YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Rembug Nasional digagas Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam memandang dinamika kebangsaan aktual. Dalam hal ini terkait Ancaman Kebebasan Sipil dan Keadilan Sumber Daya Alam yang menjadi kewajiban organisasi. Baik kewajiban kebangsaan maupun keagamaan.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr. Busyro Muqoddas, S.H, M.Hum menyatakan Rembug Nasional sebagai salah satu upaya penyelamatan negara. “Setelah cukup lama organisasi ini bersama organisasi Islam yang lain dan kelompok masyarakat sipil, perguruan tinggi, aktivis, pegiat sosial, dalam upaya penyelamatan negara ini,” tutur Busyro dalam sambutannya, Rabu (8/7).
Bergabung sebagai narasumber Prof. Dr. Muhammad Maksum dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Dr Sonny Zulhuda sekalu Pakar Cyber Law, Guru Besar UGM Prof Dr Mohtar Masoed, CEO Drone Emprit Dr Ismail Fahmi.
Busyro Muqoddas menyampaikan pengantar berjudul “Reposisi Arah Kebijakan Negara ke Jalan yang Benar”. Menurutnya kebijakan negara akhir-akhir ini semakin menjauh dari kehidupan kedaulatan rakyat dan moral konstitusi UUD 1945. “Jalan yang benar yaitu kembali kepada spirit kedaulatan rakyat dan kemerdekaan bangsa,” kata Busyro.
Sejumlah peristiwa menjadi perhatian publik seperti pelumpuhan masyarakat sipil hingga penyusunan Undang-undang yang bermasalah. Termasuk sisi gelap peradilan kasus teror terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kekerasan politik dalam bidang agraria yang mengorbankan rakyat.
“Orang kritis ditangkap, orang kritis diinteli, orang kritis HP-nya disadap, dan seterusnya. Kemudian kampus sedang akan mengembangkan – meningkatkan budaya akademik yang itu diperlukan masyarakat demokrasi, tapi justru digagalkan,” ungkap Busyro.
Mantan Ketua KPK ini mengatakan bahwa kritik merupakan dalam rangka memerdekakan yang berserikat berpendapat, ”Kita tidak bisa lagi membiarkan ada peretasan, ada pengintaian yang berlebih-lebihan, ada teror terhadap aktivis, penggiat sosial, tokoh, terhadap kampus. Ini tidak bisa kita biarkan, kita bukan negara fasis.”
Busyro menyebut kini muncul pasal Neo-Otoritarianisme melalui revisi UU KUHP. Pasal-pasal bermasalah tersebut diantaranya Pasal 219 A, Pasal 241, Pasal 247, Pasal 262, Pasal 263, Pasal 604, dan Kemasyarakatan Pasal 9 C.
“RUU KUHP juga melemahkan sistem pemberantasan korupsi. Disitu di Pasal 604 disebutkan masa hukuman koruptor minimal 2 tahun, padalah dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi minimal 4 tahun,” kata Busyro. “Jadi ini Pasal-pasal yang bermain-main, yang penuh kekumuhan moral, yang menunjukkan ketidakjujuran,” tambahnya.
Hasil dari Rembug Nasional yang dilakukan dalam lima putaran akan disampaikan kepada Pemerintah. Dalam hal ini Presiden Jokowi agar kembali ke jalan yang benar. “Jalan yang benar itu adalah kembali kepada kedaulatan rakyat. Membela rakyat dengan sunguh-sungguh jujur, cerdas, dan profesional,” pungkas Busyro.(Riz)
Rembug Nasional Ancaman Kebebasan Sipil dan Keadilan Sumber Daya Alam