59 Tahun: Kebangkitan Keilmuan ala IPM

Di usia 59 tahun, tentu banyak harapan dari kader IPM tentang kemajuan, keilmuan dan juga gerakan yang dapat menjadi solusi dari semua permasalahan pelajar yang ada

Oleh : Fathin Robbani Sukmana

Jika membaca judul tersebut saya teringat abad peralihan dari Abad Pertengahan ke Zaman Modern, Abad peralihan ini terjadi dari Abad ke 14 sampai Abad ke 17. Atau biasa dikenal dengan Renaisans (bahasa Prancis: Renaissance).

Renaissance adalah sebuah gerakan budaya yang sangat mempengaruhi kehidupan intelektual Eropa pada periode modern awal. Bermula di Italia lalu menyebar ke seluruh Eropa pada abad ke-16, pengaruh Renaissance dirasakan dalam sastra, filsafat, seni, musik, politik, ilmu pengetahuan, agama, dan aspek lain di bidang intelektual.

Jika melihat sejarah Renaisans, tentu sejarah IPM juga mengalami banyak perubahan intelektual, ketika awal berdiri IPM konsisten dengan gerakan Iqra dan saat ini menjadi gerakan literasi yang lebih luas bukan hanya sekadar membaca.

Namun sayang dalam perjalanannya IPM lebih banyak didominasi dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat advokatif, sehingga kegiatan keilmuan seakan tidak terlihat dan tenggelam begitu saja, belum lagi kegiatan formalitas yang hanya menunaikan program kerja.

Di tingkat pusat, wacana -wacana keilmuan terus digulirkan namun di pimpinan bawah tidak semua melek akan wacana keilmuan tersebut, belum lagi jika forum perkaderan hanya dianggap sebagai tiket pencalonan pimpinan.

Musyawarah tertinggi pun yang menjadi wadah menyampaikan gagasan menjadi kegiatan politis, semua menunggu pemilihan, jika sidang komisi yang membahas wacana keilmuan dan tidak begitu “seksi” tentu sangatlah sepi.

Memulai Kembali

Semenjak saya diamanahi untuk duduk di Bidang Pengkajian Ilmu Pengetahuan PW IPM Jawa Barat, sebetulnya master Plan yang saya punya cukup biasa saja, seperti program PIP pada umumnya dan juga berfokus pada kajian.

Namun sejak Covid-19 menyerang semua kegiatan IPM menjadi berbasis daring. Akhirnya saya dan tim PIP IPM Jabar bergerak cepat dan menyelenggarakan Jabar Student Talk sebagai wadah diskusi keilmuan dengan berbagai tema dan narasumber ahli.

Setelah kegiatan itu usai, bidang PIP PP IPM menginstruksikan PIP PW untuk mengirimkan tulisan berupa gagasan keilmuan untuk milad 59 tahun IPM, dan akhirnya kemarin malam (17/7) buku “penjaga napas keilmuan” resmi beredar.

Sebelum peluncuran buku tersebut, PIP PW IPM Se-Jawa dan Se-Indonesia menyelenggarakan bincang daring, usul ini diawali oleh Andri PIP PW IPM DKI, lalu saya setuju dan akhirnya menghubungi Nabhan (DIY), Fery (Jatim), Fashli (Banten), Ivan (Jateng).

Diskusi tersebut membahas masa depan keilmuan IPM, mulai dari riset, literasi, teknologi, media, berkarya hingga masyarakat ilmu. Wacana-wacana tersebut kita diskusikan karena ke depan kerja keilmuan harus dilakukan secara asyik dan nyaman tentu hasilnya di desain secara menarik.

Saat ini kerja keilmuan seperti membaca, meneliti, menulis, berdiskusi, mengkaji seperti hilang begitu saja di kalangan pelajar akibat digerus oleh globalisasi yang tiada henti, bahkan e-sport lebih mudah diterima dibandingkan kerja keilmuan.

Tentu IPM sebagai gerakan pelajar harus bisa mengerjakan PR tersebut, terutama membuat kerja keilmuan menjadi menarik, menjadi primadona di kalangan pelajar bahkan harus bisa melahirkan influencer dengan berbagai konten bermanfaat yang menarik.

IPM sebagai Aktor Penjaga Peradaban

Bidang Pengkajian Ilmu Pengetahuan merupakan salah satu bidang wajib di IPM, tentu ini merupakan tugas berat karena IPM harus tetap menjaga kerja keilmuan di tengah penggerusan moral di dunia maya.

Dengan kegiatan keilmuan yang baru saja kembali dilakukan oleh bidang PIP Se-Indonesia, kader IPM harus mendukung semua kerja keilmuan agar cita-cita mewujudkan masyarakat ilmu bisa terlaksana sesuai waktu yang telah direncanakan.

Di usia 59 tahun, sudah saatnya kader IPM bergerak dan berkolaborasi melakukan kerja keilmuan untuk mewujudkan inovasi baik untuk kader IPM, Muhammadiyah dan juga seluruh pelajar yang berada di Indonesia.

Sudah saatnya mengembalikan marwah musyawarah IPM sebagai ajang tukar pikiran serta adu ide dan gagasan, sidang komisi bukan hanya formalitas tetapi betul-betul menjadi wadah baku hantam gagasan dengan gagasan, hasil penelitian dengan hasil penelitian.

Setelah membuahkan hasil lalu diperdalam melalui diskursus perkaderan, laboratorium perkaderan menguji layak atau tidak hasil musyawarah menjadi gerakan IPM, dengan begitu kerja keilmuan IPM tidak dilakukan oleh bidang PIP saja.

Semua inovasi dan gerakan yang dihasilkan dari dua kegiatan rutin di atas harus dirasakan oleh seluruh pelajar di Indonesia. IPM harus menjadi aktor penjaga peradaban, agar pelajar di Indonesia bisa tetap berkarya walaupun diserang oleh globalisasi tanpa henti

59 Tahun Kebangkitan Keilmuan

Di usia 59 tahun, tentu banyak harapan dari kader IPM tentang kemajuan, keilmuan dan juga gerakan yang dapat menjadi solusi dari semua permasalahan pelajar yang ada, namun tantangan yang datang tidak pernah berhenti menghampiri.

Ke depannya, IPM harus melahirkan intelektual yang asyik seperti Andrea Hirata, Dee Lestari, Fahd Pahdepei. Melahirkan pemikir Muhammadiyah seperti Ayahanda Haedar Nashir dan semua tokoh Muhammadiyah lainnya yang sudah diterima oleh masyarakat.

Renaisans dengan gerakan budayanya bisa mengubah zaman menjadi zaman modern, dan IPM dengan gerakan pelajar serta inovasinya, yang ditandai kebangkitan keilmuan di 59 tahun ini, dapat mengubah masa depan Indonesia yang melek akan teknologi dan juga keilmuan.

Selamat Milad ke 59 IPM, semoga seluruh kader dan pimpinannya konsisten terhadap kerja-kerja keilmuan, dan juga terus berinovasi dalam setip langkah geraknya.

Nuun Wal Qolami Wamaa Yasthuruun

Fathin Robbani Sukmana, Ketua PW IPM Jawa Barat Bidang PIP

Exit mobile version