Oleh: Diko Ahmad Riza Primadi
“Rakyat selalu dipandang tidak berdaya. Seolah-olah perlu pemerintah dalam kesehariannya. Mengemis kepada pemerintah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Saya percaya hal itu tidak berlaku di Indonesia karena rakyat Indonesia sangat tangguh dalam menjalani hidupnya meski tidak ada uluran tangan dari pemerintah.”
Banyak orang yang menduga-duga terkait kemarahan bapak presiden kepada para menteri yang dinilai tidak memiliki progres yang jelas, beberapa waktu lalu. Marah sungguhan atau hanya sekedar pencitraan. Tentu saya tidak mau berburuk sangka menanggapi hal ini.
Bapak presiden memang sedang marah kepada bawahannya, dan itu wajar-wajar saja. Namun yang menjadi persoalan adalah, apa manfaatnya? Akankah setelah Presiden Jokowi marah-marah ada perubahan yang signifikan dalam penanganan kesehatan dan ekonomi yang saat ini berantakan. Jika kemarahan presiden tidak dibarengi dengan perubahan ke arah yang lebih baik dan tidak ada perbaikan dalam kinerja, tentu kemarahan tersebut menjadi kemarahan yang sia-sia.
Ada pertanyaan yang lebih menggelitik. Apakah para Menteri tidak memiliki kapasitas yang mumpuni sehingga membuat Presiden marah? Apakah ini murni kesalahan Presiden yang tidak bisa memilih pembantunya? Sehingga banyak sekali spekulasi bahwa pemilihan kabinet yang terakhir hanya semata-mata sebagai unsur hadiah kepada para pendukung politiknya saja.
Tidak ada yang salah jika Presiden selaku kepala negara memilih pembantu dari kalangan orang-orang di parta politik atau dari kalangan orang-orang terdekatnya. Namun yang menjadi catatan adalah harus tetap ada standar dan kriteria yang jelas serta mumpuni dalam hal kemampuan menyelesaikan tugas kenegaraan. Mampu menyelesaikan visi-misi Presiden dan Wakilnya dengan benar dan penuh akurasi.
Seharusnya seorang kepala negara mengelilingi dirinya dengan orang-orang yang hebat, diantaranya adalah para menteri dan staf ahli. Mereka yang benar-benar memahami situasi dan kondisi negara. Dapat memberikan solusi untuk menjadikan negara ini maju dan terus berkembang. Atau setidaknya dapat memberikan masukan-masukan yang benar.
Dalam sistem negara demokrasi, pemimpin terpilih karena populer. Belum tentu yang paling mampu, paling pintar, paling bijaksana. Hal ini biasa terjadi di negara domokrasi. Maka oleh sebab itu seorang pemimpin berkewajiban mengelilingi dirinya dengan orang-orang yang hebat.
Menurut sejarah dunia, pemimpin-pemimpin hebat justru tumbuh dan berkembang menjadi besar ketika negaranya terjadi krisis. Pemimpin hebat adalah ia yang dalam keadaan krisis mampu mencari jalan supaya negara dan bangsanya bisa keluar dari situasi yang kurang baik. Hal ini tentu harus kita kaji bersama, pemimpin seperti apa yang dapat membalikkan keadaan dari negatif menjadi positif. Pemimpin hebat itu ialah yang sejarah pribadinya menunjukkan keuletan, ketekunan, keunggulan, dan memiliki jiwa pantang menyerah. Sebut saja Abraham Lincoln (1861-1865), Franklin Delano Roosevelt (1933-1945), George Washington, dan masih banyak lainnya.
Saya tidak bermaksud memaksa bapak presiden untuk menjadi, meniru, mencontoh, atau meneladani pemimpin-pemimpin hebat tersebut. Karena saya percaya bapak presiden sendiri memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh pemimpin hebat sekalipun. Tetaplah menjadi presiden yang kalem, santun, ramah, doyan blusukan. Dan tetap dicintai?
Saya tidak ingin menggantungkan harapan hanya kepada bapak presiden. Karena saya yakin beliau dan pemerintahannya tidak mampu. Tenang, masih ada harapan dari rakyat Indonesia. Masih ada sebagian masyarakat yang tetap percaya bahwa bangsa ini mendapat bimbingan dari Sang Maha Kuasa. Mereka masih berpendapat dan memegang teguh kalimat “Berkat rahmat Tuhan yang Maha Kuasa. Dan didorong oleh keinginan luhur”.
Dua kalimat ini penting. Pertama, di satu sisi mereka percaya adanya rahmat Tuhan yang turun kepada bangsa ini. Kedua, masih banyak orang di luar pemerintahan yang berpikir tentang keinginan luhur, bukan keinginan partai politik, dan bukan keinginan kelompok tertentu. Keinginan luhur yang didukung oleh rahmat Tuhan itulah yang kemudian memberikan harapan besar.
Dari perspektif ini saya melihat, pada saat yang bersamaan berlaku hukum Archimedes. Tekanan yang muncul kepada rakyat akan memunculkan perlawanan dari rakyat. Disitulah terjadi sistem kerja bejana berhubungan. Ketika itu terjadi maka yang berperan adalah energi. Energi mana yang paling kuat. Ketika dua energi saling bergesekan maka tingkat keyakinan menjadi penentunya. Keyakinan ada pada mereka yang memiliki sikap keimanan. Itulah harapan. Walau badai menghadang kau tak kan pernah hilang (Superman Is Dead – Jadilah Legenda).