Oleh: Preli Yulianto
Sepak terjang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sebagai organisasi besar sejak berdirinya di Jogjakarta, 14 Maret 1964 sudah melalangbuana. Bukan saja dalam skala rumah sendiri (dalam Perguruan Tinggi Muhammadiyah, PTM), dan skala nasional, melainkan kini IMM telah berekspansi skala internasional.
Kelahiran IMM sebagai konsekuensi sejarah dan berkembangnya PTM yang tidak terbendung, kedua hal tersebut dapat dianggap mengandung hukum sebab-akibat. Artinya, sekalipun kelahiran IMM tidak berada dalam gejolak antara PKI dan organisasi Islam, maka pada saat ini juga pun IMM juga akan lahir kembali.
Hal tersebut terbukti dengan IMM sudah mengakar di berbagai negara. Seperti dapat kita temui, kini terdapat PCI IMM China, PCI IMM Thailand, PCI IMM Brunai Darrusalam, PCI IMM Malaysia, Istanbul, Turki, Korea, India, dan lainnya.
Peran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
IMM selain bertugas sebagai pengawal Muhammadiyah dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), juga memiliki tanggung jawab moral terhadap kondisi bangsa Indonesia. Hal itu karena IMM sebagai organisasi pemikir dan gerakan berkemajuan semestinya berkarya dan bergerak untuk maslahah Indonesia.
IMM akan berusaha menghadirkan solusi dalam problematika bangsa dan umat karena ia sudah menjadi komitmen yang kokoh tertanam dalam setiap momentum IMM. Gerakan intelektualitas, religiusitas, dan humanitas selalu menggema dalam setiap bangsa terutama dalam sistem AUM.
Senada dengan pernyataan Pramula yang menjelaskan bahwa sejak kelahirannya pada 14 Maret 1964, IMM telah menancapkan akarnya dengan kokoh. Akar tersebut adalah berkomitmen untuk menjadi source of solution di tengah persoalan umat, bangsa, dan dunia yang sedang carut marut kala itu. Akar historis yang kuat tersebut terus tumbuh dan berkembang seiring dengan laju sejarah itu sendiri.
Tri Citra Kompetensi Dasar IMM
IMM adalah organisasi yang telah berkiprah dalam berbagai dinamika zaman yang bergelombang dan catatan-catatan yang telah terukir. Meminjam dari abstraksi yang dipaparkan Aziz Prasetyo, keberadaan nilai-nilai IMM dikenal dengan Tri Citra IMM atau Tri Citra Kompetensi Dasar.
Terdapat tiga nilai dalam Tri Citra Kompetensi Dasar, yaitu: nilai religius, nilai intelektual, dan nilai humanisme. Ketiga nilai tersebut merupakan manifestasi dari al-Quran surat Ali Imran 104 dan al-Ma’un ayat 1-7, atau yang diidentifikasikan sebagai trilogi iman-ilmu-amal.
Tiga nilai tersebut juga sesuai dengan Anggaran Dasar IMM pada pasal 5 yang diteruskan pada pasal 6 dengan tujuan mengkontruksi kader berbasis pengetahuan yang kokoh dan mempunyai ghiroh perjuangan Islam yang kuat sebagai kader generasi penerus dakwah yang berbasis religius-intelektual.
Tri Citra Kompetensi Dasar tersebut harus tertanam dalam setiap kepribadian kader-kader IMM. Ia adalah identitas yang khas dan melekat dalam setiap langkah dan tujuan kader. Tentu nilai-nilai tersebut harus diterapkan dan diamalkan untuk menumbuhkan kepribadian yang berakhlak mulia.
Sistem yang Memperkokoh IMM
Segala badai yang menderai IMM tentu bukan menjadikan IMM tumbang, terburuk, dan hilang. Ujian-ujian yang datang menjadikan IMM semakin kokoh dan memawaskan aktualisasi menjadi organisasi yang berintegritas. Tentu segala upaya tersebut memiliki hambatan-hambatan dalam memperuncing pergerakan berkemajuan.
IMM yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Muhammadiyah menjadikannya berdiri kokoh hingga menjadi organisasi yang bersih dari politik praktis. Dengan nilai luhur Muhammadiyah juga, IMM adalah wadah yang murni sebagai organisasi yang berkomitmen atas amar ma’ruf nahi munkar.
