YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pemimpin perempuan yang ada di komunitas sungguh menjadi agen-agen penggerak yang sangat luar biasa untuk mendorong tercapainya akses kesehatan reproduksi untuk perempuan.
Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Program MAMPU ‘Aisyiyah sekaligus Sekretaris Pimpinan Pusat ‘Aisiyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah dalam Konferensi Kesehatan Nasional ‘Aisyiyah bertajuk “Peningkatan Akses Kesehatan dan Gizi di Komunitas: Pengalaman Pemimpin Perempuan” pada Selasa (21/7).
Tri melanjutkan bahwa sesuai dengan goals SDG’S no one left behind, tidak boleh ada satupun yang ditinggalkan, semua harus mendapatkan akses kesehatan yang sama termasuk dalam situasi pandemi ini. Menurut Tri, upaya untuk meningkatkan akses layanan kesehatan ini membutuhkan kerjasama semua pihak baik itu pemerintah, stakeholder, maupun masyarakat.
“Ini menjadi PR kita bersama mari kita bergandeng tangan untuk meningkatakan akses kesehatan reproduksi dan gizi dan hari ini kita akan mendengar pengalaman-pengalaman praktik baik dari kader-kader kita di daerah dan dari yang lain untuk saling berbagi pengalaman.”
Kegiatan yang dilakukan secara virtual ini dihadiri sekitar 418 peserta terdiri dari berbagai kalangan diantaranya PPA, mitra MAMPU, perwakilan puskesmas, perwakilan pemerintah desa, Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah, Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah, Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah, kader Balai Sakinah ‘Aisyiyah dampingan program MAMPU ‘Aisyiyah hingga remaja.
Acara ini dirancang untuk memfasilitasi pemimpin perempuan di komunitas untuk berbagi praktik baik dalam meningkatkan derajat kesehatan dan gizi, memperkuat isu-isu perempuan, serta meningkatkan jejaring diantara pemimpin perempuan di komunitas sebagai aksi bersama untuk pemberdayaan perempuan.
Pelibatan perempuan secara aktif dalam siklus pembangunan menjadi kunci agar pembangunan bersifat responsif gender. Semangat kolaboratif dalam aksi bersama bidang kesehatan ini dipandang relevan oleh PPA. “Gerakan kesehatan bagi ‘Aisyiyah adalah gerakan utama, program bersama MAMPU ini sangat relevan,” ungkap Siti Noordjannah Djohantini, Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah dalam sambutan iftitahnya.
Lebih lanjut Noordjannah menerangkan bahwa ‘Aisyiyah adalah gerakan yang konsen terhadap kesehatan ibu dan anak sudah mulai sejak Republik Indonesia ini belum ada yakni di tahun 1923. Gerakan ‘Aisyiyah saat itu hingga kini menurutnya adalah wujud cinta dari ‘Aisyiyah untuk bangsa.
Dalam bergerak, Noordjannah menghimbau agar gerakan ‘Aisyiyah bersifat inklusif dan tidak membedakan.
Noordjannah juga mendorong kader-kader ‘Aisyiyah untuk bergerak bahu-membahu menolong siapa saja. “Kader-kader ‘Aisyiyah bergeraklah dengan jiwa dan nilai-nilai ajaran agama, tapi kita sebarkan kepada siapa saja sehingga memberi manfaat kepada semuanya,” paparnya.
Kate Shanahan, yang merupakan Team Leader Program MAMPU yang bekerjasama dengan ‘Aisyiyah menyampaikan bahwa prioritas baik pemerintah Indonesia maupun progam MAMPU dalam sektor kesehatan adalah perubahan perilaku positif di komunitas melalui gerakan masyarakat untuk penguatan promotif maupun preventif.
“Saya kagum sekali mengetahui bagaimana kader ‘Aisyiyah di Ngawi yang berjualan sayur mayur ikut mensosialisasikan deteksi kanker rahim melalui tes IVA kepada ibu-ibu pelanggannya. Ini merupakan bentuk perubahan perilaku positif di tingkat komunitas.”
Kate menyampaikan harapannya agar forum ini akan menjadi sarana bertukar pengalaman, membagi cerita yang membanggakan dari gerakan masyarakat dalam perannya merubah dan meningkatkan akses kesehatan gizi perempuan.
“Kepada Bappenas saya juga berharap cerita yang membanggakan di forum ini dapat menjadi acuan dalam perencanaan pembangunan ke depan, ini merupakan bentuk perubahan perilaku positif di komunitas.”
