Memahami Watak Gerakan Muhammadiyah
Oleh: Prof Dr H Haedar Nashir, MSi
Banyak peristiwa nasional yang hadir silih berganti di tengah umat Islam dan ranah kebangsaan. Demo damai Jum’at 4 November 2016 di Jakarta adalah yang paling fenomenal. Bagi umat Islam isu utamanya ialah penistaan agama yang dilakukan Gubernur Basuki Tjahaya Purnama. Hukum harus ditegakkan dengan tegas, adil, dan transparan tanpa pandang bulu.
Di sebagian tubuh umat Islam dan warga Muhammadiyah pun berkembang dinamika pikiran yang di sana sini berbeda. Kontroversi atau pro dan kontra tidak jarang terjadi antar personal atau kelompok. Lebih-lebih dengan peran media sosial yang sangat luar biasa, perdebatan pandangan itu semakin keras dan cepat meluas. Isu kecil tidak jarang menjadi besar dan luas. Dunia medsos telah hadir sebagai kekuatan kelompok kepentingan yang dominan.
Muhammadiyah tentu tidak terelakkan berada dalam kehidupan keumatan dan kebangsaan yang dinamis dan kadang banyak kontroversi itu. Apalagi yang menyangkut politik, termasuk dalam menghadapi pemilihan kepala daerah serentak untuk bulan Februari 2017 dengan segala nuansa politiknya yang kadang keras. Di DKI Jakarta bahkan paling keras, kontroversi, dan melibatkan banyak pihak yang kompleks.
Presiden Jokowi bahkan harus melakukan safari politik dan silaturahmi dengan sebanyak mungkin kekuatan masyarakat akibat dari kasus penistaan agama itu. Tensi politik menjadi tinggi dan mulai ada yang melarikan ke berbagai situasi yang tidak mudah diprediksi. Kehidupan politik nasional tampaknya akan terus menghangat dan mungkin terus memanas dari satu isu dan kasus ke isu dan kasus lainnya. Dunia politik memang sering sangat dinamis, keras, dan sadat kontroversi.
Menyampaikan Aspirasi
Dalam menghadapi kasus penistaan agama Muhammadiyah sebagaimana komponen Islam yang lain bersikap tegas dan jelas sebagaimana dapat dibaca dalam beberapa pernyataam resmi Pimpinan Pusat. Karenanya tidak perlu meragukan prinsip dan sikap dasar Muhammadiyah. Tetapi tentang hal cara dan artikulasi tentu tidak harus sama dengan pihak lain. Muhammadiyah juga menghargai demo dan memberi keleluasaan pada warganya untuk berpartisipasi sebagai hak warga negara. Jika ada larangan penggunaan atribut hal itu didasarkan pada berbagai pertimbangan taktis dan organisatoris.
Pesan, isi, spirit, ghirah, dan tujuan mayoritas umat Islam Indonesia baik di Jakarta maupun seluruh tanah air dari semua komponen sama yaitu tidak menerima dan merasa tersinggung rasa keagamaan oleh ujaran saudara Ahok yang kemudian dikategorisasikan sebagai penistaan atau penodaan agama. Boleh jadi ada sebagian kecil orang Islam yang tidak menganggapnya demikian, dengan argumentasi dan pandangannya sendiri. Pandangan yang berbeda itu tidak perlu disikapi dengan ujaran-ujaran yang kasar dan menista agar umat Islam tetap menunjukkan akhlak mulia.
Umat Islam lain meski menentang penistaan agama tetapi tidak berdemo. Mereka yang tidak berdemo karena berbagai sebab dan keadaan patut dihargai dan dihormati, sebagaimana yang tidak berdemo menghargai dan mendukung yang demo. Demo adalah salah satu jalan menunjukkan sikap dan aspirasi, bukan satu-satunya. Jalan lain masih terdapat seperti melalui tulisan, lobi, silaturahim, dan bertemu langsung dengan pihak-pihak untuk menyampaikan sikap dan aspirasi umat Islam. Semuanya menyangkut cara, bukan tujuan. Tujuan satu tetapi cara dapat beragam.
Karenanya tidak perlu ada unsur heroik dalam hal cara, bahwa yang satu lebih menggambarkan spirit Islam yang tinggi ketimbang lainnya. Semuanya memiliki tempatnya sendiri. Sesama umat tidak perlu saling menyalahkan atau merendahkan soal demo atau tidak demo. Berdemo atau melalui cara penyampaian aspirasi yang lain pun selain sama baiknya, juga diperlukan langkah yang baik dan tepat sasaran. Sebaliknya tidak perlu dengan menggunakan cara-cara atau langkah-langkah yang tidak baik atau tidak simpatik, sehingga tujuan yang baik tetap harus dilakukan dengan cara yang baik.
