YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Salah satu cita-cita KH. Ahmad Dahlan melalui Muhammadiyah adalah mempelopori gerakan sosial kemasyarakatan yang melakukan proses modernisasi sampai ketingkat bawah lewat amal usahanya yang amal usaha itu juga mencerdaskan dan mensejahterakan.
Penguatkan tatanan sosial dan pendidikan agar lebih maju dengan berupaya menampilkan Islam semata agama yang bersifat individual dan statis. Namun dinamis sebagai sistem kehidupan manu¬sia dalam berbagai aspek.
Salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita tersebut adalah Majelis Pelayanan Sosial Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Adalah merupakan unsur pembantu pimpinan Persyarikatan Muhammadiayh yang diberi mandat untuk mengelola program kesejahteraan social.
Menurut Ridwan Furqoni, ketua MPS PWM DIY salah satu programnya adalah AmbulanMU. Yaitu program Ambulan Muhammadiyah DIY di 46 Titik Layanan AmbulanMu se DIY dengan 50 driver utama yang senantiasa siaga.
“Ambulanmu adalah gerakan layanan sosial Muhammadiyah dengan mobil ambulan. MPS PWM DIY sebagai majelis yang diberi tanggung jawab untuk mengelola dakwah layanan sosial ini berupaya meningkatkan kualitas layanan sosial melalui mobil ambulan khususnya layanan transportasi orang sakit,” tukas Ridwan.
Program ambulan ini sebagai bukti peran serta konkrit Muhammadiyah dalam taawun kesehatan lewat program ambulan gratis .
Salah satu kiprah Team AmbulanMu sebagaimana relawan AmbulanMU PCM Tempel adalah pada Rabu 22 Juli 2020 yang pada pukul 02.00 dini hari mendapat kabar dari rekan relawan Rumah Singgah Kanker anak Via telfon singkat dari salah satu relawannya yaitu Ferdy.
Tim diminta bantuan untuk mengantar salah satu pasien bernama Arif yang semalaman sudah berjuang di ICU RSUP Sardjito dan sekitar pukul 1.30 dinyatakan meninggal dunia.
Tanpa pikir panjang Team AmbulanMU PCM Tempel bersiap untuk keperluan trip malam yang diawaki Juang Mahron dan Ahma Djamil yang kebetulan baru stanby di Base Camp HW Tempel. Sekaligus markas AmbulanMu Tempel menuju Forensik RSUP pukul 03.30 WIB dan langsung berangkat ke rumah duka Banjarnegara barat.
Pagi itu di tengah sunyinya jalan dan dinginnya angin malam. Kereta jenazah melintas perlahan bersama jasad anak laki-laki 12 tahun yang sudah berjuang keras melawan sakitnya. Namun apa mau dinyana, semesta meminta untuk kembali ke haribaan-Nya.
“Kita tidak bisa memilih usia berapa dan dalam keadaan apa akan dipanggil oleh-Nya. Kita hanya bisa bersiap dan bersiap apabila sewaktu-waktu telah datang masanya. Siap tidak siap dia akan datang seperti yang sudah digariskan di lauhul mafhudz,” ungkap Juang. (Ariefh/Riz)