Kekuatan perempuan sebagai penggerak untuk membangun resiliensi komunitas dalam menghadapi berbagai bencana termasuk pandemi Covid-19 berbasis pemberdayaan dan advokasi juga didukung oleh Pungkas Bahjuri Ali, selaku Direktur Kesehatan Dan Gizi Masyarakat, Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional dalam penyampaian keynote speech-nya.
Menurut Pungkas, ada tiga fokus ke depan kementrian PPN, yakni penguatan gerakan masyarakat, yakni penguatan health security mencakup kemampuan untuk mencegah, mendeteksi, dan memberi respon, serta penguatan sumber daya.
Harapan besar disampaikan Pungkas bagi para pemimpin perempuan penggerak di komunitas untuk melakukan usaha inisiatif bersama untuk melakukan promosi kesehatan dan advokasi bagi pelaku pembangunan.
“Dua hal ini sangat penting karena health literacy itu kalau orang sudah sadar maka apapun akan dilakukan dan saya kira itu dampaknya akan sangat luas, jangka panjang, dalam hal ini getuk tular dari tetangga, tokoh agama itu biasanya lebih manjur dari petugas petugas pmerintah.”
Selain itu Pungkas juga mendorong pelaksanaan berbagi praktik baik seperti yang dilakukan program MAMPU ‘Aisyiyah ini. “Peningkatan kapasitas ini dapat dilakukan melalui praktik baik, knowledge sharing. MAMPU ini kan punya banyak daerah, praktik baik dari satu daerah bisa direplikasi daerah yang lain dan itu adalah peran Pemda untuk melakukan replikasi tadi.”
Acara kemudian dilanjutkan dengan tiga kelompok diskusi Berbagi Praktik Baik dengan tema “Remaja in action untuk Pemenuhan HKSR, Pemberdayaan Perempuan di Komunitas untuk Pemenuhan HKSR dan Penurunan Stunting, serta “Advokasi Kebijakan HKSR dan Penurunan Stunting.”
Kegiatan berbagi praktik baik ini diisi oleh kader-kader ‘Aisyiyah, stakeholder yang telah bekerjasama dengan ‘Aisyiyah, juga mitra MAMPU dari Kapal Perempuan, FPL, Bakti, dan YKP yang telah melakukan praktik-praktik baik dalam upaya peningkatan akses kesehatan reproduksi dan gizi di komunitas.
Pada acara ini juga diberikan penghargaan kepada Kepala Desa, Camat, Kepala Puskesmas, serta Pemerintahan Daerah yang telah berkontribusi besar dalam upaya peningkatan akses kesehatan reproduksi dan gizi di komunitas. Pada akhir acara, Koordinator Program MAMPU ‘Aisyiyah menyampaikan enam rekomendasi yang merupakan hasil dari konferensi kesehatan nasional ini.
Pertama, Dalam masa pandemi Covid-19, pemerintah di semua tingkatan agar memberikan perhatian dan prioritas penanganan dampak Covid-19 pada kesehatan reproduksi khususnya layanan kesehatan ibu hamil, persalinan, layanan KB, dan penurunan stunting.
Kedua, Pada penanganan dampak Covid-19 pemerintah dan multipihak lainnya agar melibatkan perempuan dalam tim penanganan Covid-19 untuk memastikan pemenuhan kebutuhan kelompok rentan seperti perempuan miskin, perempuan kepala keluarga, difabel, dan pasien dengan penyakit penyerta.
Ketiga, Mendorong pemerintah dan masyarakat sipil untuk melakukan pemantauan partisipatif pada program bantuan sosial Covid-19 agar bantuan sosial tepat sasaran
Keempat, Pentingnya Pemerintah Desa meningkatkan partisipasi perempuan dalam siklus pembangunan desa mulai dari perencanaan, implementasi dan monitoring evaluasi sehingga pembangunan kesehatan reproduksi dan gizi bagi perempuan serta pencegahan perkawinan anak menjadi prioritas program desa
Kelima, Pentingnya Pemerintah Desa memiliki Peraturan Desa tentang Kesehatan Reproduksi dan Gizi bagi Perempuan serta Pencegahan Perkawinan Anak untuk menjaga keberlanjutan program dan alokasi anggaran.
Keenam, Mendorong pemerintah dan semua pihak untuk memberikan dukungan pada peningkatan akses layanan kesehatan reproduksi dan seksual bagi kelompok remaja. (Suri/Riz)