YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pemahaman akan risiko dan bahaya dengan baik merupakan kunci ketangguhan masyarakat di lereng Merapi dalam menghadapi erupsi yang sewaktu – waktu terjadi. Sudah 2 tahun terakhir Merapi terus menunjukkan keaktifannya dengan aktivitas erupsi yang skalanya selalu berbeda – beda.
Menurut Hanik Humaida selaku Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Merapi merupakan gunung berapi yang sangat aktif dan memiliki 5 karakter letusan yang komplit.
“Antara erupsi terakhir saja sudah berbeda dari 2006, 2010 dan sekarang berbeda. Erupsi Merapi yang paling besar itu skala 4 dari skala gunung berapi secara umum 1 sampai 8,” ungkapnya, Sabtu (4/7).
Menurutnya menumbuhkan ketangguhan di masyarakat lereng Merapi tentu memiliki metode tersendiri sebab karakteristik gunung sangat mempengaruhi kearifan lokal bagi masyarakat disana.
Eko Teguh Paripurno selaku Ketua Forum Perguruan Tinggi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Indonesia menyampaikan bahwa meningkatkan kapasitas ketangguhan bagi masyarakat itu ada pada pemahaman dasar tentang risiko yang ada di lingkungan mereka. Setiap gunung memiliki karakteristik dan tingkat kesuburan tanah berbeda – beda sehingga tentu mempengaruhi pola kehidupan masyarakat yang tinggal didalamnya.
“Ada peristiwa – peristiwa yang melatari itu, juga karena memang selatan timur Barat itu beda. Kalau di geologi selatan itu lebih Ada lava air lebih banyak di timur dan Utara tidak ada,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Eko Teguh yang kerap isapa Kang ET menjelaskan bahwa perbedaan karateristik di tengah masyarakat harus ditanggapi dengan melakukan program – program pilihan dan pola intervensi yang berbeda.
Bahkan Kang ET menyampaikan bahwa sering kali pihak – pihak LSM atau lembaga penelitian yang ingin berkegiatan di lereng Merapi dimintai untuk mampu mentransfer pengetahuan PRB dan hal – hal yang berkaitan dengan geologi kepada masyarakat setempat guna memperdalam pemahaman dan berdampak menjadi ketangguhan bagi mereka.
“Tidak semua masyarakat benar – benar memahami risiko hingga ke penanganannya. Prinsipnya kami pengelolaan risiko Bencana berbasis komunitas termasuk didalamnya kearifan lokal,” ujarnya.
Adapun bergantinya tahun juga mempengaruhi stabilitas ketangguhan masyarakat lereng merapi. Persoalan infrastruktur yang kian merosot hingga penduduk yang semakin padat di lereng merapi, membuat BPPTKG dan pemerintah setempat harus melakukan pemantauan ketat dengan peralatan yang lengkap.
Selain itu kesadaran masyarakat pun harus ditingkatkan untuk mampu mengelola risiko dan merefleksi kelemahan (kerentanan).
“Namun, yang menarik bahwa pembelajaran bersama itu prinsipnya harus di mulai dari bagaimana unsur – unsur pelayanan dasar itu terlewati,” pungkasnya.(riz)