Masa muda adalah fase dimana seseorang mempunyai energi lebih untuk melakukan berbagai hal didunia ini. Fase ini, tak sedikitpun para pemuda lalai dalam manisnya dunia. Sehingga ia lupa dan salah dalam memanfaatkan energi pada dirinya. Jauh sekali pemikiran mereka tentang kematian, musibah, bahkan keadaan umat mereka. Karena mereka merasa memiliki segalanya. Terlebih lagi mereka yang terlahir dari orang tua yang kaya raya. Dia akan merasa seperti raja didunia. Segala fasilitas mampu ia dapatkan.
Perjuangan Rasulullah dalam menyebarkan islam tidak terlepas dari perjuangan kaum muda pada masa itu. Semangat muda yang membara disertai dengan aqidah yang kuat, tentunya memberikan nilai positif dalam penyebaran agama Allah. Salah satu sahabat Nabi yang menjadi teladan yang baik bagi kaum muda adalah Mush’ab bin Umair. Beliau adalah seorang pemuda yang gagah, tampan, penuh dengan jiwa dan semangat muda yang membara. Beliau sangat terkenal di Makkah.
Mush’ab bin Umair di lahirkan kurang lebih 14 tahun setelah Nabi lahir. Beliau bernama lengkap Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin Kilab al-Abdari al-Qurasyi. Mush’ab lahir dari keluarga kaya dan mencukupi. Digambarkan bahwa masa kecil Muash’ab sangat dimanja oleh kedua orang tuanya. Tak ada anak yang sebahagia Mush’ab di Makkah pada saat itu. Bahkan Rasulullah pun pernah bersabda :
مَا رَأَيْتُ بِمَكَّةَ أَحَدًا أَحْسَنَ لِمَّةً ، وَلا أَرَقَّ حُلَّةً ، وَلا أَنْعَمَ نِعْمَةً مِنْ مُصْعَبِ بْنِ عُمَيْرٍ
“Aku tidak pernah melihat seorang pun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya, dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim)
Apakah mungkin, anak muda dengan perawakan yang bagus, mempunyai harta, dan selalu menjadi buah bibir anak gadis di Makkah akan menjadi teladan bagi kepahlawanan?
Ketika itu kabar islam sudah terdengar dikalangan masyarakat Quraisy. Sampailah kabar ini kepada Mush’ab bin Umair. Kabar yang ia dengar adalah Rasulullah biasa mendakwahkan Islam di rumah Arqam bin Abil Arqam. Dengan dorongan semangat keimanan, ia tak pernah absen menghadiri majelis keislaman ini. Mush’ab selalu terperangah oleh ayat-ayat Allah yang di bacakan oleh Rasulullah. Karena ayat-ayat itu selalu tepat mengenai hatinya.
Perjuangan Mush’ab baru saja dimulai. Arifin Alfatih menguraikannya dalam Misi Rahasia Mushab bin Umair. Sama seperti sahabat-sahabat lain yang berada di Makkah. Kerupawanannya, dan kedudukanya, sama sekali tidak berpengaruh terhadap perlakuan mereka yang membenci Muhammad. Hal yang paling berat bagi Mush’ab adalah ibunya. Ibunya bernama Khunas binti Malik. Beliau dikenal wanita yang berkepribadian kuat dan tak bisa di tawar. Masyarakat Makkah sangat segan dengan dia bahkan juga di takuti. Hal inilah yang di khawatirkan Mush’ab mengenai keislamanya.