Sistem yang dibangun dan diimplementasikan IMM adalah pengkaderan yang bercorong pada nilai-nilai Islam yang berlandaskan pada sistem pengkaderan Rasullah SAW. Konsep tersebut sebagaimana sistem yang diatur dengan jelas dalam Sistem Pengkaderan Ikatan (SPI).
Perkaderan ikatan merupakan proses pembelajaran yang dilakukan oleh kader dalam kehidupan, baik dalam ikatan maupun luar ikatan. Sistem perkaderan ikatan secara filosofis merupakan penerjemahan perkaderan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Hal tersebut dapat dilihat dari nama perkaderannya, yaitu Darul Arqam, yang merupakan nama tempat sahabat nabi Arqam Ibn Abil Arqam. Perkaderan oleh Rasulullah di rumah Arqam ini melahirkan generasi awal Islam seperti Abu Bakar, Ali Ibnu Thalib, Siti Khotijah dan yang lain.
Selanjutnya, kita mengenal basis ekspansi IMM tercatat sebagaimana dalam buku yang fenomenal ‘Geonologi Kaum Merah: Pemikir dan Gerakan’. Dalam halaman 238 dengan jelas tertulis bahwa visi gerakan IMM adalah mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.
Adapun misi gerakan (dalam konteks gen pemikiran) adalah: Pertama, terciptanya sebanyak mungkin para konseptor dan pemikir dari tubuh IMM; Kedua, menjadikan IMM sebagai laboratorium pengembangan intelektual kader; Ketiga, tafsir atas kepemimpinan didasarkan kepada kolektif kolegial; Keempat, Tafsir pemikiran didasarkan pada pemikiran kader IMM, khususnya generasi pendiri (awal) sampai generasi ketiga; Kelima, Terciptanya budaya intelektual tubuh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
IMM sebagai Regenerasi Muhammadiyah dan Negara
Dari konsep yang terbangun selama 56 tahun ini, IMM menjadi organisasi yang terus menajamkan visi dan misi gerakan. Kolaborasi kader IMM antara Immawan dan Immawati menjadi sangat penting. Sebagai subjek organisasi, Immawan dan Immawati harus berkolaborasi guna menghelatkan gerakan untuk umat, bangsa, dan negara, serta universal.
IMM sebagai laboratorium intelektual dan moral telah menghasilkan kader-kader yang akan mengisi space Muhammadiyah dan negara Indonesia. Tentu memiliki harapan besar kepada IMM secara konsisten dan kontinyu dalam mempertahankan eksistensi.
Sebagai salah satu bagian dari gerakan kader dalam Muhammadiyah, orientasi kekaderan IMM diarahkan pada terbentuknya kader yang siap berkembang sesuai dengan spesifikasi profesi yang ditekuninya. Dengannya, maka kader dituntut untuk kritis, logis, trampil, dinamis, dan utuh dalam menghayati nilai pengkaderan. Kualitas kader yang demikian ditransformasikan dalam tiga lahan aktualisasi yakni: persyarikatan, umat, dan bangsa.
Sudah banyak tokoh-tokoh alumni IMM yang berkiprah di pemerintahan sebagai wujud diaspora kader dalam mengisi space guna mencerahkan umat dan memberikan kontribusi dalam memajukan bangsa. Kehadiran kader-kader IMM diharapkan mampu memberikan terobosan baru dalam meraih cita-cita kemerdekaan Indonesia yang harus diwujudkan.
Mengenai regenerasi Muhammadiyah, Ali (2019) menjelaskan: “Baik buruknya Muhammadiyah di masa yang akan datang dapat dilihat dari pendidikan kader-kadernya saat ini. Apabila pendidikan kader Muhammadiyah hari ini baik, maka Muhammadiyah di masa yang akan datang akan baik pula. Begitu pun sebaliknya.“
Maka, peranan IMM menjadi suatu kondisi terpenting karena IMM merupakan salah tunas muda Muhammadiyah yang akan mengisi space kepemimpinan Muhammadiyah kelak dalam fase tertentu. Dalam hal ini, menjadikan IMM sebagai ortom Muhammadiyah yang memiliki catatan penting dan dijuluki lumbung kader Muhammadiyah.
Preli Yulianto, PC IMM Universitas Muhammadiyah Palembang