Ketua Takmir di masjid kampung itu ikut ke Muktamar. Dia dipilih oleh Daerah untuk menjadi utusan. Waktu berpamitan dengan jamaah masjid, dia minta doa restu dan berjanji akan menjadi anggota Muktamar yang baik.
”Saya akan rajin mengikuti semua acara di sana. Dengan demikian saya akan tahu dengan mata kepala sendiri tentang apa yang terjadi di Muktamar. Ini akan menjadi pengalaman saya yang pertama mengikuti Muktamar sebagai utusan. Kalau yang dulu-dulu saya kan hanya menjadi penggembira bersama bapak-bapak dan ibu-ibu,” katanya.
”Kalau sekarang mau jadi penggembira kan tempatnya jauh Pak, biayanya banyak,” sahut seorang bapak tua, ”Maka kebetulan Pak Ketua Takmir menjadi peserta Muktamar dan bisa mengikuti semua acara Muktamar di sana.”
”Ya, alhamdulillah saya dipilih oleh Daerah. Bapak dan ibu-ibu tidak usah kecil hati karena tidak bisa hadir di arena Muktamar. Kan bisa mengikti Muktamar dengan nonton televisi.”
”Tapi kurang seru Pak,” sahut seorang ibu.
”Dan kurang lengkap. Karena itu kami minta dioleh-olehi cerita atau pengalaman Pak Ketua Takmir di Muktamar itu.”
”Baik, saya berjanji akan membawa oleh-oleh yang menarik bagi jamaah masjid ini semua.”
Jamaah bertepuk tangan.
”Terima kasih Pak.”
”Oleh-olehnya kami tunggu.” Percakapan waktu berpamitan itulah yang selalu terngiang-ngiang dalam kepala Pak Ketua Takmir saat naik pesawat terbang, saat mendarat, saat memasuki bis dan menuju ke penginapan. Rombongan dia kebetulan menginap di tempat yang tidak begitu jauh dari tempat sidang Muktamar. Di menara Iqra’. Ia begitu kagum melihat perkembangan kampus Muhammadiyah yang dijadikan arena Muktamar.
Pada waktu pembukaan, ia berangkat awal. Naik bis dan sampai tempat pembukaan masih belum ramai sekali. Ia dapat memilih tempat duduk di depan. Bisa menyaksikan panggung kehormatan untuk para pimpinan dan para tamu undangan. Ia membawa kamera foto dan alat perekam video adegan di pembukaan Muktamar.
Dalam perjalanan pulang ia sempat mampir di tempat Bazar Muktamar. Ia memborong gantungan kunci khas Muktamar untuk oleholeh. Untuk isteri dan keluarganya ia beli kain tenun khas sana.
Tak lupa, ia membeli buku-buku yang yang dapat dijadikan bahan pengajian di masjidnya. Ia pilih buku-buku baru dan buku lama untuk ia berikan kepada para ustadz pengisi pengajian.
Suasana sidang dan ceramah selama Muktamar yang hangat dan tertib itu ia rekam. Demikian juga ketika mengikuti pemilihan pimpinan. Dan ketika hasilnya diumumkan semua menyambut gembira. Waktu penutupan yang meriah ia ikuti. Setelah penutupan, ia bersama rombongan berjalan-jalan ingin menikmati masakan ikan dan pisang bakar di pantai. Adegan makan dan penuh tawa gembira ini pun ia rekam. Di tempat itu ia bertemu dengan utusan dari pelosok negeri ini yang tempatnya jauh sekali. Mereka berpotret bersama. Bertukar pengalaman tentang bagaimana mengembangkan Persyarikatan di daerahnya masing-masing.
Dalam perjalanan pulang, selama di pesawat ia tidur. Tubuhnya lelah sekali. Tetapi kelelahan ini tertebus saat pesawat mendarat dan anak isterinya menyambut gembira. Dan bahagia. Ia rangkul dan ia ciumi anak isterinya. Sebagian jamaah yang menyempatkan diri menyambut kedatangan rombongan muktamirin ia salami.
”Oleh-olehnya lho Pak.” kata seorang yang rajin berjamaah di masjid.
”Ya, besuk setelah Maghrib saya bagi di masjid. Oke semua?”
”Oke, Pak, Oke.”
Ia memenuhi janjinya. Sore itu jamaah masjid penuh. Di serambi dipasang pesawat televisi lebar. Ia memutar hasil rekamannya. Penonton gembira. Mereka mengomentari adegan yang lucu-lucu. Pemutaran video rekaman muktamar dihentikan saat terdengar adzan Isyak. Setelah shalat Isyak, dilanjutkan lagi. Keluarga Pak Takmir menjamu jamaah masjid itu dengan minuman teh dan kopi panas. Lalu ada makan malam dengan lauk otak-otak ikan dan ikan gurih yang hanya ada di pantai timur Indonesia. Tidak lupa sambal pedasnya.
Setelah pemutaran video selesai, dilanjutkan dialog. Gayeng.
”Untunglah saya menjadi peserta Muktamar Muhammadiyah. Muktamar yang tertib dan bermartabat. Saya bangga menjadi orang Muhammadiyah,” katanya menutup acara pembagian oleh-oleh Muktamar.
Jamaah pun bertepuk tangan.
”Kami juga bangga menjadi jamaah masjid Muhammadiyah Pak!” teriak seorang bapak yang pernah berkali-kali mengikuti Muktamar, sebagai penggembira. (Mustofa W Hasyim)
Sumber: Majalah SM Edisi 19 Tahun 2015