Haedar Nashir: Saya Bangga Pernah Menjadi Bagian IPM

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) adalah bagian yang menyatu padu dengan misi dakwah dan tajdid Muhammadiyah. Usia 59 tahun bukan waktu yang singkat. Usia tersebut dapat dijadikan barometer tentang seberapa jauh IPM memberikan manfaat bagi kehidupan khususnya pelajar.

“Saya sangat gembira dan sekaligus bangga karena saya pernah menjadi bagian dari organisasi ini. Perjalanan aktif di IPM ini menjadi pondasi yang kuat dalam memajukan gerakan dakwah dan tajdid di Muhammadiyah,” ungkap Haedar Nashir dalam acara malam Refleksi Milad ke-59 IPM (18/7).

Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan, dalam menghadapi perubahan zaman yang sangat cepat, IPM memiliki tugas untuk mentransformasikan nilai-nilai dasar kepada kehidupan pelajar. Tugas tersebut tercermin dari slogan IPM yang sangat kuat “Demi pena dan segala apa yang dituliskannya”. Dalam tafsirnya, Ibnu Kasir mengaitkan ayat ini dengan firman Allah QS. Al-Alaq tentang pentingnya membaca. “Slogan ini harus mampu menjadi kekuatan dalam menggerakkan roda organisasi serta memajukan semesta,” pesannya.

Dalam konteks Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah dan tajdid, IPM memiliki posisi serta peran yang sangat penting. Muhammadiyah dan IPM merupakan kesatuan yang utuh. Ada untuk saling mendukung dan memajukan. Maka dibutuhkan kajian dan pemahaman yang mendalam untuk menegakkan Islam sebagai rahmatan lil alamin. Mengasah kembali pemahaman tentang konsep bayani, burhani, serta irfani di dalam Al-Qur’an. “Diusianya yang ke-59 tahun tentu tidak menjadi penghalang bagi IPM untuk menyerap apa pun. Kita harus terus belajar,” ujarnya.

Di samping itu, warga IPM diharapkan mampu memahami serta mengaktualisasikan janji pelajar dengan tekad dan kesungguhan. Membudayakan tradisi membaca karena akan menjadi kekuatan serta modal besar di masa yang akan datang. Dengan banyaknya bacaan akan membuat seseorang semakin bijaksana. “Jangan sampai kita merasa paling benar, paling suci, dan kemudian memakai pakaian Tuhan. Kita harus terus mengasah diri,” tegas Haedar. (diko)

Exit mobile version