Buku Mozaik-Mozaik Keteladanan Buya Syafii Maarif diterbitkan pada bulan Juni tahun 2020 oleh penerbit Suara Muhammadiyah
Oleh: M. Afdhol Mufti Alhakiki
Mutiara-mutiara kehidupan dapat dimabil dari siapapun. Kesederhanaan merupakan sebuah nilai berharga dari sikap hidup seorang manusia. Mengambil ibrah dari setiap kejadian yang dialami bersama seseorang yang dijadikan panutan merupakan sebuah keberuntungan yang sangat besar sehingga dapat mengenali secara langsung seluk beluk dan suri tauladan yang terdapat dalam dirinya.
Buku yang dibahas kali ini adalah buku yang sarat akan momen-momen berharga dari seorang guru bangsa. Ahmad Syafii Maarif, nama yang sudah familier bagi banyak orang. Mantan ketua umum Piminan Pusat Muhammadiyah periode 1998-2005 ini juga memiliki banyak karya-karya ilmiah maupun tulisan-tulisan ringan yang sering dimuat pada media baik cetak maupun elektronik.
Sifat beliau yang sangat kuat serta bijak dalam mejalani hidup sebagai manusia biasa dan guru bangsa membuat banyak orang terinspirasi. Banyak sisi-sisi kehidupan beliau yang banyak belum kita tahu.
Buku ini membahas sisi kehidupan beliau yang sangat tawaduk serta prinsip hidup sederhana yang dapat kita ambil mutiara kisahnya sehingga sebagai generasi dibawahnya semoga kita dapat berkaca pada Buya Ahmad Syafii maarif.
Buku ini merupakan buku baru yang diterbitkan pada bulan Juni tahun 2020 oleh penerbit Suara Muhammadiyah. Buku setebal 156 halaman ini dibagi dalam tiga bab penting yakni mozaik keteladanan, mozaik kesederhanaan, dan mozaik kemandirian. Buku yang ditulis langsung oleh kader kintilannya yakni Erik Tauvani Somae, M.H saat ini aktif sebagai staf pengajar di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta dan Dosen LPSI (Lembaga Pengembangan Studi Islam) Universitas Ahmad Dahlan.
Buku ini berisi potongan-potongan kisah yang dialami saat mendapingi buya Ahmad Sayfii Maarif, beberapa tulisan pernah dimuat dimedia sosial yang tentunya banyak ibrah yang dapat dipetik.
Pada bagian awal yakni mozaik keteladanan banyak mengambil kisah tentang persabatan buya Ahmad Sayfii Maarif dengan para tokoh keagamaan seperti almarhum buya Yunahar Ilyas, Amien Rais, dan Biksu Pannyavaro. Banyak petuah yang dapat diteladani, walaupun berbeda pandangan bahkan berbeda agama bukan berarti kita harus memusuhinya justru sebaliknya kita harus berteman, bersaudara, bahkan bersikap lemah lembut terhadapnya. Ada pula pesan sebagai manusia, kegiatan membaca itu sangatlah penting untuk membuka cakrawala dan melihat sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang menjadikan pikiran kita lebih terbuka.
Buya Ahmad Sayfii Maarif juga berpesan dalam kondisi aktual saat ini dalam menghadapi wabah Covid-19 yang sudah sangat masif disiarkan melalui media cetak maupun elektronik “Peringatan agar tetap waspada dan tidak panik kurang begitu diacuhkan publik. Tetapi bukankah akan lebih baik kita mau merenung untuk meningkatkan stamina spiritual kita agar terlihat jelas keterbatasan manusia dalam memecahkan masalah-masalah hidupnya. Teknologi kedokteran semakin canggih, tetapi jenis penyakitpun tidak mau kalah. Inilah dunia tempat kita bermukim sementara untuk kita pelihara bersama.”
Pada bagian kedua tentang mozaik kesederhanaan, banyak diceritakan mengenai kehidupan buya Ahmad Syafii Maarif yang tidak mau merepotkan orang. Tak pelak setiap sorepun buya Syafii selalu menyempatkan bersepeda disekitar rumahnya untuk menyapa tetangganya dalam menjalin silaturahmi. Buya Syafii juga sering nangkring di angkringan dekat rumahnya bercengkrama dengan pengunjung angkringan tanpa membedakan status sosial dan membanggakan dirinya sebagai tokoh.
Buya juga berpesan agar tubuh itu jangan dimanjakan. Hal tersebut jika kita teladani sangat dalam maknanya karena jika tubuh dan pikiran tidak pernah bergerak maka dapat berkaibat fatal bagi kesehatan jiwa dan raga. Buya Syafii juga menekankan pada manusia bahwa waktu dan sehat adalah hal yang sangat berharga, maka selagi memiliki waktu dan masih diberikan kesehatan jangan pernah disia-siakan.
Pada bagian akhir yakni mozaik kemandirian, banyak pesan buya Ahmad Sayfii Maarif kepada kita untuk selalu bersyukur. Dalam penggalan kisahnya buya Syafii berkata “nasib anda masih jauh lebih baik daripada saya. Saya dahulu parah sekali. Saya ini kan anak kampung, tersuluk lagi. Cita-citapun tak terbayang di kepala. Jika bukan karena sekolah di Mu’allimin, dunia ini bagi saya hanya sebatas kampung kelahiran saya itu. Anda harus bersyukur dan berterima kasih kepada orang tua.”
Sebagai penutup, buya Ahmad Syafii Maarif berpesan pada generasi penerusnya agar gemar membaca, menulis, merenung, dan diskusi. Hal tersebut agar wawasan dan pergaulan menjadi luas, sadar keragaman, siap dengan perbedaan pendapat, tidak bersumbu pendek dan tidak mudah terbawa arus kejumudan serta hoax yang bertebaran.
M. Afdhol Mufti Alhakiki, Musyrif Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta