Hajar dan Ismail memberi pelajaran kepada kita. Ia pasrah, namun tetap semangat berusaha sekuat tenaga, dan hitungan Allah seringkali berbeda dengan hitungan matematika dunia. Dia memberi lebih besar dari yang kita sangka.
Oleh: Bahrus Surur-Iyunk
Layaknya Hajar yang berlari-lari dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah. Saat sudah tujuh kali dan berhenti di Marwah, tangisan Ismail semakin kuat. Begitu pula dengan hentakan kakinya. Dari hentakan kaki Ismail inilah keluar air. Allah justru memberikan karunia airnya dari jejakan kaki Ismail. Bukan dari pencarian Hajar. Ini artinya bahwa rejeki seorang anak itu bisa muncul dari kesungguhan usaha orang tuanya. Air muncul pada hitungan ketujuh. Dan keenam langkah sebelumnya adalah cara Allah untuk memberikan pahala atas langkah yang telah ditempuh.
Belajar Kesungguhan Hidup dari Hajar dan Ismail (bagian 1 dari 2)
Menghidupkan Hati di Tengah Getaran Nafsu
Kadang kita berpikir betapa anak-anak kita bersekolah dengan biaya yang –jika dipikir secara akal sepertinya– tidak mungkin. Tapi, selalu ada saja jalan yang diberikan Allah kepada si anak itu. Apalagi jika orang tua berdoa untuk masa depan anak-anaknya, maka doa itu akan berlaku hingga si orang tua itu tidak ada sekalipun. Jadi, jangan pernah berpikir bahwa apa yang ada pada diri kita dengan segala kebaikan dan kebahagiaan itu ada hanya karena usaha kerja keras kita sendiri. Tapi, yakinkanlah bahwa semua itu ada (di dalamnya) usaha, kerja keras, kerja ikhlas dan doa orang tua kita.
Ketika mendapatkan air yang memancar dari kaki Ismail, Hajar lalu mengambilnya sambil mengatakan “Zam zam zam zam zam..”. Zam zam itu artinya “kumpul dan jangan berhenti”. Hingga hari ini, air itu tidak pernah berhenti. Bukan hanya cukup untuk Nabi Ibrahim, Hajar dan keturunannya, tapi juga bagi seluruh umat manusia hingga kini. Maka mata air itu kemudian diberi nama sumber mata air Zamzam. Dari mata air inilah Makkah secara perlahan membentuk menjadi sebuah kota.
Apa yang dilakukan Hajar memantik pelajaran bahwa seseorang harus tetaplah berusaha. Jika kemudian Allah memberi karunianya dari pintu yang lain itu adalah kehendak dan hak kuasa-Nya. Jika Anda, misalnya, seorang guru swasta yang penghasilannya sangat pas-pasan dalam hitungan matematik, namun sangat mungkin Allah akan mengalirkan karunia dan rezeki-Nya dari jalan lain yang tidak pernah Anda duga. Itupun kalau yakin kepada-Nya. Kalau Anda menghitungnya dengan hitungan matematis yang dibandingkan dengan usaha yang Anda lakukan, maka Anda pun akan mendapatkannya sesuai dengam hitungan Anda.
Karenanya, hitunglah dunia ini dengan hitungan Allah yang Anda sendiri mungkin tidak pernah menjangkaunya. Yakin, beriman dan ber-husnuzh-zhan-lah bahwa Allah akan melimpahkan rejeki-Nya tanpa batas kepada kita. Kita ini, kadang sering kurang bersyukur atas apa yang diberikan Allah kepada kita. Kita mudah mengeluh. Kita mudah mengaduh. Kita mudah protes dan berburuk sangka kepada Allah atas sedikit ujian yang diberikan kepada kita. Kita kemudian tidak yakin bahwa Allah pasti akan menolong hamba-Nya.
Allah berjanji dengan firman-Nya dalam ayat terakhir QS Al-Ankabut kepada mereka yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memenuhi kebutuhannya dalam rangka mencari ridha-Nya,
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ٦٩
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”
Bahrus Surur-Iyunk adalah guru SMA Muhammadiyah I Sumenep, penulis buku Agar Imanku Semanis Madu (Quanta EMK, 2017), Nikmatnya Bersyukur (Quanta EMK, 2018), Indahnya Bersabar (2019) dan 10 Langkah Menembus Batas Meraih Mimpi (SPK, 2020).