan Rektor UAD ini.
Kasiyarno memaparkan materi tentang Pendidikan Kewarganegaraan di era digital. Digital competence mesti masuk ke dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Syaratnya setiap Pemerintah Daerah menjalankan sistem e-Government untuk menjadi Smart City.
Terakhir, tujuannya yaitu loyalitas nasional. “Menjadi peserta didik, warga negara, yang punya loyalitas, punya komitmen kepada tanah air, bangsa, dan negara kita. Tidak kehilangan jadi diri sebagai bangsa Indonesia, sekalipun dipengaruhi oleh budaya yang macam-macam, mereka mempunyai tekad untuk memajukan bangsa ini,” pungkasnya. (Riz)