Selama ia ke rumah Arqom, ternyata ada beberapa orang Quraisy yang memperhatikan dia. Tentunya kabar ini sampai ke telinga ibundanya. Ketika pulang Mush’ab sudah di sambut oleh orang tua nya dan beberapa petinggi Quraisy. Ibunya marah dan kecewa. Namun Mush’ab membacakan ayat-ayat Allah yang disampaikan oleh Rasulullah. Mendegar hal ini ibunya sebenarnya luluh, namun ia tidak mau menampakkanya. Kemudian ia menyeret Mus’ab dan mengurungnya di suatu ruangan di rumahnya. Dengan kondisi seperti ini, Mush’ab tidak menyerah. Ketika mendengar kaum muslimin akan berhijrah ke Habsyah, Mush’ab bersiasat dan berhasil mengelabuhi penjaga dan ibunya. Dia pun ikut untuk berhijrah ke Habasyah. Dari situlah ia selalu mengikuti kemana Rasulullah dan apa yang di perintahkan oleh beliau.
Pada suatu hari, ketia kaum muslimin berkumpul bersama Rasulullah, terlihat Mush’ab duduk di dekat beliau. Kaum Muslimin yang lainya memandang Mush’ab dengan penuh penghayatan dan kesedihan. Mereka melihat Mush’ab hanya mengenakan kain yang usang, serta penuh tambalan, padahal masih sangat mereka ingat bahwa Mush’ab orang yang selalu rapi dan memakai pakaian terbaik di Makkah. Mereka tahu, bahwa Mush’ab meninggalkan itu semua demi kecintaannya kepada Allah dan Rasulunya. Rasulullah pun juga memandang Mush’ab dengan penuh arti dan disertai dengan rasa syukur dan cinta. Bahkan Rasulullah meneteskan air mata melihat keadaan Mush’ab.
Suatu hari, Mush’ab mendapat tugas yang cukup berat dari Rasulullah ﷺ . Mush’ab di tugaskan untuk menjadi duta utusan Rasulullah bagi masyarakat Madinah. Disinilah urgensi bahwa diplomasi sangat dibutuhkan untuk membangun komunikasi agar kepentingan kita tercapai. Mush’ab mendapat tugas untuk memperkenalkan Islam dan mengajarkan Islam di sana. Dengan perawakan yang bagus, dan pribadi yang matang, tentunya Mush’ab mampu menarik perhatian masyarakat Madinah dan apa yang ingin disampaikan akan tercapai. Alhamdulillah, dengan pertolongan Allah disertai sifat zuhud, kejujuran, dan kecerdasan yang ia miliki, akhirnya Madinah menjadi tempat untuk kaum Muslimin. Dalam hal ini Rasulullah juga sudah memikirkan akan tempat dan sarana berkembangnya Islam karena memang Makkah pada saat itu tidak kondusif.
Semangat muda Mush’ab dan kesetiaan beliau juga di tunjukan ketika perang Uhud. Mush’ab mendapat tugas membawa bendera perang. Ketika itu suasana kacau. Karena tentara Muslim mengabaikan perintah Rasulullah. Akhirnya Mush’ab mengacungkan benderanya dengan setinggi-tinginya dan bertakbir sekencang-kencangnya dan menorobos barisan musuh. Hal ini ia lakukan agar musuh befokus pada dia sehingga tidak menghiraukan Rasulﷺ. Tiba-tiba datang musuh bernama Ibnu Qumaiah datang menghampiri Mush’ab dan memenggal tangan kananya. Mush’ab jatuh dan kembali berdiri, seraya mengambil bendera itu dengan tangan kirinya. Namun, orang berkuda itu kembali menusuk Mushab dan Mush’ab pun gugur dalam medan pertempuran.
Selesai pertempuran, Rasulullah meninjau medan perang. Ketika sampai pada jasad Mushab bin Umair, bercucuran deras air mata Rasulullah. Tak sehelai pun kain untuk menutupi jasadnya selain sehelai burdah. Andai ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua belah kakinya. Sebaliknya bila ditutupkan di kakinya, terbukalah kepalanya. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan kakinya tutuplah dengan rumput idzkhir!”
Kemudian sambil memandangi burdah yang digunakan untuk kain penutup itu, Rasulullah berkata, “Ketika di Makkah dulu, tak seorang pun aku lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripadanya. Tetapi sekarang ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya dibalut sehelai burdah.”(Syifana)