SLEMAN, Suara Muhammadiyah – Dosen Arsitektur Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, Indah Pujiyanti, M.Sc, di masa new norml ini berbagi konsep guidline design berbasis kesehatan. Hal tersebut disampaikan dalam diskusi bertajuk “Architect as a Mayor in Indonesian Cities: What’s Impact on Urban Design Policy?” yang diselenggarakan oleh Architecture 04 Connection bekerja sama dengan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta (UII), UIN Sunan Ampel Surabaya, Universitas Aisyiyah (Unisa) serta Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), pada Kamis (25/5).
Indah Pujiyanti, M.Sc, menjelaskan bahwa desain perkotaan diatur dalam peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh dalam peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Panduan Arsitektur Bangunan Baru Bernuansa Budaya Daerah. Selain itu, juga diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/ PRT/ M/2007 Tanggal 16 Maret 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
Himbauan mencuci tangan sebagai langkah pencegahan Pandemi Covid-19 telah menimbulkan kebiasaan baru, yaitu munculnya berbagai macam tempat cuci tangan portable. Tidak jarang tempat cuci tangan ini menggunakan barang seadanya seperti tempat minum, tempat makanan dan sebagainya.
Indah Pujiyanti berpendapat munculnya tempat-tempat cuci tangan portable di ruang publik juga harus memperhatikan kelayakan terutama dalam hal kesehatan.
“Tempat cuci tangan idealnya bersifat permanen, sesuai karakter lokal, dan lebih baik lagi jika penggunaannya tanpa sentuhan,” jelasnya.
Lain hanya pada bangunan. Tempat cuci tangan pada bangunan menurut Indah, wajib ada di setiap pintu masuk utama, serta memperhatikan ketentuan sebagaimana panduan tempat cuci tangan yang ada di ruang publik.
Himbauan mengenakan masker pun tidak luput dari perhatiannya. Menumpuknya limbah masker misalnya perlu disikapi dengan adanya tempat pengelolaan limbah masker. Seperti penyediaan tempat sampah tertutup, di berbagai tempat baik di ruang publik maupun di salah satu bangunan, serta menyediakan sistem pengelolaan limbah “infeksius” skala kawasan.
Di samping itu, menjaga jarak fisik tidak kalah penting. Kursi-kursi yang sebelumnya berdekatan dibuat berjarak. Jarak diantara kursi tersebut akan cantik jika dimanfaatkan sebagai meja atau dibuat menyerupai pot tanaman. Begitu halnya pada bangunan. Menurut Indah, kapasitas bangunan perlu dibatasi, presentasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) diperbesar, menyediakan tempat antrian di luar ruangan, serta menyediakan area drivethru untuk banguna komersil.
“Penting menyediakan sarana dan prasarana pendukung seperti jaringan internet, ruang serbaguna dengan tetap menjaga jarak. Ruang terbuka hijau, minimal 30% untuk berjemur, berolahraga, bercocok tanam, dan lain-lain,” terang Indah. (riz)