Karenanya ketika Muhammadiyah menempuh cara langsung menyampaikan pandangan dan aspirasi melalui silaturahim, dialog, dan lobi selain melalui pendapat tertulis maka merupakan cara yang menurut Muhammadiyah baik. Jika ada sebagian warga yang tidak setuju dengan langkah Muhammadiyah tersebut dan memaksakan kehendak dengan mendemo Pimpinan Pusat atau melakukan hal-hal yang cenderung provokasi melalui ujaran di media sosial dan lainnya, tentu sikap tersebut tidaklah baik dan tidak mencerminkan karakter Muhammadiyah.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah memiliki cara dan kebijakan yang didasarkan pada pertimbangan matang dalam menentukan sikap. Sikap memaksakan kehendak lebih-lebih dilakukan dengan cara yang konfrontasi di lingkungan internal Muhammadiyah bukanlah menggambarkan Kepribadian Muhammadiyah. Dalam menyampaikan aspirasi jangan mengikuti genderang orang, tetapi harus tetap mengikuti cara dan karakter gerakan Muhammadiyah sendiri.
Kepribadian Muhammadiyah
Muhammadiyah dalam menghadapi situasi politik atau kondisi nasional apapun selain harus tanggap dan mencari solusi, pada saat yang sama harus berpijak pada kepribadiannya. Dalam menyikapi masalah yang berskala luas pertama haruslah diingat bahwa Muhammadiyah itu bukanlah partai politik yang boleh melakukan aktivitas langsung kegiatan politik praktis. Muhammadiyah juga bukan Lembaga Swadaya Masyarakat yang cenderung oposisi sebagai Non-Government’s Organization (NGO’s). Muhammadiyah juga bukan kelompok kepentingan bebas (free interest-group) yang bersifat jalanan dan konfrontasi melawan pemerintah baik berupa gerakan kiri maupun kanan.
Muhammadiyah sejak awal telah memilih posisi gerakan kemasyarakatan yang basis dan karakter utamanya sebagai gerakan dakwah. Meskipun gerakan dakwah, Muhammadiyah tidak sama dengan gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir, Taliban di Afghanistan, Front Pembela Islam di Indonesia, dan gerakan-gerakan Islam Transnasional yang berhaluan keras. Mereka kita hargai, tetapi Muhammadiyah tidak sama dan menghimpitkan diri dengan karakter gerakan berhaluan keras itu.
Muhammadiyah Gerakan Modernisme Islam (3)
Watak gerakan Islam dan gerakan dakwah Muhammadiyah sejak berdiri hingga saat ini ialah gerakan wasithiyah atau tengahan, yang dalam menjalankan dakwah amar makruf dan nahi munkar memiliki iramanya sendiri sebagaimana tercermin dalam Kepribadian Muhammadiyah yang masih dipedomani secara resmi. Gerakan moderat atau tengahan itu tentu memiliki prinsip, lebih-lebih jika berkaitan dengan akidah dan ibadah, serta dalam membela kepentingan Islam.
Dalam Kepribadian Muhammadiyah digariskan Sepuluh Sifat yang harus menjadi karakter Muhammadiyah secara kelembagaan maupun warganya selaku anggota Persyarikatan. Kesepuluh sifat Muhammadiyah itu ialah sebagai berikut:
(1) Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan;
(2) Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah;
(3) Lapang dada, luas pandangan, dengan memegang teguh ajaran Islam;
(4) Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan;
(5) Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara yang sah;
(6) Amar ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik;
(7) Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud ishlah dan pembangunan, sesuai dengan ajaran Islam;
(8) Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan agama Islam serta membela kepentingannya;
(9) Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridlai Allah SwT; dan
(10) Bersifat adil serta korektif ke dalam dan keluar dengan bijaksana.
Karenanya semua komponen di tubuh Persyarikatan harus mengindahkan Kepribadian Muhammadiyah tersebut. Dalam hal prinsip semua warga Persyarikatan senantiasa istiqamah. Namun dalam hal cara menyampaikan aspirasi tentu senantiasa seksama sejalan dengan prinsip dakwah dan karakter Muhammadiyah. Pahami dan ikuti prinsip ideologis Muhammadiyah tersebut jika masih menjadi anggota Muhammadiyah karena itulah yang menjadi patokan atau pedoman bermuhammadiyah.
Seluruh warga Persyarikatan lebih-lebih kader dan pimpinan dalam menyampaikan pendapat, pandangan, sikap, dan aspirasi hendaknya berbingkai akhlak karimah dan selaras Kepribadian Muhammadiyah. Ujaran kasar, provokasi, serta ingin menang dan merasa benar sendiri bukanlah perangai Muhammadiyah. Beramar-ma’ruf dan nahyu-munkar harus tetap dengan cara yang makruf dan tidak boleh dengan cara sembarangan. Penggunaan media sosial pun harus tetap santun dan berakhlak mulia. Itulah yang membedakan Muhammadiyah dengan yang lain. Pakailah Kepribadian Muhammadiyah dan jangan ikuti genderang orang lain!
Sumber: Majalah SM Edisi 23 Tahun 2016