Hukum Darah Istihadah
Pertanyaan :
Assalamu ‘alaikum wr.wb.
Mohon maaf, apabila kurang bekenan, saya mau bertanya terkait istri saya yang selama ini haidnya lama sekali, sampai dua minggu kadang lebih, terkadang sudah tidak haid tapi keluar setitik darah/lebih dari jalan lahir (hal ini terjadi setelah persalinan dan menggunakan IUD). Jika keluar setitik darah apakah tidak boleh untuk shalat? layaknya sedang haid? Selama ini saat setitik darah itu keluar, istri saya dengan persetujuan saya kita perlakukan seperti sedang haid. Mohon penjelasan untuk hal tersebut.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Arif Rahman (disidangkan pada Jum‘at, 4 Muharam 1440 H / 14 September 2018 M)
Jawaban :
Wa ‘alaikumussalam wr.wb.
Terima kasih atas pertanyaan yang telah saudara ajukan. Sebelum masuk dalam pembahasan perlu kami sampaikan bahwa menurut penjelasan dari para ahli, penggunaan alat kontrasepsi atau IUD memiliki beberapa efek samping, di antaranya perforasi (pendarahan pada jaringan rahim saat pemasangan alat kontrasepsi), masalah hormonal, kista ovarium, penyakit radang panggul, kehamilan ektopik (kehamilan di luar kandungan) dan yang paling umum adalah gangguan haid (menstruasi tidak teratur).
Setiap wanita memiliki jangka waktu haid yang berbeda-beda. Meskipun demikian jangka waktu haid tersebut akan selalu konstan (tetap) dan menjadi waktu normal haid bagi wanita tersebut. Sangat boleh jadi keluarnya darah yang terjadi pada istri saudara dipengaruhi oleh pemakaian IUD. Apabila terdapat darah keluar melebihi waktu normalnya maka bisa dikategorikan sebagai darah istihadah. Adapun perbedaan antara darah haid dan darah istihadah adalah,
- Dari segi warna, darah haid umumnya hitam sedangkan darah istihadah umumnya merah segar.
- Pada umumnya darah haid beraroma busuk atau tidak enak sedangkan istihadah tidak busuk karena merupakan darah biasa yang disebabkan terputusnya urat atau pembuluh.
Dengan memperhatikan perbedaan di atas, dapat diketahui apakah darah yang keluar itu termasuk darah haid atau darah istihadah.
Adapun ketentuan untuk melaksanakan shalat atau tidak berkaitan dengan keluarnya darah istihadah, telah dijelaskan dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 2 hlm. 42-43, bab Masalah Wudlu dan Mandi Wajib, yang ringkasnya wanita dalam kondisi istihadah tetap melaksanakan shalat. Hal ini didasarkan pada hadis riwayat Muslim sebagai berikut,
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ جَاءَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ أَبِي حُبَيْشٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلَاةَ فَقَالَ لَا إِنَّمَا ذَلِكِ عِرْقٌ وَلَيْسَ بِالْحَيْضَةِ فَإِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّي [رواه مسلم].
Dari Aisyah (diriwayatkan) dia berkata, Fathimah binti Abi Hubaisy mendatangi Nabi saw seraya berkata, Wahai Rasulullah, aku adalah seorang perempuan berdarah istihadah, maka aku tidak suci, apakah aku harus meninggalkan shalat? Beliau bersabda, Darah tersebut ialah darah penyakit bukan haid, apabila kamu didatangi haid hendaklah kamu meninggalkan shalat. Apabila darah haid berhenti dari keluar, hendaklah kamu mandi dan mendirikan shalat [HR. Muslim no. 501].
Hadis tersebut menunjukkan bahwa Nabi memerintahkan untuk membersihkan darah haid dengan mandi, (yang artinya haid normal). Adapun darah yang keluar setelah itu merupakan penyakit, bukan haid.
Dalam riwayat lain dari Ibnu Majah disebutkan,
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ جَاءَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ أَبِي حُبَيْشٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلَاةَ قَالَ لَا إِنَّمَا ذَلِكِ عِرْقٌ وَلَيْسَتْ بِالْحَيْضَةِ اجْتَنِبِي الصَّلَاةَ أَيَّامَ مَحِيضِكِ ثُمَّ اغْتَسِلِي وَتَوَضَّئِي لِكُلِّ صَلَاةٍ وَإِنْ قَطَرَ الدَّمُ عَلَى الْحَصِيرِ [رواه ابن ماجه].
Dari Aisyah (diriwayatkan) ia berkata, Fatimah binti Hubaisy datang menemui Nabi saw dan bertanya, sesungguhnya aku adalah wanita yang keluar darah istihadah hingga tidak suci, maka apakah aku boleh meninggalkan shalat? Beliau menjawab, tidak, itu hanyalah penyakit dan bukan haid. Jauhilah shalat di hari-hari haidmu kemudian shalatlah, dan wudulah pada setiap shalat meskipun darah menetes di atas tikar [HR. Ibnu Majah no. 616].
Pada hadis di atas terdapat perintah untuk berwudu tiap kali seorang wanita yang dalam kondisi istihadah hendak melaksanakan shalat, baik itu shalat fardu maupun shalat sunnah.
Dengan demikian, jelaslah bahwa darah yang keluar tidak pada masa haid atau yang dikenal dengan istilah darah istihadah hukumnya berbeda dengan darah haid, sehingga perempuan yang mengalami darah istihadah tetap diwajibkan untuk melaksanakan shalat fardu. Selanjutnya, mengenai darah yang keluar tidak pada masa haid tersebut, jika dirasa mengganggu sebaiknya saudara berkonsultasi pada ahlinya, dalam hal ini dokter kandungan atau bidan profesional, untuk mendapatkan informasi bahwa tidak ada masalah kesehatan yang lebih serius.
Wallahu a‘lam bish-shawab
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM No 23 Tahun 2019