Oleh: Muh Ikhwan
Ditengah era serba digital yang ditandai dengan kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi seperti saat ini. Umat Islam harus mendukung secara penuh gerakan ilmu diatas. Apatah lagi sebuah organisasi pelajar, Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) yang memiliki paradigma tertib belajar. Sebuah paradigma yang mesti menjadi motor gerakan Ilmu.
Jika pelajar hari ini tidak ingin tertindas roda zaman yang berputar demikian cepat. Gerakan ilmu ini tidak bisa ditunda-tunda lagi, mengingat kondisi bangsa Indonesia yang belum juga kunjung membaik. Berbagai macam problematika keumatan dan kebangsaan yang perlu dikawal dan setiap saat membutuhkan advokasi secara full dari para pelajar. Kerja-kerja seperti ini dibutuhkan pikiran-pikiran intelektual yang didukung oleh kapasitas ilmu yang memadahi.
Saat sekarang, sejauh mana sumbangsi pemikiran intelektual pelajar dalam memahami ajaran Islam, membaca, memahami dinamika zaman yang begitu kompleks. Sudakah kita punya kapasitas keilmuan terhadap hal ini?
Apa yang digagas Muhammadiyah tidak perlu dipertanyakan lagi. Apalagi jauh-jauh hari Kiai Dahlan sudah wanti-wanti, Muhammadiyah ini harus banyak melahirkan Kiai-intelek atau Intelelek-kiai.
Muhammadiyah hari ini sudah ada intelek-kiai, menjadi ulama dan juga sebagai tokoh Nasional. Keberadaan Intelek-kiai Muhammadiyah sudah mesti jadi kebanggaan kita bersama. Kedepan, agar kebanggan ini tidak sirna, upaya pelajar adalah terus membumikan gerakan ilmu. Bagaimana kemudian IPM mampu melahirkan pelajar cerdas berilmu, agar Muhammadiyah punya generasi yang membanggakan serta menggembirakan semesta.
Menarik sekali analisis Paul Kennedy terkait pentingnya ilmu. Dalam For the Twentieth (1993), Kennedy menganalisis, mengapa negara-negara Afrika Barat, seperti Nigeria, Sierra Leone, dan Chand, tetap saja miskin dan dirundung malang, sementara negara-negara asia Timur, seperti Korea Selatan melaju cepat? Perbedaan amat mencolok itu ternyata terletak pada kualitas sumber daya manusia diantara keduanya.
Untuk bersaing atau melampauhi negara-negara maju, dibutuhkan kualitas sumber daya manusia. Ikatan Pelajar Muhammadiyah mesti mengambil bagian dalam rangka mencetak sumber daya manusia yang dibutuhkan. Kenapa hari ini Negara Indonesia masih kental mengkomsumsi produk-produk asing, sebab Indonesia masih mengekor terhadap kemajuan dari segala lini kehidupan, ekonomi, teknologi dan sebagainya. Kenapa demikian, karena Indonesia tidak memiliki sumber daya manusia yang siap bersaing dan mampu menciptakan hal-hal baru yang bisa jadi bren negara.
Maka sangat masuk akal, sekiranya Ayahanda Prof. Dr. A. Syafi’i Maarif, MA. mengatakan, agar dapat membumikan pesan Rahmatan lil Alamin dalam seluruh dimensi kehidupan berbangsa. Muhammadiyah didalammya Ikatan Pelajar Muhammadiyah kini harus semakin concren dalam urusan Ilmu. Beliau mengatakan, ” Tidak ada jalan lain untuk bersikap setia kepada gagasan Islam yang berkemajuan, kecuali mau belajar dan membuka diri selebar-lebarnya, selebar kehidupan itu sendiri”.
Spirit gerakan Ilmu bukan sesuatu yang baru dikalangan Muhammadiyah termasuk IPM. Melainkan kelanjutan gagasan yang telah dirintis oleh Kiai Dahlan dulu. Misalnya, lewat Muhammadiyah Kiai Dahlan melahrikan terebosan baru dengan sistem pendidikan Islam modern yang holistik, integratif, dan spirit ajaran Al-Ma’un dari hasil tadabburnya.
Gagasan dan spirit pemikiran seperti Kiai Dahlan sangat dibutuhkan sekarang, kita berharap IPM melahirkan Dahlan-dahlan baru yang tidak diragukan bagaimana kualitas kepribadiannya. Atau paling tidak, IPM yang lahir dari rahim Muhammadiyah mampu membumikan Islam dan berjuang menegakan misi Islam yang diidealisasikan Muhammadiyah. Terlebih Ikatan Pelajar Muhammadiyah, menjadi wadah bagi pelajar muslim dalam mencetak generasi cerdas, berkarakter, terampil, serta berwawasan secara holistic yang mampu mencerahkan semesta.
Selamat Milad IPM ke-59
Muh Ikhwan, PR IPM Balassuka 2014-2015