Buku Mozaik Keteladanan Buya Syafii Maarif, Kesaksian Hidup bersama Guru Bangsa terbagi menjadi tiga bagian utama. Yakni Mozaik Keteladanan, Mozaik Kesederhanaan, dan Mozaik Kemandirian
Oleh : Muhda Ashari D. Wibawa
Sebagai seorang yang berusia 85 tahun, Buya Syafii Maarif adalah sosok yang menjadi teladan bagi siapapun. Baik yang usianya masih muda maupun sampai yang hampir seusia dengan beliau. Terbukti pada saat milad Buya Syafii Maarif yang ke-85 pada 31 Mei 2020 yang lalu sampai sepekan lebih, tercatat telah diadakan webinar sampai 10 kali yang diinisiasi oleh kalangan intelektual muda. Juga terkumpul sampai dengan 34 artikel tentang milad Buya Syafii yang ditulis dari berbagai kalangan dan usia.
Pada puncaknya, terbitlah sebuah buku yang mengisahkan tentang keteladanan Buya Syafii Maarif dari sisi yang tidak banyak orang tahu dengan judul Mozaik Keteladanan Buya Syafii Maarif, Kesaksian Hidup bersama Guru Bangsa.
Sebuah buku karya Erik Tauvani Somae, salah seorang kader terbaik Muhammadiyah yang ringan dibaca namun tetap berisi. Buku ini berisikan tulisan-tulisan mengenai kehidupan Buya Syafii Maarif yang terekam secara langsung oleh penulis ketika penulis sedang membersamai Buya Syafii Maarif. Tulisan-tulisan yang sebenarnya ditulis di laman facebook Erik Tauvani Somae sejak beberapa tahun silam sampai sebelum buku ini terbit, akhirnya dibukukan setelah mendapatkan saran dari Pimpinan Suara Muhammadiyah yang sekaligus menjadi tempat buku ini dicetak.
Karya dari Erik Tauvani Somae dengan ukuran 14 x 21 cm dan tebal 156 halaman ini dipersembahkan untuk Buya Syafii Maarif saat milad yang ke-85. Buku ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yakni Mozaik Keteladanan, Mozaik Kesederhanaan, dan Mozaik Kemandirian. Setiap bagiannya berisi tulisan ringan yang mampu membuat seakan-akan kita yang berada disisi Buya. Tulisan dari kisah yang autentik tanpa dibuat-buat. Buku ini cocok dibaca oleh siapapun, bahkan bagi yang belum terbiasa membaca sekalipun. Tidak perlu waktu yang lama, bagi yang hobi membaca mungkin dengan sekali duduk buku ini akan selesai dibaca.
Erik mampu membuat tulisan ini sarat akan hikmah, utamanya adalah hikmah dan ilmu kehidupan. Pelajaran dari seorang Guru Bangsa yang telah banyak merasakan asam garam kehidupan. Keteladanan dan kemandirian menjadi kunci dari cerita dalam buku ini. Berulang kali kisah keteladanan dan kemandiriran tertuang dalam buku ini, antara lain sebagai berikut :
Sikap egaliter. Bagi Erik Tauvani Somae, sikap egaliter sangat melekat dalam diri Buya Syafii Maarif. Kepada siapapun, Buya tidak pernah pandang bulu. Besar atau kecil, tua atau muda, sikap egaliter selalu ditunjukkan oleh Buya Syafii Maarif dalam banyak kesempatan. Keteladanan ini juga tertuang dalam kisah ketika Buya Syafii rapat di Tim Pengembangan Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta dan juga ketika rapat di Suara Muhammadiyah.
Enggan meminta bantuan selagi mampu. Buya adalah sosok yang mandiri, atau mungkin terkesan tidak akan meminta bantuan selagi Buya masih mampu. Namanya yang besar tidak membuat Buya menjadi orang yang mudah meminta tolong untuk dilayani, justru Buya selalu menolak ketika hendak dilayani, sungguh kemandirian yang jarang sekali kita lihat ada pada sosok orang yang besar namanya. Kisah ini tertuang beberapa kali dalam buku ini, seperti dikisahkan Erik saat berkunjung ke rumah Buya dan melihat beliau sedang mencuci pakaiannya sendiri. Bahkan inilah yang menjadi kunci kesehatan fisik Buya di usianya yang sudah tidak muda lagi.
Salat tepat waktu, dan jangan pernah meninggalkan salat. Banyak kisah yang menceritakan tentang peribadahan Buya. Bukan untuk mengumbar ibadah seseorang, namun untuk memberi pelajaran bagi siapapun bahwa salat adalah hal yang sangat penting dan jangan sekali-kali ditinggalkan. Buya adalah sosok yang rajin ke masjid untuk salat, dan sosok yang peduli dengan masjid. Bahkan Buya pernah berpesan kepada mahasiswi yang duduk berhadapan dalam perjalanan menuju Solo untuk selalu menjaga salatnya.
Masih banyak pelajaran yang bisa diambil dari kisah-kisah kehidupan Buya. Sangat disarankan bagi siapapun yang belum mengenal sosok Buya, atau hendak menyelami keteladanan seorang Buya untuk membaca buku Mozaik Keteladanan Buya Syafii Maarif karya Erik Tauvani Somae ini. Pasti tidak sedikit yang tidak setuju atau berseberangan dalam pemikiran dan pendapat dengan Buya Syafii Maarif, namun dalam hal keteladanan, Buya Syafii Maarif adalah sosok yang antara ucapan dan perbuatan tidak pecah kongsi.
Sungguh beruntung sekali saudara Erik Tauvani Somae bisa membersamai Buya Syafii Maarif dalam banyak kesempatan. Sehingga kita bisa mendapatkan sesuatu yang mungkin belum pernah kita ketahui sebelumnya. Kalau saja Erik tidak diangkat menjadi sekretaris eksekutif Tim Pengembangan Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta, mungkin buku ini tidak akan pernah ada di tangan para pembaca sekalian. Selamat menikmati dan mengambil banyak pelajaran dari buku ini.
Muhda Ashari D. Wibawa, Alumni Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta